Find Us On Social Media :

Tengkleng, Awalnya Karena Masyarakat Solo Sengsara Dijajah Jepang

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 6 Juni 2024 | 12:17 WIB

Tengkleng, berawal dari kesengsaraan masyarakat Solo saat dijajah Jepang.

Ada yang bilang, tengkleng berawal dari kesengsaraan masyarakat Solo saat dijajah Jepang. Intinya soal kreativitas.

Saat ini Intisari hadir di WhatsApp Channel, ikuti kami di sini

Intisari-Online.com - "Blessing in disgueise", begitu kata orang Inggris untuk menyebut suatu berkah yang muncul di kemalangan. Kata orang Arab, "wa ma alladzdzatu illa ba'da atta'iba" alias tidak ada kenikmatan kecuali melarat dulu.

Begitulah sejarah tengkleng, kuliner khas Solo, Jawa Tengah, dan kegemaran para pencinta kuliner. Bagaimana tidak, panganan berbahan kambing-kambingan ini ternyata berawal dari kesengseraan karena dijajah Jepang.

Tapi itu tentu bukan satu-satunya asal-usul tengkleng, masih ada versi lainnya.

Bagaimana ceritanya?

Mengutip Kompas.com, tengkleng menyimpan cerita sejarah memilukan. Begitu ujar Heri Priyatmoko, sejarawan asal Solo sekaligus Dosen Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, soal asal-muasal tengkleng.

Ketika Jepang berkuasa di Indonesia, termasuk di Solo, masyarakat di Solo pun jadi sengsara. Bahan pangan yang menipis membuat kaum kecil terpaksa mengolah apa pun menjadi sebuah santapan yang mengenyangkan perut.

"Tengkleng lahir dari buah kreativitas wong Solo dalam menghadapi situasi yang mencekik, tepatnya masa penjajahan Jepang," jelas Heri Priyatmoko saat dihubungi oleh Kompas.com, Selasa (26/11/2019). "Sekadar untuk mengatasi kelaparan yang merajalela, bonggol pisang pun dipakai untuk bahan makanan."

Di tengah masa penjajahan, orang Solo memutar otak untuk tetap bertahan hidup dengan mengolah semua bahan pangan, termasuk limbah pangan, termasuk limbah kambing seperti tulang belulang dan jeroan kambing.

Umumnya tulang dan jeroan hewan tidak dimanfaatkan oleh orang dari ekonomi tinggi pada masa itu. Hanya berbekal limbah kambing seperti tulang belulang dan jeroan dari kambing, mau tak mau masyarakat Solo mengolah sajian tersebut untuk mengisi perut.