Find Us On Social Media :

Sartono Kartodirdjo, Begawan Sejarah Indonesia Bekas Tetangga Ibu Tien Soeharto

By Moh. Habib Asyhad, Jumat, 30 Agustus 2024 | 15:42 WIB

Sartono Kartodirdjo, begawan sejarah Indonesia. Ternyata pernah jadi tetangga Ibu Tien Soeharto saat masih sekolah dulu.

Sartono adalah satu-satunya anak laki-laki dari dua perkawinan ayahnya ini.

Berbeda dengan Sartono yang mengabdikan seluruh hidupnya bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan, kedua kakak kandungnya memilih hidup sebagai biarawati. Kakak tertuanya, Stanislas alias Sarsini, dianggap Sartono sebagai orang yang sangat mempengaruhi hidup dan pikirannya, terutama dalam soal-soal kerohanian.

Waktu Sartono masih duduk di sekolah dasar, Sarsini-lah yang memindahkannya dari HIS (Hollands Inlandsche School) milik gubernemen di Wonogiri ke HIS milik misi Katolik di Solo, hanya semata-mata karena ia menginginkan adiknya mendapat porsi pendidikan agama lebih banyak.

Juga berbeda dari dua kakaknya, kedua adiknya kini hidup berumah tangga, satu tinggal di Semarang, sedang yang lain tinggal di Jakarta. Adiknya yang terkecil, seorang dokter hewan, menikah dengan Mohammad Soerjani, pernah menjadi kepala Pusat Studi Lingkungan Universitas Indonesia (PSL-UI).

Kartodirdjo, nama belakang Sartono, ternyata bukan nama ayahnya. Menurut Sartono nama itu diambilnya dari nama seorang leluhurnya yang berasal dari Solo, yang, konon, merupakan seorang pengikut Pangeran Diponegoro dalam melawan Belanda. Nama ini baru dipakainya setelah ia dewasa.

"Habis, orang yang namanya Sartono 'kan banyak," katanya sambil menyebut nama Sartono lain, ahli paleontologi di ITB, sebagai contoh.

Nama ayah Sartono sendiri adalah Tjitrosarojo, seorang posterij ambtenaar, pegawai jawatan pos zaman kolonial. Jabatan ayahnya inilah yang memungkinkan Sartono bersekolah di HIS, yang tak semua anak pribumi bisa memasukinya. Di HIS ini Sartono menjadi kakak kelas dari Suhartinah, anak tetangganya yang kini jadi Ibu Negara kita. "Salah satu guru saya waktu itu adalah Pak Prodjo, ayahnya Pak Umar Kayam."

Ketika jadi siswa HIS Sartono sebenarnya tinggal hanya bertiga saja bersama ayah dan ibunya di rumah mereka yang besar. Kedua kakaknya sudah tidak tinggal lagi di Wonogiri, karena bersekolah guru (Kweekschool) di Mendut.

Namun, Sartono ingat bahwa pada masa itu banyak saudara sebayanya yang ikut tinggal bersama orangtuanya, karena mereka juga bersekolah di HIS yang cuma satu-satunya di Wonogiri. "Kalau tak salah di rumah kami pernah mondok sampai enam belas orang saudara yang orang tuanya tinggal di daerah-daerah lain," Sartono mengenang.

Selain Suhartinah, yang biasa dipanggil Bu Tien", dan Oemar Seno Adji, kakak kelasnya yang kemudian pernah menjadi ketua Mahkamah Agung, Sartono tidak ingat lagi siapa teman-teman lain dari masa HIS-nya di Wonogiri. Ini karena ketika duduk di kelas enam ia dipindahkan ke HIS Katolik Purbayan di Solo.

Pak Guru kecantol Bu Guru

Tamat HIS pada 1935 dia melanjutkan sekolah ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), setingkat SMTP sekarang. Di sini ia hanya sempat duduk di kelas satu, karena pada tahun berikutnya ia pindah ke Muntilan untuk masuk HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool), sekolah guru.