Find Us On Social Media :

Bagaimana Pendidikan Inklusif Berbeda dari Model Pendidikan Tradisional?

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 8 September 2024 | 11:14 WIB

Artikel ini tentang bagaimana pendidikan inklusif berbeda dari model pendidikan tradisional? Semoga bermanfaat untuk para pembaca sekalian.

Artikel ini tentang bagaimana pendidikan inklusif berbeda dari model pendidikan tradisional? Semoga bermanfaat untuk para pembaca sekalian.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channe, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Belakangan ini ramai wacana perihal pendidikan inklsusif. Ada pendidikan inklusif artinya ada pendidikan eksklusif/tradisional. Lalu bagaimana pendidikan inklusif berbeda dari model pendidikan tradisional?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, pertama-tama kita harus tahu terlebih dahulu, apa itu pendidikan inklusif, kapan ia pertama-tama muncul, dan apa motif yang menjadi latar belakang kemunculannya.

Inklusif, menurut KBBI, artinya ‘termasuk’ dan ‘teritung’.

Mengutip situs kemdikbud.go.id, pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Pada dasarnya, pendidikan inklusif ini bersifat ramah anak, sebab sasarannya adalah para anak-anak yang berkebutuhan khusus supaya mereka tetap dapat belajar di sekolah sama seperti anak-anak lainnya.

Istilah pendidikan inklusif atau pendidikan inklusi ini dicetuskan oleh pihak UNESCO, dengan tujuan supaya pendidikan harus ramah untuk semua orang dan menjangkau semua orang tanpa terkecuali. Karena pada dasarnya, semua orang memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam memperoleh manfaat yang maksimal dari pendidikan.

Menurut profesor pendidikan inklusif dari Universitas Syracuse, Sapon Shevin, pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus untuk belajar di sekolah-sekolah terdekat bersama teman-teman seusianya. Biasanya, sekolah yang menyelenggarakan sistem pendidikan ini mampu menampung semua murid untuk berada di kelas yang sama.

Sekolah ini nantinya juga akan menyediakan program pendidikan yang layak dan menantang, tetapi tetap disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan dari setiap muridnya. Tidak hanya itu saja, sekolah inklusif juga memberikan bantuan dan dukungan dari para guru supaya anak-anak didiknya berhasil.

Karena itulah konsep pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Penyelenggaraan sekolah ini bertujuan supaya semua anak dapat mengakses pendidikan seluas-luasnya tanpa diskriminasi.

Berhubung pendidikan inklusif ini “menyatukan” anak berkebutuhan khusus dan anak reguler, maka pihak sekolah yang menyelenggarakannya juga harus menyesuaikan kebutuhan peserta didik, mulai dari kurikulum, sarana pendidikan, hingga sistem pembelajarannya.

Untuk tenaga pendidik, diusahakan adalah mereka yang terlatih dan profesional di bidangnya supaya dapat menyusun program pendidikan secara objektif.

Embrio pendidikan inklusif berasal dari negara-negara Skandinavia seperti Denmark, Swedia, dan Norwegia pada. Pada 1960-an, Presiden Amerika Serikat, J.F. Kennedy mengirimkan pakar-pakar Pendidikan Luar Biasa ke sana untuk mempelajari mainstreaming dan Least Restrictive Environment yang ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat.

Lalu pada 1991 Inggris mulai memperkenalkan konsep pendidikan ini dari mengubah model pendidikannya yang awalnya adalah segregatif ke integratif. Segregatif adalah pemisahan kelompok ras atau etnis secara paksa.

Tuntutan akan penyelenggaraan pendidikan inklusif untuk diterapkan di seluruh dunia semakin direalisasikan sejak diadakannya sebuah konferensi dunia mengenai hak anak pada 1989. Lalu pada 1991 di Bangkok, Thailand, dideklarasikan kampanye “Education for All”.

Melalui kampanye itu, konferensi mengikat semua anggotanya supaya anak-anak tanpa terkecuali yang ada di negara masing-masing dapat memperoleh pelayanan pendidikan secara memadai dan tanpa diskriminasi.

Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 1994, sebagai implementasi dari kampanye tersebut, diselenggarakan sebuah konvensi pendidikan di Salamanca, Spanyol. Di situ dicetuskan bahwa pendidikan inklusif sangat diperlukan, yang selanjutnya dikenal dengan “The Salamanca statement on inclusive education”.

Berhubung negara-negara di dunia telah berusaha mengembangkan pendidikan inklusif, maka Indonesia juga turut melakukannya.

Pada 2004, pemerintah Indonesia menyelenggarakan konvensi nasional dan menghasilkan sebuah Deklarasi Bandung yang berisi bahwa Indonesia berkomitmen menuju pendidikan inklusif. Setahun kemudian, diadakan sebuah simposium internasional di Bukittinggi hingga menghasilkan sebuah Rekomendasi Bukittinggi.

Dalam rekomendasi tersebut berisikan banyak hal, antara lain adalah menekankan perlunya untuk mengembangkan program pendidikan inklusif sebagai salah satu cara menjamin anak-anak memperoleh pendidikan dan pemeliharaan secara berkualitas dan layak.

Kembali ke pertanyaan di atas, bagaimana pendidikan inklusif berbeda dari model pendidikan tradisional?

Yang paling terlihat, pendidikan inklusif menekankan pada integrasi semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, ke dalam satu lingkungan belajar yang sama. Sementara pendidikan tradisional cenderung mengikuti metode yang seragam dan tidak selalu mempertimbangkan perbedaan individu.

Terkait pendekatan dan tujuan, pendidikan inklusif bertujuan mengintegrasikan semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, ke dalam satu lingkungan belajar yang sama. Artinya setiap siswa, tanpa terkecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang.

Sebaliknya, pendikan tradisional cenderung lebih homogen dan tidak selalu mempertimbangkan keberagaman siswa.

Dalam pendidikan inklusif, pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan individu setiap siswa. Guru bekerja sama dengan siswa dan orang tua untuk menciptakan rencana pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing siswa.

Sementara pendidikan ekslusif sering kali menggunakan pendekatan satu ukuran untuk semua, di mana semua siswa diajarkan dengan cara yang sama tanpa mempertimbangkan perbedaan individu.

Perbedaan mencolok lainnya adalah soal kolaborasi dan partisipasi. Pendidikan inklusif menekankan pentingnya kolaborasi antara guru, siswa, dan orangtua. Sementara dalam pendidikan tradisional, kolaborasi dan partisipasi siswa mungkin tidak selalu menjadi fokus utama.

Pendidikan inklusif memastikan bahwa semua fasilitas dan sumber daya sekolah dapat diakses oleh semua siswa. Ini termasuk penyesuaian fisik, seperti ramp dan lift, serta penyesuaian dalam materi pembelajaran, seperti buku braille dan perangkat bantu dengar.

Pendidikan tradisional mungkin tidak selalu menyediakan aksesibilitas yang sama bagi siswa dengan kebutuhan khusus.

Menurut sebuah penelitian, pendidikan inklusif dapat meningkatkan hasil belajar dan keterlibatan siswa. Siswa yang belajar dalam lingkungan inklusif cenderung memiliki sikap yang lebih positif terhadap keberagaman dan lebih siap untuk berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang. Pendidikan inklusif juga dapat membantu mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap siswa dengan kebutuhan khusus.

Meskipun begitu, pendidikan inklusif juga punya tantangan. Di antaranya kebutuhan akan pelatihan dan dukungan yang memadai bagi guru. Guru perlu dibekali dengan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengajar dalam lingkungan inklusif. Selain itu, kesenjangan infrastruktur dan sumber daya juga dapat menjadi hambatan dalam implementasi pendidikan inklusif.

Pendidikan inklusif berbeda dari model pendidikan tradisional dalam berbagai aspek, termasuk pendekatan, tujuan, personalisasi pembelajaran, kolaborasi, dan aksesibilitas. Pendidikan inklusif menekankan pada integrasi semua siswa dan penyesuaian pembelajaran sesuai dengan kebutuhan individu, sementara pendidikan tradisional cenderung lebih homogen dan seragam.

Itulah jawaban dari pertanyaan bagaimana pendidikan inklusif berbeda dari model pendidikan tradisional? Semoga bermanfaat untuk para pembaca sekalian.