Find Us On Social Media :

Merebut Irian Barat dari Dalam: Saat Papua Jadi Bagian dari Indonesia

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 22 September 2024 | 11:07 WIB

Indonesia ingin Irian Barat kembali ke pangkuannya, sementara Belanda semakin menutup akses. Tak ada jalan lain kecuali operasi militer.

Maka tanggal 13 Juli perundingan Middleburg dimulai lagi. Delegasi Indonesia hampir walk out karena menolak syarat penyerahan kepada PBB dalam masa transisi selama 1 tahun sementara RI menghendaki agar Belanda menyerahkan Irian Barat sebelum 31 Desember 1962.

Perundingan dipindahkan ke Washington pada 25 Juli. Tapi ini pun sama alotnya, mengharuskan AS melakukan intervensi. Presiden Kennedy berkata kepada Menlu Subandrio, “Memulai perang adalah mudah, akan tetapi sulit sekali untuk mengendalikan arahnya, membatasi lingkupnya, ataupun menghentikannya.”

Tak kalah berupaya, Sekjen PBB U Thant pada 27 Juli menegaskan kepada Subandrio, apabila perundingan gagal dan perang sampai pecah, opini dunia akan menyalahkan Indonesia. Tuntutan pengalihan kekuasaan sebelum akhir 1962 tidak masuk akal. Pengalihan baru bisa dilakukan paling cepat 1 Mei 1963.

Kesepakatan akhirnya terjadi. Persetujuan yang ditandatangani 15 Agustus di Markas Besar PBB di New York itu mengatur transisi peralihan kekuasaan. Pada 1 Oktober bendera Belanda diturunkan dan diganti bendera PBB, esok harinya bendera Belanda dinaikkan lagi sebagai simbol kerja sama.

Sampai tanggal 31 Desember bendera Belanda diturunkan dan diganti bendera Indonesia. Akhirnya, pada 1 Mei 1963 bendera PBB diturunkan, dan tinggallah Sang Merah Putih berkibar sendirian di segenap penjuru Irian Barat.

Provinsi Irian Barat Bentuk Baru

Di balik jalan berliku di kancah diplomasi, militer dilanda kegusaran. Ketidaksabaran menanti hasil diplomasi, yang barangkali hasilnya pun belum tentu memuaskan, diwujudkan dengan mobilisasi kekuatan militer. Sesungguhnya pemerintah telah mengakhiri politik damai pada tahun 1957 dan menggantinya dengan politik konfrontasi.

Presiden, Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia, menganggap alotnya perundingan karena Belanda masih ingin melanjutkan kolonialisme di Irian Barat. Maka Bung Karno memerintahkan Angkatan Perang RI untuk melaksanakan Tri Komando Rakyat:

1. Gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua buatan Belanda Kolonial.2. Kibarkanlah Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia.3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.

Sebagai tindak lanjut, pada 1 Januari 1962, melalui Penetapan Presiden RI Nomor 1 tahun 1962, presiden membentuk Provinsi Irian Barat Bentuk Baru. Presiden menunjuk E.J. Bonay sebagai gubernur dan Kolonel Laut R. Pamoedji sebagai wakil gubernur.

Ini kemudian diikuti Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI/Panglima Besar Komando Tertinggi (KOTI) Pembebasan Irian Barat No. 01/Kpts/1962 tanggal 2 Januari 1962, yang membentuk Komando Mandala. Pada 11 Januari 1962 Brigjen Soeharto, Panglima Cadangan Umum Angkatan Darat (Caduad), diangkat menjadi Panglima Komando Mandala dan dinaikkan pangkatnya menjadi Mayor Jenderal.

Untuk merealisasikan Kampanye Trikora, Komando Mandala Pembebasan Irian Barat menyusun tiga tahap pekerjaan. Tahap Infiltrasi, Tahap Penghancuran (Ekspolitasi), dan Tahap Konsolidasi. Rincian penahapan itu dibuat dan ditandatangani oleh Panglima Komando Mandala Mayjen TNI Soeharto pada 16 Februari 1962.