Find Us On Social Media :

Tato, antara Cap Kriminal, Gaya Hidup, dan Tradisi Masyarakat Dunia

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 16 September 2024 | 16:41 WIB

Tato, beberapa tahun yang lalu, diidentikkan dengan dunia kriminal. Tapi belakangan, ia menjadi gaya hidup. Tapi yang jelas, tato adalah tradisi sebagian masyarakat di dunia, termasuk di Indonesia.

Sebab pada dasarnya membuat tato sama dengan menggambar bentuk, tahu cara menarik garis lurus dan lengkung. Selain itu, juga diperlukan kreativitas. "Tidak semata-mata menjiplak," tuturnya.

Gambar yang diabadikan di tubuh mereka yang menganggap tato sebagai seni biasanya berupa flora dan fauna yang indah. Bukan motif-motif seram macam gambar tengkorak, kepala bajak laut, dan sejenisnya, yang sering kali lebih untuk gagah-gagahan atau identifikasi diri.

"Keindahan" tato inilah yang biasanya mampu membuat orang ketagihan ingin menambahnya. "Karena bosan melihat gambar yang itu-itu saja," aku Wahyu.

Bram yang dada, punggung, dan lengan sampai pergelangan tangannya dipenuhi tato pun masih ingin menambah lagi. "Masih banyak yang kosong. Sisain mukanya aja," akunya sambil tertawa. "Saya pikir, sudah kepalang ada, sekalian bikin yang bagus. Citra masyarakat melihat orang dengan satu tato atau sepuluh, ya sama aja," kilahnya.

"Ibarat menanam sebutir biji pare," kata Peser. Biji ini akan tumbuh menjalar ke mana-mana. Begitu pula tato, orang cenderung ingin menambah tato di tubuhnya. "Kalau nggak menyesal, nggak jadi masalah. Tapi kalau menyesal, seumur hidup akan menderita," tambahnya.

Karena itu, Wahyu maupun Peser akan meminta klien yang masih berkulit mulus untuk menimbang-nimbang dulu sebelum memutuskan bertato.

Magis, cantik, dan perkasa

Ekspresi seni lewat rajah tubuh sudah ada sejak zaman dulu. Gambar-gambar di gua-gua menunjukkan, tato sudah ada kira-kira tahun 8000 SM. Di Mesir telah dipraktikkan sebelum tahun 1300 SM. Buktinya ditemukan di pemakaman yang tertinggal di Siberia sejak tahun 300 SM. Lalu Julius Caesar melaporkan, penduduk asli Inggris terlihat bertato ketika dia menyerbu pulau mereka tahun 54 SM.

Sebuah catatan sejarah kuno juga menggambarkan, kebiasaan bertato ini amat lazim bagi masyarakat Yunani, Gaul, Jerman, dan Inggris kuno. Tapi asal usul tato tak diketahui hingga kini. Yang pasti, kata tato itu sendiri berasal dari bahasa Tahiti, tatu.

Menurut penelitian tentang indigenous people di Asia, mulai dari India hingga Jepang, Selandia Baru dan Polinesia, dari dulunya tersohor adanya tato tradisional yang unik. Tak terkecuali Indonesia. Tato sejak dulu merupakan salah satu perwujudan karya seni rupa tradisional yang tak dapat dipisahkan dari beberapa etnik di Indonesia.

Beberapa pakar antropologi memperkirakan praktik ini dikembangkan dari menggambar pada wajah dan tubuh, mungkin hiasan, tanda status, atau perlambang mendapatkan kekuatan magis. Ada pula yang berpendapat, tato merupakan satu bentuk adat masyarakat tertentu berkenaan dengan upacara siklus hidup seseorang, melampaui saat-saat krisis, keadaan gawat penuh bahaya, yang nyata maupun gaib.

Di pulau-pulau Marquesa, gugusan pulau di Lautan Pasifik Selatan, tato merupakan tanda kehormatan dan status baru. Tato juga dijadikan perlambang kejantanan dan keperkasaan. Tercatat betapa Pangeran Wales yang kemudian menjadi Raja Edward VII tak malu menato dirinya. Pun Raja George V dan Pangeran Philip dari Edinborough dan Raja Frederick dari Denmark, serta Nyonya Randolph Churchill memiliki tato di tubuh mereka.