Find Us On Social Media :

Pemberontakan PKI Madiun 1948 Hanya Selang 6 Hari Setelah PON Pertama Berakhir, 1 Atletnya Jadi Korban

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 7 Agustus 2024 | 14:17 WIB

Di bulan September 1948 terjadi dua peristiwa besar di Indonesia. Pertama Pekan Olahraga Nasional (PON) pertama, kedua Pemberontakan PKI Madiun 1948. Dua kejadian ini hanya berselang enam hari.

Amir dan Musso melarikan diri. Musso melarikan diri ke Sumoroto, sebelah barat Ponorogo. Namun, jejak Musso terdeteksi dan dia ditembak mati. Amir Syarifuddin dan para tokoh sayap kiri lainnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Amir sendiri tertangkap di daerah Grobogan, Jawa Tengah.

Cuma 6 hari setelah PON pertama

Seperti disebut di awal, Pemberontakan PKI Madiun 1948 cuma berselang enam hari dari penutupan PON pertama di Indonesia, yang dihelat pada 9 - 12 September 1948 di Solo. Ketika itu Solo sudah punya Stadion Sriwedari yang dibangun oleh Sunan Pakubuwono X di bekas kuburan, sebagai sikap balas dendam.

Soalnya, dulu, orang pribumi hanya boleh main voetbal di Alun-Alun Kidul. Stadion yang bagus, hanya diperuntukkan para sinyo Belanda.

Di kota bengawan itu pula, para aktivis olahraga mendirikan PORI (Persatuan Olahraga Republik Indonesia), satu-satunya badan resmi persatuan olahraga di tanah air. Pengurus besarnya pun berkedudukan di Solo.

PON pertama itu diadakan masih dalam "bau mesiu" perang. Tak heran kalau selain berkompetisi, ada tujuan lain: menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia sanggup menggalang persatuan!Presiden Soekarno membuka resmi PON I pada Kamis Kliwon 9 September, dengan dihadiri atlet-atlet dari 13 karesidenan.

Jumlahnya sekitar 600 orang, berasal dari Banyumas, Bojonegoro, Jakarta, Yogyakarta, Kediri, Madiun, Magelang, Malang, Pati, Priangan, Semarang, Surabaya, dan Solo. Mereka ikut ambil bagian antara lain dalam cabang olahraga atletik, anggar, bola basket, bola keranjang, bulu tangkis, panahan, pencak silat, renang, sepak bola, dan tenis.

Sudah barang tentu upacara pembukaan juga diusahakan meriah. Setelah Presiden Soekarno meresmikan, berdentum meriam 13 kali. Defile kontingen berseragam putih-putih juga diadakan. Dan akhirnya digelar pula senam massal pencak silat murid-murid SD, tanpa baju...

Sekitar 30.000 penonton yang memenuhi stadion oval itu, memberikan tempik sorak meriah. PON sebagai bukti persatuan Indonesia itu, nyatanya dihadiri pula oleh anggota Komisi Tiga Negara (KTN), yaitu Merle Cochran (AS), Thomas Critchley (Australia), dan Paul van Zeeland (Belgia). Sementara bendera PON yang dibawa secara beranting dari Yogyakarta (waktu itu Yogyakarta adalah ibukota Rl), lantas dikibarkan, diikuti pengucapan sumpah atlet oleh Kapten A. Supit.

Bendera PON itu berlukiskan lambang Olympic Games, terdiri atas lima buah lingkaran (menunjukkan lima benua) dengan obor di tengahnya. Lambang itu dibordir sendiri oleh Mastini Hardjoprakoso, pelatih pandu putri, lulusan Sekolah Guru Taman Putra Solo.

Harap maklum, suasana perang masih hangat saat itu. Maka, tak sedikit prajurit bersenjata lengkap ikut menonton. Sesekali terdengar letusan senjata ke udara. Ternyata itu hanya cara prajurit melampiaskan rasa senang atau kesalnya pada regu yang dijagokannya.