Find Us On Social Media :

Sejarah Perumusan Pancasila Singkat, Dipenuhi Perdebataan Para Pendiri Bangsa

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 15 Agustus 2024 | 13:24 WIB

Artikel ini akan membahas tentang sejarah perumusan Pancasila singkat, termasuk perdebatan-perdebatan yang ada di dalamnya. Termasuk Piagam Jakarta.

Artikel ini akan membahas tentang sejarah perumusan Pancasila singkat, termasuk perdebatan-perdebatan yang ada di dalamnya. Termasuk Piagam Jakarta.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Lahirnya Pancasila tak bisa dilepaskan dari dibentuknya Badan Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Maret 1945. Di dalam forum itulah para pendiri bangsa berdebat salah satunya terkait bentuk dan dasar negara.

BPUPKI diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat. Dalam pidato pembukaannya, dr. Radjiman antara lain mengajukan pertanyaan kepada anggota-anggota sidang, "Apa dasar Negara Indonesia yang akan kita bentuk ini?"

Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yaitu:

Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut:

- Perikebangsaan.- Perikemanusiaan.- Periketuhanan.- Perikerakyatan.- Kesejahteraan rakyat.

Menurut Yamin, kelima sila yang dirumuskan itu berakar kepada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Namun, Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.

Soekarno kemudian mengusulkan Panca Sila yang dikemukakan pada 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila”. Soekarno mengemukakan dasar-dasarnya, yaitu:

1. Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme.2. Kemanusiaan atau internasionalisme.3. Mufakat atau demokrasi.4. Kesejahteraan sosial.5. Ketuhanan yang berkebudayaan.

Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada 1 Juni itu, yaitu:

"Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa – namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi."

Sebelum sidang pertama itu berakhir, dibentuk suatu Panitia Kecil untuk merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar negara berdasarkan pidato yang diucapkan Soekarno pada 1 Juni 1945 dan menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasikan Indonesia Merdeka.

Dari Panitia Kecil itu dipilih sembilan orang yang dikenal dengan Panitia Sembilan, untuk menyelenggarakan tugas itu. Rencana mereka itu disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 yang kemudian diberi nama Piagam Jakarta. Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah:

- Rumusan Pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) – tanggal 22 Juni 1945.

- Rumusan Kedua: Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 – tanggal 18 Agustus 1945.

- Rumusan Ketiga: Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat – tanggal 27 Desember 1949.

- Rumusan Keempat: Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara – tanggal 15 Agustus 1950.

- Rumusan Kelima: Rumusan Pertama menjiwai Rumusan Kedua dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi (merujuk Dekret Presiden 5 Juli 1959).

PIAGAM JAKARTA

Salah satu hal yang memantik perdebataan paling keras dalam urusan "lahirnya Pancasila" adalah terkait Piagam Jakarta. Mengutip Kompas.com, Piagam Jakarta adalah rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang disahkan pada tanggal 22 Juni 1945.

Piagam Jakarta dirumuskan oleh Panitia Sembilan. Sedangkan nama Piagam Jakarta sendiri diusulkan oleh Mohammad Yamin pada 10 Juli 1945, atau pada Sidang BPUPKI Kedua. Dalam perkembangannya, Piagam Jakarta sempat mengalami perubahan dan muncul beberapa kontroversi.

Dalam Sidang Pertama BPUPKI yang berlangsung tanggal 29 Mei-1 Juni 1945, para anggota BPUPKI mengemukakan pendapat mengenai nilai dasar negara yang nantinya dijadikan pedoman oleh rakyat Indonesia. Tapi sampai akhir sidang BPUPKI yang pertama, masih belum ditemukan titik terang terkait rumusan dasar negara Indonesia.

Hal ini karena terdapat pendapat berbeda dan muncul perdebatan di antara golongan nasionalis dengan tokoh-tokoh Islam. Oleh karena itu, dibentuk panitia kecil sebagai perantara golongan nasionalis dengan tokoh Islam yang bertugas untuk menyusun rumusan dasar negara, yang disebut sebagai Panitia Sembilan.

Panitia Sembilan adalah menyusun naskah rancangan yang akan digunakan dalam pembukaan hukum dasar negara yang kemudian disebut oleh Mohammad Yamin sebagai Piagam Jakarta. Piagam Jakarta, yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan, berisi gabungan pendapat antara golongan nasionalis dan golongan Islam.

Rumusan dasar negara dari Panitia Sembilan kemudian dijadikan sebagai preambule atau Pembukaan UUD 1945. Rancangan Pembukaan UUD 1945 inilah yang disebut sebagai Piagam Jakarta, yang disahkan pada tanggal 22 Juni 1945.

Panitia Sembilan bertugas mengumpulkan pendapat para tokoh mengenai rumusan dasar negara yang akan dibahas dalam Sidang Kedua BPUPKI. Tokoh-tokoh dari Panitia Sembilan yang merumuskan Piagam Jakarta adalah sebagai berikut.

1. Soekarno: Ketua

2. Moh. Hatta: Wakil

3. Achmad Soebardjo: Anggota

4. Mohammad Yamin: Anggota

5. KH Wahid Hasyim: Anggota

6. Abdul Kahar Muzakkir: Anggota

7. Abikoesno Tjokrosoejoso: Anggota

8. Agus Salim: Anggota

9. AA Maramis: Anggota

Isi Piagam Jakarta

Isi dari Piagam Jakarta terdiri dari empat alinea yang kemudian menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai berikut.

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Djakarta, 22-6-1945

Panitia Sembilan

Perubahan

Sore hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, terjadi perubahan terhadap isi dari Piagam Jakarta. Kala itu, Mohammad Hatta didatangi oleh perwakilan dari rakyat Indonesia bagian timur.

Mereka menyampaikan bahwa ada beberapa wakil Protestan dan Katolik yang merasa keberatan dengan salah satu kalimat dalam Piagam Jakarta, yang berbunyi "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya"

Menanggapi protes tersebut, Hatta mengajak beberapa tokoh, seperti Ki Bagus Hadikusumo, KH Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimejo, dan Mr. Teuku Mohammad Hasan, melaksanakan rapat sebelum sidang PPKI dimulai.

Hasilnya, mereka sepakat untuk menghilangkan kalimat yang dipermasalahkan dan menggantinya dengan "Ketuhanan Yang Maha Esa." Setelah ada perubahan isi, Piagam Jakarta diubah namanya menjadi Pembukaan UUD 1945, yang diresmikan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945.

Kontroversi

Meski Piagam Jakarta dijadikan sebagai Pembukaan UUD 1945, rupanya muncul beragam kontroversi terhadap naskah ini. Setelah kalimat "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa", sebagian kelompok masih berusaha untuk mengembalikannya seperti semula.

Bahkan, ada beberapa kelompok yang sampai melakukan pemberontakan bersenjata, seperti yang dilakukan kelompok DI/TII. Usaha mengembalikan kalimat tersebut juga dilakukan lewat jalur politik, di mana dalam sidang-sidang konstituante di Bandung masa 1956-1959, sejumlah partai yang berasaskan Islam memperjuangkan berlakunya kembali syariat Islam sebagai dasar negara Indonesia.

Itulah artikel tentang sejarah perumusan Pancasila singkat, termasuk perdebatan-perdebatan yang ada di dalamnya. Termasuk Piagam Jakarta. Semoga bermanfaat.