Find Us On Social Media :

Melihat Donald Trump Sebagai Raja Real Estate, Tajam Insting Bisnisnya

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 14 Juli 2024 | 17:36 WIB

Di dunia real estate nama Trump sudah lama tidak asing lagi. Nama Trump tiba-tiba mencuat setelah ia berhasil memindahkan ring tinju tempat Mike Tyson berlaga dengan Michael Spinks

Boleh dikatakan sejak dapat berjalan, saya sudah ikut ayah berkunjung ke site (lokasi pembangunan). Di sana adik saya, Robert, dan saya berburu botol-botol limun kosong yang nantinya akan kami tebus ke toko. Dengan demikian kami mendapat uang. Di masa remaja pun, jika sedang berlibur di rumah, saya ikut ayah melihat-lihat bisnisnya dari dekat.

Di lingkungan bisnis ayah, kita baru bisa sukses kalau menunjukkan sikap yang keras dan tegas. Supaya bisa tetap untung, biaya harus selalu ditekan. Itulah sebabnya ayah selalu sangat memperhatikan harga.

Entah berhadapan dengan pemasok Obat gosok lantai atau dengan kontraktor umum untuk proyek besar, ayah sama telitinya. Ia mengetahui harga semua barang, sehingga tahu sampai di mana ia dapat mendesak pihak yang mengajukan penawaran.

Setelah lulus dari New York Military Academy pada tahun 1964, saya coba-coba masuk ke sekolah bintang film di University of Southern California. Saya tertarik pada gemerlap dunia film dan saya pengagum Darryl Zanuck (pendiri Twentieth Century Fox), Sam Goldwyn dan terutama Louis B. Mayer (keduanya pendiri MGM). Namun, akhirnya saya memutuskan bisnis real estate jauh lebih menguntungkan.

Langkah pertama, saya masuk ke Fordham University di Bronx, berhubung sekolah itu dekat ke rumah. Dua tahun kemudian saya mendaftarkan diri ke Wharton School of Finance di University of Pennsylvania.

Ternyata saya diterima. Waktu itu jika ingin terjun ke bisnis, Wharton-lah tempatnya. Harvard Business School memang menghasilkan manajer yang hebat, namun, Wharton-lah sekolah untuk orang-orang berjiwa entrepreneur sejati.

Mungkin hal paling penting yang saya peroleh dari sana adalah bahwa sebaiknya kita tak perlu terlalu mengagung-agungkan prestasi akademik. Ketika saya lulus, saya sadar bahwa gelar belum membuktikan banyak hal. Tetapi banyak juga orang yang cukup terpengaruh oleh gelar saya dari Wharton yang sangat bergengsi.

Awas, kena tembak!

Begitu lulus, saya pulang dan bekerja full time pada ayah. Saya tetap belajar banyak, tetapi kira-kira di masa inilah saya mulai berpikir-pikir untuk mencari alternatif lain. Bagi pemula, dunia bisnis ayah benar-benar keras. Pernah saya berkeliling bersama petugas penagih uang sewa.

Menghadapi orang yang tidak mau membayar, ukuran tubuh lebih berbicara daripada otak. Kalau akan menagih uang sewa, kami tidak akan berdiri di depan pintu pada saat mengetuk. Kami harus berdiri merapat ke dinding, cuma tangan saja yang dijulurkan untuk mengetuk pintu.

Ketika pertama kali diberitahu mengenai hal ini, saya bilang, "Untuk apa?" Petugas kolektor menatap saya, seolah-olah saya gila. Ia menerangkan bahwa salah-salah kita bisa kena tembak dari dalam. Kalau dari pinggir, paling-paling tangan yang kena peluru.

Ada pula penghuni apartemen yang lebih suka membuang sampah ke luar jendela daripada repot-repot memasukkannya ke mesin pembakar sampah.