Find Us On Social Media :

Bagaimana Sikap dan Perilaku Menurunnya Persatuan dan Kesatuan di Era Reformasi?

By Afif Khoirul M, Selasa, 2 Juli 2024 | 08:35 WIB

Ilustrasi reformasi 1998. Apa sebenarnya faktor politik yang mendorong munculnya reformasi?

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Era Reformasi yang dimulai tahun 1998 membawa angin perubahan bagi bangsa Indonesia.

Lahirnya demokrasi membuka ruang bagi kebebasan berekspresi dan berserikat, memicu semangat baru untuk membangun bangsa yang lebih adil dan makmur.

Namun, di balik gemerlapnya demokrasi, benih-benih perpecahan perlahan mulai tumbuh, menggerogoti persatuan dan kesatuan bangsa yang telah susah payah dirajut sejak kemerdekaan.

Sikap dan perilaku yang menunjukkan penurunan persatuan dan kesatuan di Era Reformasi dapat dilihat dari berbagai aspek kehidupan. Berikut beberapa contohnya:

1. Meningkatnya Politisasi SARA

Era Reformasi membuka ruang bagi tumbuhnya berbagai organisasi dan partai politik baru.

Sayangnya, semangat demokrasi tak jarang disalahgunakan untuk kepentingan politik sempit.

Politisasi SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) menjadi strategi yang marak digunakan untuk meraih simpati dan dukungan massa. Isu-isu sensitif sengaja dihembuskan untuk memicu perpecahan dan polarisasi di masyarakat.

Contoh nyata politisasi SARA dapat dilihat pada kasus kerusuhan Mei 1998 yang diwarnai dengan aksi kekerasan dan perusakan tempat ibadah.

Tragedi ini menjadi luka mendalam bagi bangsa Indonesia dan menjadi pengingat bahwa politisasi SARA dapat berakibat fatal bagi persatuan dan kesatuan bangsa.

2. Melemahnya Semangat Nasionalisme

Di era Reformasi, semangat nasionalisme yang dulu membara di dada rakyat Indonesia perlahan mulai memudar.

Globalisasi dan individualisme merasuki pola pikir masyarakat, menggeser nilai-nilai kebangsaan yang luhur.

Generasi muda lebih terobsesi dengan budaya pop dan tren global, kurang peduli dengan sejarah dan identitas bangsa.

Sikap apatis dan acuh tak acuh terhadap isu-isu nasional juga marak terlihat. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemilu dan kegiatan politik lainnya.

Semangat gotong royong dan kepedulian sosial pun semakin memudar, digantikan oleh budaya individualisme dan egoisme.

Baca Juga: Inilah Yang Dilakukan Penyair Chairil Anwar Saat Tidak Berpuisi

3. Merebaknya Hoaks dan Ujaran Kebencian

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di era Reformasi membawa dampak positif dan negatif.

Di satu sisi, teknologi memudahkan akses informasi dan komunikasi antar individu.

Di sisi lain, teknologi juga menjadi sarana penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

Hoaks dan ujaran kebencian yang disebarkan melalui media sosial dan platform online lainnya dapat dengan mudah memicu perselisihan dan konflik antar individu dan kelompok masyarakat.

Informasi yang salah dan provokatif dapat mendistorsi fakta dan memicu sentimen negatif terhadap kelompok tertentu, sehingga memperparah polarisasi di masyarakat.

4. Tumbuhnya Gerakan Separatisme

Di beberapa daerah di Indonesia, muncul gerakan separatisme yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Gerakan-gerakan ini biasanya didasari oleh rasa ketidakadilan dan kekecewaan terhadap pemerintah pusat.

Mereka merasa bahwa hak-hak dan aspirasinya tidak terakomodasi dengan baik dalam sistem politik dan ekonomi yang ada.

Gerakan separatisme ini dapat mengancam stabilitas dan keutuhan bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya serius untuk menyelesaikan akar permasalahan yang mendasarinya, seperti kesenjangan ekonomi, ketidakadilan sosial, dan diskriminasi politik.

Baca Juga: Contoh Penerapan Asesmen dalam Kurikulum Merdeka yang Tepat: Mewujudkan Pembelajaran yang Holistik dan Berpusat pada Peserta Didik

5. Lemahnya Penegakan Hukum

Lemahnya penegakan hukum menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap menurunnya persatuan dan kesatuan bangsa di Era Reformasi.

Pelanggaran hukum yang tidak ditindak tegas dapat menciptakan rasa ketidakadilan dan memicu tindakan anarkis.

Masyarakat yang merasa dirugikan dan tidak mendapatkan keadilan akan mudah terprovokasi untuk melakukan tindakan main hakim sendiri.

Penegakan hukum yang lemah juga dapat memicu rasa tidak percaya terhadap pemerintah dan institusi hukum. Hal ini dapat memperparah perpecahan dan konflik di masyarakat.

Upaya Memperkuat Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Menurunnya persatuan dan kesatuan bangsa di Era Reformasi merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi dengan serius.

Diperlukan upaya kolektif dari semua pihak untuk memperkuat kembali rasa persatuan dan kesatuan di tengah masyarakat. Berikut beberapa upaya yang dapat dilakukan:

Memperkuat Pendidikan Karakter Pendidikan karakter perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak melalui pendidikan formal dan informal. Pendidikan karakter ini harus menekankan nilai-nilai kebangsaan, toleransi, dan saling menghormati antar sesama.

Meningkatkan Kesadaran Nasionalisme Semangat nasionalisme perlu terus ditumbuhkan dan dijaga di tengah masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, seperti upacara bendera, pendidikan sejarah bangsa, dan pembinaan para pemuda.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---