Find Us On Social Media :

Tiga Singh Keturunan India Harumkan Nama Indonesia di Atletik Dunia

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 5 September 2024 | 13:32 WIB

Tiga Singh keturunan India, Ndalip, Gurnam dan Charanyit, pernah membuat harum nama Indonesia di cabang atletik dunia.

Tapi tahun 1956 terdengarlah nama Gurnam Singh, yang di Medan menurunkan rekor sekaligus sampai 36:09,0. Terdapat semacam persaingan dari kejauhan waktu itu antara kedua Singh ini. Dalam kejuaraan PASI 1956 di Yogya Ndalip rebut kembali rekornya dengan 34:21,0.

Patut kita catat nama Ndalip Singh sebagai pelari luar biasa untuk tahun 1956. Sebab dalam kejuaraan nasional 1956 di Yogya itu Ndalip telah menjadi trijuara: untuk 1500 m, 5000 m dan 10000 m.

Setelah tahun 1956 lewat maka lewatlah juga riwayat Ndalip Singh sebagai pelari Indonesia. Tapi tradisinya dilanjutkan oleh Gurnam Singh, yang merajai arena atletik dari 1960 sampai 1962. Berturut-turut, tanpa memberikan kesempatan kepada pelari lain, Gurnam memperbaiki rekor nasional: pada 1960 33:55,0 dan 33:26,9, pada 1961 33:23,6 dan 32:50,8 (kejuaraan terbuka Malaysia) dan 1962 31:58,1 ( kejuaraan di Manila), 31:13,8, kemudian Asian Games 4 di Jakarta 30:47,2.

Marathon

Ndalip Singh memenangkan perlombaan lari marathon dalam PON ke-2 1951 di Jakarta, waktu terbaiknya saat itu adalah 3:37:08,2. Tahun 1953 dalam PON ke-3 memperbaikinya dengan 3:20:17,6 kemudian pada 1960 Sunardi berhasil menurunkannya lagi, yaitu 2:53:27,0. Setelah itu tiga kali berturut-turut Gurnam Singh menciptakan waktu terbaik di Indonesia untuk lari marathon. Pertama tahun 1961 di Medan mencatat 2:44:19,0, lalu 1962 di Jakarta 2:28:39,0 dan 2:27:58,6.

Menarik juga jika mengetahui bahwa waktu terbaik sedunia pada 1951 pernah di angkat 2:29:19,2, dan pada 1962 waktu terbaik sedunia sudah menjadi 2:14:14,0.

Sedikitnya mengingat keterbelakangan Indonesia dalam olahraga atletik saat itu maka selisih waktu 10 tahun dalam rekor marathon Gurnam sudah dapat dianggap cukup menggembirakan. Dari ketiga pelari Singh itu Gurnam-lah yang memberikan kesan paling kontroversial.

Melihat kekuatannya dalam lari jarak-jarak jauh membuat orang berkesimpulan: tidak terlampau sulit baginya untuk mencapai taraf internasional. Tapi anehnya dia selalu gagal dalam kejuaraan-kejuaraan besar.

Tahun 1962 merupakan tahun puncak dan tahun kegagalan bagi Gurnam. Dalam dwilomba Indonesia-Australia menjelang Asian Games untuk kelas 10000 m Gurnam berhasil mengalahkan pelari ternama Australia, Albert Thomas, yang pernah menciptakan rekor dunia untuk jarak 2 dan 3 mil. Gurnam bahkan telah meninggalkan Thomas sampai sejauh 300 m.

Bahwa di malam berikutnya Thomas membuat pembalasan dengan mengalahkan Gurnam dalam lari 5000 m hal ini sama sekali tidak mengecilkan arti kemenangannya malam sebelumnya. Dalam 5000 m ini hampir seluruh jarak Gurnam dibiarkan mendahului dan menentukan tempo oleh Albert Thomas dan rekannya Trevor Vincent. Dalam 10000 m Gurnam pun mendahuluinya, tapi dalam jarak sejauh ini pada akhirnya Thomas tidak mampu mengikuti tempo Gurnam.

Saat Asian Games Gurnam tercatat hanya untuk dua nomor, 10000 m dan marathon. Jelaslah, bahwa Gurnam telah meletakkan seluruh harapan untuk menang pada kedua nomor spesialisasinya ini. Daya dan tenaga sebetulnya ada pada pelari bersorban itu; tetapi cara dan sifatnya dalam berlomba tidak menguntungkan baginya.

Meskipun sudah berpengalaman sepuluh tahun lebih dalam pertandingan besar di antara pelari-pelari bertaraf internasional seakan-akan masa pengalaman selama itu tidak berpengaruh sama sekali. Karena hal inilah dalam 10000 m Gurnam hanya kebagian medali perunggu, semata-mata disebabkan kesalahan taktik berlomba.

Sifat seakan-akan kehilangan pengalaman sama sekali itu ternyata benar dalam perlombaan lari marathon. Selama jarak 28 km dari 42 km lebih jarak perlombaan Gurnam memimpin kelompok kecil pelari, yang sudah kerontokan dua orang.

Sebetulnya Gurnam cukup mempertahankan tempo lari agar sedikit mendahului kelompok antara lain terdiri atas Nagata dari Jepang dan Jousaf dari Pakistan. Tapi tanpa perdulikan tempo pesaingnya, hawa udara, keadaan parcours dan kondisi diri sendiri Gurnam "ngiprit" terus, jauh meninggalkan lawan.

Hampir jarak km 29 dicapai, Gurnam jatuh terkulai dan hilanglah harapan untuk menggondol sebuah medali lagi. Tamatlah riwayatnya juga dalam dunia atletik Indonesia, sebab kemudian dia tidak muncul lagi di arena atletik Indonesia.

Perannya Sebagai pelakon utama telah terhenti, namun nama Gurnam Singh tidak akan lenyap sepanjang sejarah atletik Indonesia, demikian juga nama-nama Ndalip Singh dan Charanyit Singh.