Berulangkali Belanda Ingin Taklukkan Nias Tetapi Selalu Gagal

Afif Khoirul M

Penulis

Suku Nias sulit ditaklukkan oleh Belanda di Nusantara.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Nias, pulau yang terletak di barat Sumatera, terkenal dengan kekayaan alam dan hasil ternak babinya yang melimpah. Sejak ratusan tahun silam, Nias telah menjadi eksportir bahan makanan ke berbagai daerah, termasuk wilayah Barus. Kemakmuran ini menarik perhatian para saudagar untuk datang dan berdagang dengan penduduk lokal.

Posisi geografis Nias yang strategis di dekat Jalur Sutra semakin memperkuat posisinya sebagai daerah tujuan perdagangan.

Namun, di balik kemakmurannya, Nias juga menyimpan magnet bagi pihak lain: para penjajah. Belanda, di bawah bendera VOC, datang ke Nias tidak hanya untuk berdagang, tetapi juga untuk menjajah dan menguasai sumber daya alamnya.

Misi ini berbeda dengan para saudagar lainnya. Belanda ingin memonopoli pasar Nias dan memaksakan penduduknya tunduk di bawah kekuasaan mereka.

Ambisi Belanda untuk menguasai Nias tidak berjalan mulus. Dua kali mereka mencoba, pada tahun 1693 dan 1756, namun selalu menemui kegagalan. Baru pada tahun 1840, dengan memanfaatkan kekosongan Inggris di Gunungsitoli, Belanda berhasil mengambil alih pos tersebut dan secara sepihak mengklaim Nias sebagai wilayah kekuasaannya.

Meskipun telah menguasai Gunungsitoli dan mendirikan pemerintahan sipil, Belanda tidak dapat memperluas kekuasaannya ke seluruh Nias. Nias Selatan, dengan Orahili Fau sebagai benteng terakhirnya, terus memberikan perlawanan gigih.

Banua ini menjadi simbol perlawanan rakyat Nias terhadap penjajahan Belanda!

Orahili Fau, yang dipimpin oleh Lahelu'u Fau, tidak pernah tunduk kepada Belanda. Mereka selalu menolak segala bentuk paksaan dan aturan yang dibuat oleh penjajah. Berbagai pemberontakan dilakukan untuk melawan pendiktean Belanda.

Bagi Belanda, Orahili Fau adalah batu sandungan yang harus disingkirkan untuk mencapai tujuan mereka menguasai seluruh Nias.

Kegigihan Orahili Fau membuat Belanda frustrasi. Mereka berkali-kali melancarkan ekspedisi militer ke Nias Selatan, namun selalu dipukul mundur. Bahkan, Belanda menjuluki Lahelu'u sebagai "De Verdrijver der Hollanders" (pengusir orang-orang Belanda) karena keberaniannya dalam melawan penjajah.

Penaklukan Orahili Fau menjadi titik balik penting dalam sejarah penjajahan Belanda di Nias. Baru setelah berhasil meruntuhkan benteng terakhir ini pada tahun 1863, Belanda dapat menjalankan pemerintahannya dengan lebih efektif.

Baca Juga: Ratu Sima dan Hukum Potong Tangan di Kerajaan Kalingga

Catatan ini menunjukkan bahwa Belanda membutuhkan waktu 171 tahun (1693-1864) untuk benar-benar menguasai Nias.

Perjuangan rakyat Nias Selatan, dengan Orahili Fau sebagai simbolnya, menunjukkan kepada kita bahwa semangat perlawanan dan kegigihan dapat mengalahkan kekuatan yang jauh lebih besar.

Meskipun pada akhirnya Belanda berhasil menguasai Nias, perlawanan rakyat Nias Selatan tetap menjadi kisah heroik yang patut dikenang dan dipelajari oleh generasi penerus.

Kisah Nias Selatan ini juga menjadi pengingat bahwa kemerdekaan tidak datang dengan mudah. Ia harus diperjuangkan dengan gigih dan pengorbanan. Kita patut bersyukur atas kemerdekaan yang telah diraih oleh bangsa ini dan terus menjaga serta mengisi kemerdekaan tersebut dengan karya dan pengabdian.

Warisan Orahili Fau: Memori Perlawanan dan Identitas Nias Selatan

Meskipun Belanda berhasil menaklukkan Orahili Fau pada tahun 1863, semangat perlawanan yang dikobarkan oleh banua tersebut tidak padam begitu saja. Warisan Orahili Fau meninggalkan jejak yang dalam pada identitas dan kehidupan masyarakat Nias Selatan.

Salah satu warisan yang paling nyata adalah semangat persatuan dan kesatuan melawan penindasan. Orahili Fau menjadi contoh bagi banua-banua lain di Nias Selatan untuk bersatu melawan Belanda.

Mereka membuktikan bahwa dengan bersatu, kekuatan yang jauh lebih kecil pun bisa menjadi ancaman bagi penjajah.

Semangat ini terus terwariskan hingga kini. Masyarakat Nias Selatan dikenal dengan sikapnya yang mandiri dan pantang menyerah. Mereka memiliki rasa solidaritas yang tinggi dan selalu bahu-membahu dalam menghadapi tantangan.

Selain itu, Orahili Fau juga meninggalkan warisan berupa nilai-nilai budaya dan tradisi yang kuat. Sebagai benteng terakhir perlawanan, Orahili Fau berusaha mempertahankan adat istiadat dan budaya Nias dari pengaruh penjajah.

Mereka menjunjung tinggi nilai-nilai seperti kejujuran, keberanian, dan penghormatan terhadap leluhur.

Nilai-nilai ini masih terlihat jelas dalam kehidupan masyarakat Nias Selatan saat ini. Misalnya, upacara adat yang berkaitan dengan peperangan masih dilestarikan. Ada juga tradisi lisan yang bercerita tentang kepahlawanan para pejuang Orahili Fau.

Baca Juga: Pertempuran Surabaya: Semangat Membara Arek-Arek Suroboyo

Perjuangan Orahili Fau tidak hanya meninggalkan warisan budaya, tetapi juga berdampak pada struktur sosial masyarakat Nias Selatan. Akibat peperangan yang berkepanjangan, struktur sosial di Nias Selatan menjadi lebih egaliter.

Masyarakat bersatu padu untuk melawan Belanda, sehingga hierarki sosial yang kaku menjadi berkurang.

Pengaruh ini masih bisa dilihat sampai sekarang. Masyarakat Nias Selatan dikenal dengan sikapnya yang demokratis dan egaliter. Mereka menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan dan gotong royong.

Warisan Orahili Fau tidak hanya berpengaruh pada Nias Selatan, tetapi juga pada seluruh Nias. Perjuangan mereka menjadi simbol perlawanan rakyat Nias terhadap penjajahan Belanda. Kisah Orahili Fau turut menumbuhkan semangat nasionalisme dan identitas kebangsaan Nias.

Namun, warisan Orahili Fau juga membawa tantangan. Perlawanan yang terus-menerus terhadap Belanda membuat pembangunan di Nias Selatan menjadi terhambat. Infrastruktur dasar seperti jalan dan sekolah baru bisa dibangun setelah Belanda benar-benar menguasai Nias.

Akibatnya, Nias Selatan sempat tertinggal dalam bidang pembangunan dibandingkan dengan daerah lain di Nias. Kesadaran akan hal ini memunculkan semangat baru di kalangan masyarakat Nias Selatan untuk mengejar ketertinggalan tersebut.

Dengan semangat yang diwariskan oleh Orahili Fau, masyarakat Nias Selatan bahu-membahu untuk membangun daerahnya. Mereka berjuang untuk meningkatkan taraf hidup dan pendidikan. Mereka tidak ingin tertinggal lagi dan ingin berkontribusi dalam kemajuan Nias secara keseluruhan.

Kisah Orahili Fau adalah kisah heroik yang patut dikenang dan menjadi inspirasi bagi generasi muda. Mereka mengajarkan kita tentang pentingnya semangat persatuan, keberanian, dan pantang menyerah dalam menghadapi penindasan.

Warisan Orahili Fau tidak hanya berbentuk budaya dan tradisi, tetapi juga semangat untuk membangun daerah dan mengejar ketertinggalan.

Dengan semangat tersebut, Nias Selatan bisa terus maju dan berkembang, serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa Indonesia.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Artikel Terkait