Find Us On Social Media :

Bagaimana Pendidikan Inklusif Berbeda dari Model Pendidikan Tradisional?

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 8 September 2024 | 11:14 WIB

Artikel ini tentang bagaimana pendidikan inklusif berbeda dari model pendidikan tradisional? Semoga bermanfaat untuk para pembaca sekalian.

Karena itulah konsep pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Penyelenggaraan sekolah ini bertujuan supaya semua anak dapat mengakses pendidikan seluas-luasnya tanpa diskriminasi.

Berhubung pendidikan inklusif ini “menyatukan” anak berkebutuhan khusus dan anak reguler, maka pihak sekolah yang menyelenggarakannya juga harus menyesuaikan kebutuhan peserta didik, mulai dari kurikulum, sarana pendidikan, hingga sistem pembelajarannya.

Untuk tenaga pendidik, diusahakan adalah mereka yang terlatih dan profesional di bidangnya supaya dapat menyusun program pendidikan secara objektif.

Embrio pendidikan inklusif berasal dari negara-negara Skandinavia seperti Denmark, Swedia, dan Norwegia pada. Pada 1960-an, Presiden Amerika Serikat, J.F. Kennedy mengirimkan pakar-pakar Pendidikan Luar Biasa ke sana untuk mempelajari mainstreaming dan Least Restrictive Environment yang ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat.

Lalu pada 1991 Inggris mulai memperkenalkan konsep pendidikan ini dari mengubah model pendidikannya yang awalnya adalah segregatif ke integratif. Segregatif adalah pemisahan kelompok ras atau etnis secara paksa.

Tuntutan akan penyelenggaraan pendidikan inklusif untuk diterapkan di seluruh dunia semakin direalisasikan sejak diadakannya sebuah konferensi dunia mengenai hak anak pada 1989. Lalu pada 1991 di Bangkok, Thailand, dideklarasikan kampanye “Education for All”.

Melalui kampanye itu, konferensi mengikat semua anggotanya supaya anak-anak tanpa terkecuali yang ada di negara masing-masing dapat memperoleh pelayanan pendidikan secara memadai dan tanpa diskriminasi.

Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 1994, sebagai implementasi dari kampanye tersebut, diselenggarakan sebuah konvensi pendidikan di Salamanca, Spanyol. Di situ dicetuskan bahwa pendidikan inklusif sangat diperlukan, yang selanjutnya dikenal dengan “The Salamanca statement on inclusive education”.

Berhubung negara-negara di dunia telah berusaha mengembangkan pendidikan inklusif, maka Indonesia juga turut melakukannya.

Pada 2004, pemerintah Indonesia menyelenggarakan konvensi nasional dan menghasilkan sebuah Deklarasi Bandung yang berisi bahwa Indonesia berkomitmen menuju pendidikan inklusif. Setahun kemudian, diadakan sebuah simposium internasional di Bukittinggi hingga menghasilkan sebuah Rekomendasi Bukittinggi.

Dalam rekomendasi tersebut berisikan banyak hal, antara lain adalah menekankan perlunya untuk mengembangkan program pendidikan inklusif sebagai salah satu cara menjamin anak-anak memperoleh pendidikan dan pemeliharaan secara berkualitas dan layak.

Kembali ke pertanyaan di atas, bagaimana pendidikan inklusif berbeda dari model pendidikan tradisional?