Find Us On Social Media :

Ingkari Perundingan Linggarjati, Belanda Lakukan Agresi Militer I

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 20 Juli 2024 | 15:37 WIB

20 Juli 1947, van Mook menyatakan Belanda terbebas dari Perjanjian Linggarjati. Sehari kemudian, mereka melancarkan operasi militer yang dikenal sebagai Agresi Militer I.

Agresi Militer Belanda I

21 Juli 1947, Belanda resmi melakukan operasi militer di Jawa dan Sumatera yang dikenal sebagai Agresi Militer I. Agresi ini berlangsung hingga 5 Agustus 1947. Agresi ini dipimpin langsung oleh oleh Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook.

Alasan van Mook melancarkan Agresi Militer Belanda I adalah untuk memulihkan perekonomian Belanda pasca-Perang Dunia II dengan menguasai kekayaan alam di Indonesia. Karena itulah, Belanda menyerang Sumatera dan Jawa, dua pulau di Indonesia yang dikenal akan kekayaan alamnya. Di Pulau Jawa, Belanda menyerang Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Pada 21 Juli 1947, Jawa Barat diserang oleh Divisi B dipimpin S De Waal dan Divisi C dipimpin Mayjen HJJW Durt Britt. Dalam serangan ini, Belanda berhasil menerobos pertahanan TNI di sektor Bandung Timur setelah dilakukan pergantian pertahanan oleh Divisi II/Sunan Gunung Jati dari Jawa Tengah.

Dalam empat hari pertama, Belanda telah berhasil menguasai Kota Cirebon. Serangan Belanda yang berhasil menerobos pertahanan TNI ini membuat TNI tersadar, bahwa dengan strategi pertahanan dengan kondisi pasukan dan persenjataan yang kurang memadai hanya akan membuang-buang tenaga.

Akhir Agustus 1947, pasukan Siliwangi kembali menyusun kekuatan dengan memanfaatkan kondisi alam atau medan pertempuran, di mana pasukan TNI lebih menguasai medan tersebut dibanding Belanda.

Tak hanya itu, TNI juga menyusun kekuatan pertahanan gerilya. Serangan gerilya ini ditujukan pada sektor-sektor penting, seperti jalan-jalan penghubung, jalur logistic, dan pos Belanda.

Pada praktiknya, serangan gerilya yang dilakukan pasukan Siliwangi di Jawa Barat mampu melumpuhkan usaha perkebunan yang merupakan sektor ekonomi penting bagi Belanda. Kondisi ini kemudian membawa Indonesia dan Belanda bertemu dalam perundingan di bawah pengawasan Komisi Tiga Negara (KTN) yang dibentuk PBB tanggal 27 Agustus 1947.

Perundingan dilakukan di atas kapal perang Amerika USS Renville yang kemudian menghasilkan perjanjian Renville 17 Januari 1947. Tapi kita tahu, perjanjian itu gagal juga membendung agresivitas Belanda yang akhirnya melancarkan Agresi Militer II.