Find Us On Social Media :

Tak Ada Padanannya di India, Benarkah Punakawan Asli Jawa Timur?

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 29 September 2024 | 13:14 WIB

Candi Jago di dalamnya juga terselip cerita humor di mana lakonnya adalah para Punakawan. Benarkah mereka asli Jawa?

Candi Jago dibangun dengan tiga teras, dan seperti layaknya candi-candi Jawa Timur lainnya, garbhagrha atau bagian tersuci terletak di bagian belakang dan bangunan.

Candi itu sendiri sebenarnya cukup menarik dan unik, karena pahatan pada dinding-dindingnya memuat sekaligus lima cerita yang berdiri sendiri. Figur punakawan di Candi Jago diselipkan pada pahatan cerita Parthajajna (Parthayajna).

Dari sumber lain dapat pula kita ketahui bahwa tokoh punakawan juga terdapat dalam karya-karya sastra bahasa Jawa sehari-hari, karena bahasa Jawa Kuno sudah mulai kurang dipahami masyarakat.

Dalam era Jawa baru ini, tokoh punakawan disebut pertama kali dalam Kitab Manik Maya. Kitab ini terbit pada zaman Kartasura oleh Kartamursadah. Dalam kitab ini jelas disebutkan nama Manikmaya. Manik adalah sebutan untuk Bhatara Guru, sedang Maya untuk 'si gendut' Semar.

Si tambun yang kocak

Di bagian tubuh Candi Jago terukir pahatan berupa petikan cerita dari Kitab Mahabharata. Kalau urutan panil-panil relief cerita ditelusuri dari awal, akan tampak seorang tokoh kesatria diiringi seseorang bertubuh pendek, tambun dengan perut buncit, rambut berkuncir dengan jambul mencuat ke depan.

Dia hanya memakai selembar kain di badan bagian bawah, dan badan bagian atas dibiarkan terbuka. Tangan kanannya menekuk ke arah pundak, menyandang suatu bawaan. Tokoh ini tampak mengiringi tokoh kesatria tadi, yang ternyata adalah Raden Arjuna, kesatria penengah Pandawa.

Dari perbandingan dengan cerita-cerita wayang, lazimnya yang mengiringi Arjuna ialah Semar dan anak-anaknya. Para pengiring atau punakawan ini selalu digambarkan sebagai figur yang kocak, suka bergurau, setia dan patuh kepada junjungannya.

Adegan main dadu

Kisah Parthajajna di Candi Jago dimulai dari sudut barat daya, dengan adegan main dadu antara Pandawa dan Kurawa, sampai Arjuna mendaki puncak G. Indrakila untuk bertapa. Dalam perjalanan mendaki inilah Arjuna ditemani para punakawan.

Arjuna rupanya mendapat tugas paling berat dalam mempersiapkan diri untuk menggempur kekuatan Kurawa, dua belas tahun kemudian. Dia harus bertapa di G. Indrakila agar mendapat petunjuk dan senjata dari para dewa.

Dalam menjalani tapa, tokoh kesatria yang tampan dan sakti itu mendapat banyak godaan, baik dalam wujud binatang buas maupun wanita cantik. Dengan bahu-membahu bersama para pengiringnya, Arjuna berhasil menyelesaikan misi tapa brata itu dengan sukses.