Find Us On Social Media :

Tengkleng, Awalnya Karena Masyarakat Solo Sengsara Dijajah Jepang

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 6 Juni 2024 | 12:17 WIB

Tengkleng, berawal dari kesengsaraan masyarakat Solo saat dijajah Jepang.

Hasilnya, tidak sia-sia. Di Warung Miroso sajian tengkleng menjadi salah satu menu andalan di samping masakan khas Solo lainnya. 

Baca Juga: WFN 2024 Sebagai Etalase Kekayaan Wastra Nusantara, Dimulai Dari Solo

Ribet, barangkali itu kesan pertama ketika kita melihat orang melahap seporsi tengkleng. Bagaimana tidak, saat mengudap hidangan khas Solo itu, diperlukan kecermatan, ketelitian, dan kesabaran. Intinya, butuh perjuangan tersendiri.

Soalnya, bahan utama masakan ini berupa tulang-belulang kambing, mulai dari kaki, potongan tulang iga, hingga kepalanya. Belum lagi daging yang menempel pada tulang-belulang kambing ini nyempil-nyempil dan enggak banyak.

Tapi barangkali, di situlah letak seni dan nikmatnya menyantap tengkleng. Intinya, siap-siap saja tangan belepotan kuah berlemak lantaran asyik memegangi tulang untuk digerogoti sisa-sisa dagingnya yang masih ada.

Kuah tengkleng agak mirip gulai, cuma lebih encer. Dari penampilannya, kuah yang berwarna merah-oranye mengilat itu terlihat "membara." Apalagi beberapa buah cabai rawit utuh tampak berenang di dalamnya. Namun jangan khawatir, sebab rasanya tidak pedas. Di lidah justru terasa gurih dan "enteng".

"Pada awalnya, tengkleng tidak dijual di warung seperti sekarang. Tengkleng hanyalah makanan iseng yang biasanya dijual di pinggir pasar. Menyantapnya tidak pakai nasi, hanya digado. Penjualnya mbok-mbok (ibu-ibu) yang membawa tengkleng dalam panci besar. Biasanya, tengkleng disantap di atas pincuk (piring dari daun pisang)," jelas Wahjoe.

Begitulah asal-usul tengkleng, makanan khas Solo yang unik banget.

Saat ini Intisari hadir di WhatsApp Channel, ikuti kami di sini

Dapatkan artikel teupdate dari Intisari-Online.com di Google News