Find Us On Social Media :

Profil Anggota BPUPPKI: Dr. Sukiman Wirjosandjojo Yang Dikenal Keras Terhadap Komunis

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 15 Agustus 2024 | 14:18 WIB

Sukiman punya peran penting dalam rangkaian sidang BPUPKI. Ada usulan-usulan penting yang dilontarkan pria kelahiran Solo itu untuk Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi dasar konstitusi negara Indonesia.

Disitu kita mendapat kesan daripada perjalanan perjuangan antara kekuasaan negara dengan kekuasaan rakyat, hingga di dalam negara seperti Inggris yang dulu diperintah secara dispotisch, secara paksaan oleh pihak raja, sekarang terdapatlah suatu bentuk yang di dalam hakekatnya adalah republikein, akan tetapi di dalam Merknya dinamakan Kerajaan, yaitu hanya symbolish atau sebagai etiket saja.

Selain itu Sukiman sangat sepaham bahwa pimpinan negara tidak turun-temurun dan dipilih dalam waktu tertentu dan bentuk negara Islam adalah mirip dengan bentuk negara republik.

Dalam sidang 15 Juli 1945, Sukiman mendapat kesempatan lagi untuk menyumbangkan buah pikirannya dalam membahas rancangan Undang-Undang Dasar yang telah disusun oleh Panitia Perancang materi tersebut. Sukiman memfokuskan perhatiannya pada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan mengusulkan supaya memilih MPR dan DPR dimasukan dalam UUD, mengingat pentingnya kedudukan MPR.

Seiring dengan itu ia meminta Presiden dipilih oleh MPR, dan hal ini "buat sementara waktu tidak langsung oleh rakyat". Sukiman juga mengusulkan tentang hak warga negara untuk dimasukkan ke dalam Undang-Undang Dasar sebagai pendorong untuk membesarkan jiwa rakyat Indonesia yang tertekan oleh adanya penjajah.

Di samping itu Sukiman tak lupa memperjuangkan nasib umat Islam Indonesia dengan mengusulkan bahwa hak-hak kemerdekaan agama tiap-tiap penduduk sebagai aturan ketentuan bentuk Negara Indonesia Merdeka. Hal ini berkaitan dengan adanya sikap kalangan Islam, dari akibat perkembangan dalam Volksraad, yang syak wasangka dengan kalimat “kenetralan dalam hal agama”.

Setelah Indonesia merdeka, Sukiman duduk dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Sukiman kemudian menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Selain duduk dalam pemerintahan, Sukiman tampil dalam partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Partai ini bertujuan untuk melaksanakan ajaran dan hukum Islam di dalam kehidupan orang seorang, masyarakat dan Negara Republik Indonesia menuju keridhoan Illahi, menuju Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.

Dalam kabinet Hatta Sukiman diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri. Tetapi dengan adanya Agresi Militer Belanda II, Sukiman dan sejumlah menteri lainnya berhasil meloloskan diri dan berkedudukan sementara di Solo dan bergabung dengan anggota Partai Masyumi lain untuk meneruskan perjuangan dengan cara bergerilya bersama KH Masjkoer dan Soesanto Tirtopradjo di sekitar Jawa Tengah.

Sukiman ikut serta dalam KMB sebagai anggota delegasi bersama Mohammad Roem. Keduanya dari Masyumi. Dalam masa Republik Indonesia Serikat yang terbentuk dan disetujui dalam KMB, Sukiman duduk menjadi anggota DPR-RIS.

Dalam masa politik dan pemerintahan parlementer (1950-an), Sukiman ditunjuk menjadi Perdana Menteri menggantikan kabinet Natsir. Sukiman dapat bekerja sama dengan orang yang berlainan ideologi, kecuali dengan Komunis (PKI). Dia adalah orang yang paling keras dalam menentang PKI.

Dalam perkembangan masa Sukiman lebih banyak mencurahkan perhatiannya pada bidang pendidikan di Yogyakarta. Dia menjadi penasehat Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta. Juga mendapat kepercayaan menjadi Rektor Universitas Cokroaminoto Yogyakarta. Tokoh pejuang nasional yang islami ini meninggal dunia pada 23 Juli 1972 di Yogyakarta dan dimakamkan di Makam Taman Siswa Celeban, Yogyakarta, sesuai dengan permintaan almarhum semasa hidupnya, berdampingan dengan makam almarhum Ki Hajar Dewantara.

Sumber: Tokoh-tokoh Badan Penylidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional: Jakarta, 1993)