Find Us On Social Media :

Merebut Irian Barat dari Dalam: Saat Papua Jadi Bagian dari Indonesia

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 22 September 2024 | 11:07 WIB

Indonesia ingin Irian Barat kembali ke pangkuannya, sementara Belanda semakin menutup akses. Tak ada jalan lain kecuali operasi militer.

Perebutan Jayawijaya dan Jayapura

Infiltrasi dalam skala terbatas sebenarnya pernah dilakukan di tahun 1950-an dan awal 1960-an. Misalnya ke Pulau Gag pada 1952 yang dipimpin oleh Ali Kahar. Setahun kemudian, infiltrasi ke Fakfak dipimpin Sersan Kalalo M.L. dengan wakil Kopral B.P.X. Sauth. Infiltrasi ke Teluk Etna (Kaimana) pada 1954 dipimpin oleh J.A. Di-mara. Ketika itu tim kecil ini mengedarkan uang kertas Republik Indonesia di Irian Barat. Sayang, tim 42 orang itu belakangan tertangkap.

Lantas ada Operasi Sandi A dan B yang dilaksanakan pada 9 November 1960. Pada tanggal itu, dari Pulau Buru diberangkatkan kelompok infiltran pertama menuju Teluk Etna. Dipimpin oleh Lettu Inf. Antaribawa, kelompok ini bertugas menyusup dan mempengaruhi penduduk setempat agar mau melawan Belanda.

Sedangkan Operasi Sandi C bertugas berdiplomasi di luar negeri untuk memperlemah kedudukan Belanda di Irian Barat. Lalu pada 14 November dikirim kelompok 33 orang di bawah pimpinan Letnan Inf. Djamaluddin Nasution untuk melakukan pendaratan di Teluk Cenderawasih di Kep. Raja Ampat. Sementara itu Presiden Sukarno mendesak Kepala Staf KOTI Mayjen TNI Ahmad Yani supaya Operasi Infiltrasi segera dilaksanakan guna mendukung diplomasi.

Operasi Jayawijaya dimulai pada 12 Agustus 1962, melibatkan para perwira penyusun strategi penyerangan laut antara lain Komodor (P) Soedomo, Kolonel Udara Sri Mulyono Herlambang, dan Mayor Udara Pribadi.

Sementara Komodor Udara Leo Wattimena dibantu Kolonel Inf. Achmad Wiranatakusumah, dan Mayor Udara Muhammad Loed ditugaskan merancang operasi lintas udara. Kolonel (P) Mulyono S, Letkol (P) Haryono Nimpuno, Letkol KKO Soewadji, dan Mayor KKO Bob Adman menyusun rencana operasi amfibi.

Yang menjadi masalah, wilayah Irian Barat yang akan direbut terpisah oleh perairan dari wilayah Indonesia lainnya. Jarak terdekat adalah 60 mil, perairannya sangat dipengaruhi oleh angin barat dan timur.

Sementara sebagian besar daratan ditutupi oleh hutan belukar dengan kerapatan pohon sangat tinggi dan diameternya besar, jalan raya terbatas, curah hujan tinggi, dan banyak rawa-rawa. Sementara data intelijen tentang musuh sangatlah minim. Risiko lain: Belanda juga sudah tahu perihal rencana operasi militer Indonesia. Jadi mereka juga waspada.

Untuk mendukung Operasi Jayawijaya, Angkatan Udara Mandala menyiapkan sebuah operasi yang diberi sandi Operasi Siaga. Semua pesawat terbang dari berbagai jenis disiagakan, dibentuk pula enam kesatuan tempur dan dua batalion PGT (Pasukan Gerak Tjepat).

Operasi penerjunan melibatkan tim gabungan dari PGT dan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat, sekarang Komando Pasukan Khusus TNI-AD). Dibagi menjadi sejumlah operasi kecil menurut tahapannya.

Operasi Banteng Ketaton pada 26 April, dibagi menjadi Banteng Putih untuk menerjunkan satu tim gabungan PGT dan 42 orang dari RPKAD dengan tiga pesawat Dakota dengan sasaran Fak-fak, dan Banteng Merah untuk menerjunkan anggota PGT dan 33 anggota RPKAD di Kaimana.

Operasi Garuda 15-25 Mei, dipecah menjadi Garuda Merah I yang menerjunkan 38 prajurit dari Yon-454 Brawijaya dengan menggunakan tiga Dakota di Fakfak, dan Garuda Putih I yangs menerjunkan 27 anggota PGT dan 27 personel dari Yon-454 di Kaimana.