Find Us On Social Media :

Sampai Kehilangan Jenderalnya, ketika Inggris Susah Payah Taklukkan Surabaya dalam Pertempuran 10 November 1945

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 7 Oktober 2024 | 14:13 WIB

Inggris membutuhkan waktu 18 hari untuk menaklukkan Kota Surabaya dalam Pertempuan 10 November 1945. Itu pun mereka harus kehilangan jenderalnya, Mallaby.

AM ada di luar itu. Mereka secara rahasia selalu menghubungi pemuda-pemuda yang ikut Jepang itu untuk tetap memelihara jiwa nasionalis dan patriotis, dengan memberikan suatu pegangan strategis bahwa nanti Jepang pasti kalah, tapi risikonya Belanda akan kembali.

"Pokoknya, AM itu semacam gerakan rahasialah!"

Jadi, waktu proklamasi kemerdekaan diumumkan, Roes dan teman-temannya sudah siap di Surabaya. Dengan dimotori AM, rakyat Surabaya mulai mengibarkan bendera di mana-mana, melucuti Jepang, mengambil alih perusahaan-perusahaan yang tadinya dipegang Jepang dan membuka kantor pemerintahan: karesidenan dan gubernuran.

Di sinilah Roes ikut aktif berperan. Dia kemudian juga diangkat sebagai sekretaris Komite Nasional Indonesia (KNI), yang dibentuk atas instruksi dari Jakarta.

Kemudian, 3 September 1945, diproklamirkan terbentuknya pemerintah RI daerah Surabaya, lepas dari pemerintahan Jepang. Bersamaan dengan itu, dibentuk pula BKR (Badan Keamanan Rakyat), yang belakangan menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat).

Komandannya pada waktu itu drg. Moestopo, yang belakangan dikenal sebagai Rektor Universitas Dr. Moestopo, Jakarta.

Untuk melucuti senjata Jepang, BKR dan pemuda-pemuda Surabaya menyerbu gudang senjata terbesar milik Jepang di Gedung Don Bosco, Sawahan. Hasilnya tidak terhitung banyaknya, sampai-sampai Bung Tomo (yang terkenal dengan pidatonya yang berapi-api lewat Radio Pemberontakan) sempat mengirim senjata sebanyak empat gerbong ke Jakarta.

Di tengah-tengah merebut senjata dari Jepang, orang-orang interniran Belanda dikeluarkan dari kamp tahanan, sebab tidak ada lagi alasan untuk menahan mereka.

"Namun, mereka kemudian mau merebut kembali kekuasaan mereka dulu," ujar Roes. "Karena itu lalu bentrok dengan kita. Puncaknya adalah ‘insiden bendera’ di Hotel Orainje itu."

Sementara itu bentrokan dengan Jepang terus berlangsung. "Jepang tidak mau menyerahkan senjatanya, mesti dikeroyok dulu," kata Roes. Jepang diperintahkan Sekutu untuk tidak menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah republik yang baru, sebab menurut mereka pemerintah itu tidak sah.

Pertempuran yang paling hebat terjadi 1-3 Oktober 1945. BKR dan pemuda-pemuda lainnya menyerbu dan berhasil merebut gedung markas Kempetai: polisi militer dan intel Jepang yang terkenal sadis pada waktu itu.

Korban banyak yang jatuh dalam pertempuran ini. Gedung Kempetai berhasil dibakar. Bekas di mana gedung ini berdiri kini dibangun Tugu Pahlawan, di seberang kantor gubernur.