Find Us On Social Media :

Malaysia Biang Keroknya, Tiba-tiba Batik Ngetren sebagai Busana Harian pada 2008, Kini Jadi Warisan Dunia

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 2 Oktober 2024 | 10:28 WIB

Pada 2008 lalu, batik tiba-tiba menjadi tren di semua kalangan. Dari yang tua hingga muda. Ternyata gara-gara Malaysia. Kini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO. Selamat Hari Batik Nasional.

Desainer kelahiran Blora 18 April 1935 ini mengajak kita untuk memahami batik itu sendiri. Apakah kain batik yang sesuai pakem aslinya atau sekadar tekstil bermotif batik saja. Keduanya serupa tapi tak sama.

Kerjaannya pelaku industri

Batik yang asli menggunakan lilin (wax) sebagai perintang warna dalam proses pembuatannya. Begitu amanat konvensi batik internasional di Yogyakarta tahun 1997. Adanya lilin ini membuat batik memiliki bau yang khas.

Gambar pada kain juga akan terlihat tembus pada bagian sebaliknya. Pada batik superhalus, pelilinannya bahkan dilakukan dua sisi. Jadi, batik asli, jika kain dibolak-balik, tetap sama kualitasnya.

Detail gambar pada kain batik asli juga relatif sederhana. Nyaris mustahil ditemukan gambar berukuran kecil dengan warna-warna gelap akibat keterbatasan proses pelilinan. Pemakaian canting saat menggambar juga membuat ragam hias (corak) berbeda-beda pada setiap kain. Perbedaan corak juga bisa terjadi pada batik cap sekalipun.

Merujuk sederet syarat tadi, baju batik yang ngetren saat ini lebih tepat disebut tren tekstil bermotif batik. Soalnya, batik asli dari dulu hingga sekarang ternyata tetap adem ayem saja.

Achmad Haldani, seniman batik kontemporer dari Bandung, menilai tren itu sebagai kerjaannya orang-orang di industri tekstil yang jeli melihat peluang. "Momennya peristiwa Malaysia, lalu digosok ke arah nasionalisme. Padahal motivasinya tetap saja ekonomi," jelasnya.

Sisi positifnya, tren itu membuat kita tersadar, batik yang katanya sudah jadi identitas bangsa itu, selama ini malah tidak pernah kita lirik sebagai pilihan busana sehari-hari. Batik lebih banyak tergantung rapi dan wangi di almari. Ketika sudah lama dipakai atau muncul potongan baru yang lebih populer, baru kemudian orang beli baju batik lagi.

"Sampai booming yang kemarin itu, sebelumnya kita tidak pernah mengalami tren batik," begitu Haldani mencatat. Akhir tahun 1980-an sampai awal tahun 1990-an, sempat muncul busana yang memanfaatkan batik-batik lama. Tapi menurut pengajar di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) ini, waktu itu semangatnya retro.

Baca Juga: Batik Biasa Saja Sudah Mahal, apalagi Batik Sutra yang Eksklusif

Menyasar menengah ke atas

Sebagai penggiat batik tradisi, Iwan Tirta justru tidak mau jika batik dijadikan komoditas perdagangan secara jorjoran. "Pemerintah melihat batik sebagai barang dagangan saja sih, bukannya seni," katanya mengomentari istilah "ekonomi kreatif" yang beberapa tahun ini jadi wacana untuk peningkatan ekspor batik. "Tren batik itu cuma cari uang saja. Seni batiknya sendiri ditinggalkan."