Find Us On Social Media :

Demonstran Itu Tewas di Gunung Semeru, Catatan Rudy Badil Mengenang Kematian Soe Hok Gie

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 2 September 2024 | 16:03 WIB

Rudy Badil menuliskan kenangan-kenangan terakhirnya dengan sahabat sekaligus dosennya di FSUI, Soe Hok Gie, yang tewas di Gunung Semeru.

Rudy Badil menuliskan kenangan-kenangan terakhirnya dengan sahabat sekaligus dosennya di FSUI, Soe Hok Gie, yang tewas di Gunung Semeru.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - 16 Desember 1969 demonstran legendaris Soe Hok Gie mengembuskan napas terakhirnya, tak jauh dari kawah Gunung Semeru, di Jawa Timur sana. Bersama salah satu karibnya, Idhan Lubis, Hok Gie tewas setelah menghirup belerang dari puncak tertinggi Pulau Jawa itu.

Rudy Badil, salah satu rekan seperjalanannya dalam pendakian tersebut, menulis sebuah kenang-kenangan untuk Sang Demonstran, yang di Majalah Intisari pada Desember 1994. 

---

DEMONSTRAN ITU TEWAS DI GUNUNG SEMERU

Pertama-tama biasa-biasa saja, saat melihat Herman O. Lantang yang memimpin pendakian itu turun sendirian, tergesa-gesa di lereng pasir dan batuan. Muka Herman yang memang keras, kali itu tampak sangat kaku dan tegang sekali. Tanpa kalimat panjang Herman berkata kepada Aristides Katoppo (Tides), lebih kurang begini: "Soe sama Idhan kena kecelakaan. Soe dan Idhan sudah meninggal."

Meninggal! Tides, Fred Lasut, Wiwiek A. Wiyana, dan saya, terus terang mulai kaget. Namun tetap masih tak yakin berita dari Herman yang suaranya mulai lirih. Maman A. Rachman yang kelihatannya masih shock, karena baru saja jatuh bergelinding cukup jauh ke suatu lembah cukup dalam, hanya terdiam menunduk dan entah mendengar atau tidak berita Herman itu.

Tides sebagai anggota tertua dengan sabar mengajak Herman bicara lagi. Entah apa pembicaraannya, karena suara angin di ketinggian 3.200-an meter meniup bunyi perbincangan itu. Yang terasa sekali di sore menjelang magrib tanggal 16 Desember 1967, justru kepala terasa agak pusing, perut lapar, dan leher kering.

Belum lagi tusukan hawa dingin di tanah bebatuan yang membatasi daerah gundul dengan tegakan pohon cemara terakhir, makin bikin pikiran bingung dan menghambat mulut untuk bertanya lebih jauh - perihal "kecelakaan" yang diberitakan Herman.