Find Us On Social Media :

Kawilarang Bersekongkol dengan Pihak Asing dan Melakukan Pertemuan di Singapura 8 Oktober 1958

By Afif Khoirul M, Selasa, 8 Oktober 2024 | 16:50 WIB

Kolonel Alex Kawilarang pernah ditugaskan pemerintah menumpas pemberontakan Kahar Muzakar dan RMS di Maluku Selatan, tapi terlibat dalam Permesta yang melawan pemerintah pusat.

Pertemuan Rahasia di Singapura

Pada 8 Oktober 1958, di bawah selubung malam yang pekat, Kawilarang menginjakkan kaki di Singapura. Ia datang bukan untuk berlibur, melainkan menghadiri pertemuan rahasia dengan sejumlah tokoh asing.

Di antara mereka terdapat perwakilan dari Amerika Serikat dan Belanda, negara-negara yang memiliki kepentingan tersendiri di Indonesia.

Dalam pertemuan itu, terungkap rencana jahat untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno. Kawilarang, yang dijanjikan posisi penting dalam pemerintahan baru, terbuai oleh iming-iming kekuasaan.

Ia setuju untuk bergabung dengan gerakan separatis Permesta, yang didukung oleh pihak asing.

Keputusan Kawilarang untuk bersekongkol dengan pihak asing merupakan pukulan telak bagi Indonesia. Ia yang dulu pahlawan, kini dicap sebagai pengkhianat.

Pemerintah Indonesia bergerak cepat, mencopot Kawilarang dari jabatannya dan mencapnya sebagai pemberontak.

Kawilarang melarikan diri ke Sulawesi Utara, bergabung dengan Permesta. Ia memimpin pasukan pemberontak, mengobarkan perang saudara yang menghancurkan. Konflik ini menelan banyak korban jiwa, memperdalam luka di tubuh bangsa yang baru merdeka.

Permesta akhirnya berhasil ditumpas oleh pemerintah Indonesia. Kawilarang, yang kehilangan dukungan, melarikan diri ke luar negeri. Ia hidup dalam pengasingan, dihantui bayang-bayang pengkhianatannya.

Di ujung senja hidupnya, Kawilarang menyadari kesalahannya. Ia menyesali keputusannya untuk bersekongkol dengan pihak asing.

Kerinduan akan tanah air begitu menyesakkan dada. Ia ingin kembali, menebus dosa-dosanya, mengabdikan sisa hidupnya untuk Indonesia.

Pada tahun 1961, Kawilarang kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Ia disambut dengan tangan terbuka oleh Presiden Soekarno.