Find Us On Social Media :

Bagaimana Reaksi Nishimura Pada Saat Sukarno Dan Hatta Menemuinya Terkait Rencana Proklamasi Kemerdekaan Indonesia?

By Moh. Habib Asyhad, Jumat, 19 Juli 2024 | 08:23 WIB

Setelah kembali dari Rengasdengklok, Sukarno dan Hatta berusaha menemui Jenderal Nishimura untuk menyampaikan rencana proklamasi kemerdekaan Indonesia. Bagaimana reaksi Nishimura pada saat itu?

Bung Karno dan Bung Hatta langsung menemui beberapa petinggi Jepang setelah kembali dari Rengasdengklok. Salah satunya adalah Jenderal Nishimura, tapi reaksinya bikin kecewa.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Setelah kembali dari Rengasdengklok, Sukarno dan Hatta berusaha menemui Jenderal Nishimura untuk menyampaikan rencana proklamasi kemerdekaan Indonesia. Bagaimana reaksi nishimura pada saat itu?

Salah satu momen paling memorabel di sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah penculikan Sukarno dan Hatta oleh sekelompok pemuda ke Rengasdengklok. Di tempat itulah, kedua senior itu dipaksa untuk segera memproklamirkan kemerdekaan.

Singkat cerita, setelah kembali dari Rengasdengklok, Sukarno dan Hatta berusaha menemui Jenderal Nishimura untuk menyampaikan rencana proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Momen jelang proklamasi

Menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia, Sukarno dan Hatta sempat melakukan pertemuan dengan beberapa petinggi Jepang, salah satunya dengan Mayor Jenderal Otoshi Nishimura. Tepatnya setelah Peristiwa Rengasdengklok, Soekarno-Hatta bertemu dengan Nishimura yang menjabat sebagai Kepala Urusan Umum Pemerintahan Jepang di Indonesia.

Pertemuan tersebut bertujuan menjajaki sikap Jepang terhadap rencana persiapan kemerdekaan Indonesia. Berikut kronologi pertemuan Soekarno-Hatta dengan Nishimura sebelum perumusan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Setelah Amerika Serikat (AS) menjatuhkan bom atom pertamanya di Kota Hiroshima, Jepang, pada 6 Agustus 1945, Jenderal Terauchi memanggil Soekarno, Mohammad Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat, ke Dalat, Vietnam. Marsekal Terauchi adalah panglima tentara Jepang yang bertanggung jawab atas wilayah Asia Tenggara selama Perang Dunia II.

Saat tiga tokoh nasional tersebut dalam perjalanan, AS menjatuhkan bom atom kedua di Kota Nagasaki, yang membuat posisi Jepang dalam Perang Asia Timur Raya semakin kritis. Pertemuan antara Marsekal Terauchi dengan Soekarno, Hatta, dan Radjiman akhirnya terselenggara di Dalat pada 12 Agustus 1945.

Dalam pertemuan tersebut, Jenderal Terauchi mengumumkan pembentukan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) untuk menggantikan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Dengan membentuk PPKI, Jepang seolah menjamin bahwa kemerdekaan yang mereka janjikan kepada Indonesia akan segera diwujudkan. Di saat yang sama, Jepang masih berharap mendapat jaminan bahwa bangsa Indonesia akan siap membantu negaranya, yang telah sangat terjepit, untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya.

Sebanyak 21 anggota PPKI telah dipilih langsung oleh Marsekal Terauchi, di mana Soekarno ditunjuk menjadi ketua dan Moh Hatta sebagai wakil ketua PPKI. Pertemuan di Dalat, juga membahas tentang kemerdekaan Indonesia.

Karena posisi Jepang berada di ujung tanduk, Marsekal Terauchi menjanjikan bahwa pihaknya memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Terauchi menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia dapat diumumkan jika persiapan yang dilakukan oleh PPKI sudah selesai.

Setelah pertemuan tersebut, Soekarno, Hatta, dan Radjiman tiba kembali di Indonesia pada 14 Agustus 1945.

Jepang kalah dan Peristiwa Rengasdengklok

Setibanya tiga tokoh di Indonesia, ternyata Jepang menyerah kepada Sekutu. Hal ini sempat menimbulkan perbedaan pandangan antara golongan tua dengan golongan muda. Golongan tua seperti Soekarno memilih untuk tetap pada rencana awal, yaitu bersidang terlebih dulu dengan PPKI.

Sedangkan golongan muda ingin kemerdekaan Indonesia segera dinyatakan tanpa campur tangan pihak lain, terutama Jepang. Perbedaan pendapat itulah yang membuat golongan muda sepakat untuk membawa Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, dengan tujuan untuk menjauhkan kedua tokoh tersebut dari pengaruh Jepang.

Pada 16 Agustus 1945 pukul 04.00 pagi, golongan muda membawa Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, dan kembali mendesak agar proklamasi kemerdekaan segera dilakukan. Ketegangan mereda setelah Achmad Soebardjo menengahi perbedaan pendapat dan menjamin bahwa proklamasi kemerdekaan akan segera dilakukan setelah Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta.

Golongan muda dan golongan tua akhirnya meninggalkan Rengasdengklok dan tiba di Jakarta pada 16 Agustus 1945, sekitar pukul 23.00 WIB.

Bung Karno temua Nishimura

Setelah kembali ke Jakarta, Soekarno-Hatta diantar oleh Laksamana Maeda untuk menemui Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto. Namun, Kepala Staf Tentara XVI (Angkatan Darat) yang menjadi kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda itu menolak, dan memberikan perintah kepada Mayor Jenderal Otoshi Nishimura untuk menerima kedatangan mereka.

Itulah mengapa Soekarno-Hatta mengunjungi rumah Mayor Jenderal Nishimura sebelum perumusan teks proklamasi. Pertemuan tersebut bertujuan menjajaki sikap Jepang terhadap rencana persiapan kemerdekaan Indonesia.

Tapi reaksi Jenderal Nishimura setelah Soekarno dan Hatta menyampaikan rencana proklamasi kemerdekaan Indonesia cukup mengecewakan. Jenderal Nishimura tidak memberikan izin untuk mengadakan rapat tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia dengan alasan mempertahankan status quo.

Nishimura mengungkapkan bahwa sejak siang hari pada 16 Agustus 1945, Jepang harus menjaga status quo, sehingga tidak bisa memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Penolakan tersebut berkaitan dengan perjanjian antara Jepang dengan Sekutu.

Jika proklamasi terlaksana, akan mengubah status quo. Mendengar hal itu, Soekarno merasa kecewa karena merasa janji Marsekal Terauchi di Dalat diingkari begitu saja. Bahkan, Hatta sempat menyindir Nishimura bahwa perbuatannya tersebut tidak mencerminkan Bushido (kode etik Samurai).

Pada akhirnya, Soekarno dan Hatta hanya meminta kepada Nishimura supaya tidak menghalangi kerja PPKI. Sepulang dari rumah Nishimura, Soekarno dan Hatta pergi ke kediaman Laksamana Maeda untuk menemui beberapa tokoh lain guna melakukan rapat mempersiapkan teks proklamasi.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berhasil dikumandangkan keesokan paginya, pada 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB. Tindakan Soekarno-Hatta membuktikan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia bukan pemberian Jepang, melainkan hasil dari kerja keras bangsa Indonesia.

Begitulah, setelah kembali dari Rengasdengklok, Sukarno dan Hatta berusaha menemui Jenderal Nishimura untuk menyampaikan rencana proklamasi kemerdekaan Indonesia. Bagaimana reaksi Nishimura pada saat itu sangat mengecewakan Dua Proklamator itu.