Find Us On Social Media :

Tan Malaka Spesialis Bawah Tanah Tewas di Ujung Bedil Bangsa Sendiri

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 1 September 2024 | 12:33 WIB

Tan Malaka aktivis kemerdekaan sejati. Jadi inspirasi Semaoen hingga Soekarno. Naas, tewas di tangan negaranya sendiri.

Baca Juga: Apa Saja Peran Tan Malaka dalam Peristiwa Pascaproklamasi Kemerdekaan Indonesia?

Utang menumpuk tidak memungkinkannya tetap tinggal di Belanda, sehingga tahun 1919 dia angkat koper untuk menjadi guru anak-anak kaum buruh perkebunan tembakau di Sumatera Timur.

Semasa Tan Malaka di Belanda, gagasan revolusioner kebetulan sedang tumbuh subur di seluruh kawasan Eropa. Ide-ide Karl Marx tentang komunisme sedang disemai dalam wujudnya yang praksis. Tidak jelas benar bagaimana ide-ide komunisme mulai menariknya, sampai ia menerjuninya secara praksis.

Yang jelas, di Belandalah minat politik Tan Malaka tergugah. Dia terbentuk menjadi nasionalis yang berkobar-kobar sekaligus simpatisan komunisme yang aktif.

Tidak mengherankan pula betapa ia sangat tertarik dengan kemenangan Revolusi Bolshevik di Rusia pada 1917. Gagasan-gagasannya terbentuk antara lain di dalam kelompok diskusi yang ditokohi oleh Sneevliet, yang lalu dilahirkan kembali dalam bentuk artikel di koran.

Tan Malaka juga sempat menjadi anggota Indische Inlichtingendienst (Dinas Penerangan Hindia) yang dibentuk oleh Sneevliet. Lembaga ini berperan sebagai pemberi informasi mengenai situasi di Hindia Belanda kepada koran-koran komunis dan para anggota parlemen Belanda.

Menggagas Persatuan Indonesia

Selentingan tentang aktivitas Sarekat Islam (SI) yang sedang marak di Jawa bisa jadi terdengar di telinga Tan Malaka sehingga tahun 1921 dia tinggalkan gaji lumayan tinggi di perkebunan Senembah, Deli, Sumatera Timur, untuk berangkat ke Jawa.

Dia pun mulai mengenal Sarekat Islam melalui seorang sahabatnya, R. Soetopo, guru Sekolah Pertanian di Purworejo. Soetopo-lah yang membawa Tan Malaka ke kongres Centrale Sarekat Islam (CSI) di Yogyakarta, 2 - 6 Maret 1921.

Di tempat ini pula Tan Malaka bertemu dengan Semaoen, tokoh pendiri Partai Komunis Indonesia (PKI). Semaoen sangat tertarik dengan Tan Malaka karena, konon, baginya Tan Malaka merupakan bumiputera terpelajar pertama yang mengenal dan akrab dengan marxisme. Kongres CSI di Yogyakarta berlangsung dalam suasana persaingan antara SI dan PKI.

Seperti kita ketahui PKI lahir dari rahim Sarekat Islam dengan julukan "Sarekat Islam Merah". Belakangan, hubungan antara SI dan PKI secara resmi terputus pada Kongres Luar Biasa CSI di Surabaya tanggal 6-10 Oktober 1921. Tan Malaka lebih condong ke PKI ketimbang dengan SI.

Sudah barang tentu kedatangan Tan Malaka ke Jawa bagi Semaoen merupakan siraman darah segar kepada PKI dalam konteks persaingan dengan SI untuk menarik pengikut. Semaoen kemudian meminta Tan Malaka untuk mendirikan sekolah-sekolah berdasarkan doktrin Marxisme untuk anak-anak anggota SI.