Find Us On Social Media :

Haji Snouck Hurgronje: Secara Lahiriah Saya Adalah Seorang Muslim

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 6 Juni 2024 | 16:06 WIB

Snouck Hurgronje

Dia juga pernah tinggal di Cilegon untuk meneliti sebab-sebab terjadinya pemberontakan yang diduga didalangi para ulama di sana. Dari Cilegon Snouck lalu pindah ke Menes dan tinggal menumpang di rumah keluarga-bupati Serang yang sudah ia kenal sebelumnya.

Ketika Snouck di Mekkah dia banyak ditolong oleh Raden Abu Bakar Djajadiningrat, seorang kerabat bupati Serang.

Betah di Jawa

Waktu bertugas sebagai penasihat dalam Perang Aceh, 1891-1892, Snouck pun turun langsung ke lapangan. Sebagai Mufti Abdul Gaffar, dengan gampang dia mendapatkan kepercayaan dari para tokoh masyarakat dan ulama Aceh.

Snouck sendiri merasa sreg dengan tugas-tugas yang dipikulnya dan jadi betah tinggal di Jawa. Dia lalu memohon agar statusnya sebagai petugas tidak tetap dalam pemerintahan Hindia Belanda diubah menjadi petugas tetap.

Kariernya di Hindia Belanda menanjak terus. Maret 1891 ia diangkat menjadi Penasihat Bahasa-bahasa Timur dan Hukum Islam, dan meningkat menjadi Penasihat Urusan Pribumi dan Arab pada bulan Januari 1889.

Meski ia berkantor di Batavia, Snouck tetap sering turun ke berbagai daerah di Jawa. Antara tahun 1898-1903 Snouck Hurgronje sempat beberapa kali ke Aceh untuk membantu Jenderal Van Heutz dalam menaklukkan Aceh.

Setelah 17 tahun di Hindia Belanda, tahun 1906 dia pulang untuk berlibur ke Negeri Belanda. Namun, Snouck malah diangkat menjadi guru besar di Universitas Leiden, merangkap penasihat menteri jajahan.

Kawin dengan anak penghulu

Dalam sebuah perjalan tugasnya ke berbagai pelosok Jawa Barat, Snouck yang masih bujangan jatuh hati pada anak gadis kepala penghulu Ciamis, Raden Haji Muhammad Taib. Snouck pun menikah secara Islam dengan Sangkana, begitu nama si anak penghulu, di Masjid Ciamis.

Perkawinan ini, yang beritanya antara lain dimuat dalam Soerabaja Courant edisi 9 dan 13 Januari 1890, menimbulkan kehebohan besar di kalangan pemerintah. Bukan hanya pemerintah di Batavia, tapi juga sampai pemerintah pusat di Den Haag.

Pasalnya, perkawinan campuran Belanda-pribumi adalah haram menurut undang-undang kolonial, karena dianggap bisa menurunkan martabat bangsa Belanda. Menteri penjajahan secara resmi meminta penjelasan pada gubernur jenderal tentang kebenaran berita tersebut.