Find Us On Social Media :

Kenapa Dunia Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia Harus Berterima Kasih Kepada Aisyiyah?

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 17 Juli 2024 | 14:09 WIB

Dunia pendidikan anak usia dini di Indonesia harus berteri kasih kepada Aisyiyah. Mereka yang pertama kali mendirikan taman kanak-kanak yang dikenal sebagai Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA) di Kauman, Yogyakarta.

TK ABA sebagai yang pertama di Indonesia

Berbicara tentang TK ABA, artinya berbicara tentang Aisyiyah sebagai induk yang menaunginya, juga tentang Muhammadiyah. Bagaimanapun juga, Aisyiyah adalah bagian yang tak mungkin dilepaskan dari organisasi yang didirikan oleh Ahmad Dahlan itu.

Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada 18 November 1912 di Kauman, Yogyakarta. Pendirian Muhammadiyah tak lepas dari rasa prihatin Ahmad Dahlan melihat kondisi masyarakat Indonesia yang diliputi dengan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan.

Tak hanya kaum prianya, menurut buku Perjalanan Sejarah TK ABA Di Indonesia (1919-2019) oleh Tim Peneliti Sejarah TK ABA PTM terbitan UMM Press, Ahmad Dahlan juga sangat peduli dengan kondisi kaum perempuannya.

Dia mendorong supaya kaum perempuan disekolahkan baik di sekolah umum atau sekolah agama supaya lebih maju. Pada 1913, masih dari buku yang sama, ada tiga perempuan Kauman yang sekolah di sekolah umum. Mereka adalah Siti Wadingah, Siti Dawimah, dan Siti Barijah, ketiganya sekolah di Neutraal Meisjesschool di Ngupasan. Sementara dua lainnya, Siti Umnijah dan Siti Mundjiah sekolah di sekolah agama.

Ahmad Dahlan juga menyelenggarakan menyelenggarakan kursus-kursus untuk para ibu dan sekolah-sekolah bagi para gadis hingga kemudian terbentuklah perkumpulan Sapatresna pada 1914. Perkumpulan ini kemudian terus berkembang dan bertransformasi menjadi Aisyiyah yang lahir pada 19 Mei 1917.

Aisyiyah berdiri lewat musyawarah pengurus Muhammadiyah yang dipimpin oleh Ahmad Dahlan sendiri bersama lima tokoh perempuan asal Kauman: Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busjro, Siti Wadungah dan Siti Badilah. Ada juga pengurus Muhammadiyah lain yang hadir, di antaranya adalah K.H. Fachrodin, K.H. Mochtar dan Ki Bagus Hadikusumo.

Sebagai informasi nama Aisyiyah berasal dari usul KH Fachrodin, merujuk kepada nama istri Nabi Muhammad, Aisyah, seorang wanita cerdas dan salehah. Harapannya, organisasi ini juga bisa meneladani sifat-sifat putri Abu Bakar tersebut.

Setelah Aisyiyah berdiri, kaum perempuan Kauman kini juga aktif dalam kehidupan masyarakat, baik dalam urusan dakwah hingga pendidikan. Untuk para gadis, mereka mendirikan perkumpulan bernama Siswa Praja Wanita (SPW) pada 1919. Pada tahun yang sama, gerakan ini mendirikan Froubel Kindergarten ‘Aisyiyah, yang kelak berkembang menjadi Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal.

Apa saja kegiatan SPW? Di antaranya adalah latihan pidato, mengaji, jamaah salat Subuh, dan lainnya. Seiring waktu, perkumpulan ini semakin maju dan semakin banyak kegiatannya, mulai dari program Thalabus sa’adah, Tajmilul akhlaq, hingga Dirasatul Banaat.

Tak hanya program-program yang disebut di atas, SPW juga memandang penting perihal pengajaran dan pendidikan khusus bagi anak-anak usia dini. Siti Umnijah, ketua SPW saat itu, merancang program pendidikan yang hanya difokuskan untuk anak-anak usia minimal empat tahun. Program ini dilaksanakan secara rutin setiap sore sebagai bentuk dukungan dan perhatian terhadap pendidikan anak-anak usia dini.