Find Us On Social Media :

Sartono Kartodirdjo, Begawan Sejarah Indonesia Bekas Tetangga Ibu Tien Soeharto

By Moh. Habib Asyhad, Jumat, 30 Agustus 2024 | 15:42 WIB

Sartono Kartodirdjo, begawan sejarah Indonesia. Ternyata pernah jadi tetangga Ibu Tien Soeharto saat masih sekolah dulu.

Tantangan mesti dijawa

"Justru karena itu saya merasa ditantang untuk membuktikan bahwa saya masih mampu berprestasi dan tak kalah dengan mereka yang muda-muda," jawab Sartono saat itu waktu ditanya pengaruh usia dan kesehatannya pada kegiatan kerjanya.

Bagi Sartono, hidup memang berarti menjawab semua tantangan.

Ketika diterima menjadi mahasiswa Fakultas Sastra UI, dia memutuskan memilih Jurusan Sejarah karena jurusan ini kurang peminatnya, sehingga dianggapnya sebagai kekosongan yang perlu diisi. Teman-teman seangkatannya, seperti R.P. Soejono, pernah jadi kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, dan Harsojo, guru besar antropologi yang telah almarhum, memilih jurusan-jurusan lain.

Pulang dari studi di luar negeri tahun 1967, sebenarnya dia bisa saja bekerja di Jakarta, menjadi peneliti di Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia alias MIPI (sekarang BRIN) atau mengajar di UI. Namun, Sartono memilih tinggal dan bekerja di Yogyakarta, kota yang pada masa itu boleh dikatakan belum memiliki pusat-pusat kegiatan ilmiah, di mana ia bisa berkarier.

"Waktu itu saya berpikir, kok semua yang baik cuma ada di Jakarta. Padahal, di luar Jakarta ilmu 'kan juga harus dikembangkan," kata Sartono.

Karena itulah dia lalu menerima tawaran dari Universitas Gadjah Mada untuk menjadi pengajar tetap di sana. Salah satunya berkat Sartono, Jurusan Sejarah UGM menjadi salah satu lembaga pendidikan sejarah yang boleh dibilang terbaik di tanah air.

Sejarawan-sejarawan terkemuka lain, seperti Taufik Abdullah dan Abdurrachman Surjomihardjo, tak lain adalah bekas mahasiswa atau promovendus yang pernah dibimbing Sartono.

"Mengapa saya berusaha menyusun buku sejarah Indonesia, tak lain ya untuk menjawab tantangan juga," kata Sartono tentang bukunya yang akan segera terbit itu. Kualitas buku-buku sejarah Indonesia yang ada dianggap Sartono masih kurang memuaskan. Kalaupun ada yang baik, menurut Sartono, itu biasanya ditulis oleh sejarawan asing. “Kan aneh kalau kita harus mengacu pada karya-karya asing setiap kali kita berbicara tentang sejarah kita sendiri," tambahnya lagi.

Sikap Sartono yang selalu berusaha menjawab tantangan yang dihadapinya menyebabkan dia disebut sebagai Toynbee-an oleh rekan-rekannya. Istilah ini diambil dari nama sejarawan terkenal Inggris, Arnold J. Toynbee, yang mengembangkan konsep challenge and response untuk menganalisis proses-proses sejarah.

Tetangga Ibu Tien

Dilahirkan di Wonogiri, Jawa Tengah, 1921, Sartono adalah anak ketiga dari lima orang bersaudara. Bersama Sartono, dua orang kakaknya merupakan hasil perkawinan pertama ayahnya, sedang kedua adiknya adalah hasil perkawinan yang kedua. Ayahnya menikah kembali setelah ibunya meninggal dunia ketika Sartono masih kecil.