Find Us On Social Media :

Kisah-kisah Unik di Balik Penumpasan Gerakan 30 September 1965

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 1 September 2024 | 11:19 WIB

Penumpasan gerakan makar yang didalangi gerombolan yang mengatasnamakan dirinya Gerakan 30 September tersebut masif dilakukan di seluruh negeri oleh ABRI (kini TNI). Kami menggali beberapa peristiwa yang tak banyak diingat orang lagi dari harian Kompas dan Sinar Harapan terbitan waktu itu.

Pisaunya Terhunus

Suatu malam di Ponorogo, pada pukul 20.00, 22 November 1965, seorang pemuda berusia sekitar 20 tahun berjalan sendiri melewati jalanan yang gelap. Mendadak ia merasa dibuntuti. Ketika menengok ke belakang dilihatnya dua orang wanita makin lama makin mendekat. Hatinya mulai ciut.

Maklumlah, di masa itu cerita-cerita mengenai kekejaman anggota Gerwani cukup bikin bulu kuduk berdiri. Apalagi ketika ditengoknya lagi, nampak kedua wanita itu membawa pisau terhunus! Ia mempercepat jalannya sampai tersandung-sandung.

Entah bagaimana, rupanya tersusul juga pemuda ini oleh kedua ibu, sehingga akhirnya ia menyapa mereka, "Ya Allah, Buu..., sampai saya tersandung-sandung. Mau ke mana?"

"Mau rewang (membantu tetangga hajatan). Membantu memasak di rumah yang terang itu!"

"Saya kira... Mari Bu, selamat malam!"

Salah seorang ibu kebetulan istri koresponden Kompas. (Kompas, Sabtu 4 Desember 1965)

Garwane Dikira Gerwani

Bu Sastrosularno sedang sendirian ketika pasukan tentara dari Batalyon G mengadakan gerakan pembersihan di daerah Nusukan-Prawit, Solo. Mereka melihat setumpukan buletin di atas meja. Salah satu buletin bertuliskan “G.S.”

Karena sedang menumpas G30S, tak heran mereka menaruh perhatian khusus dan menanyakan artinya. "Anu, Pak ...," Bu Sastro gelagapan. "G artinya Gotong-Royong, S artinya...," ia terhenti. Mulutnya cuma komat-kamit.

Para anggota Yon G kontan curiga. "Sudah, terus terang saja." Bu Sastro semakin gugup. Kepanjangan dari huruf "S" itu benar-benar hilang dari ingatannya. Untunglah seorang anak angkatnya muncul dan segera menyela bahwa "S" adalah singkatan dari "subur".

Mendengar jawaban si anak, petugas dengan wajah agak lega bertanya lagi, "Siapa pemilik buletin-buletin ini?"

"Suami saya, Pak. Sastrosularno."

Mungkin sekadar untuk meyakinkan dirinya si petugas bertanya lagi, "Ibu Gerwani, ya?"

"Inggih (ya), Pak," sahut si ibu mantap!

"Apa? Jadi ibu adalah anggota Gerwani? Ayo, ikut...!" bentak si petugas.

"Maaf, Pak. Saya bukan anggota Gerwani. Saya kira Bapak bertanya garwane (istrinya), maka saya iyakan. Saya bukan Gerwani. Saya garwane Pak Sastro yang menjadi pegawai Sekolah ‘Warga’ itu." (Kompas, Kamis 9 Desember 1965).

Baca Juga: Pemberontakan PKI Madiun 1948 Hanya Selang 6 Hari Setelah PON Pertama Berakhir, 1 Atletnya Jadi Korban