Find Us On Social Media :

Mengapa Ibadah Haji Diwajibkan Hanya Untuk Orang Yang Sudah Mampu?

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 26 Mei 2024 | 20:19 WIB

Inilah alasan mengapa ibadah haji diwajibkan hanya untuk orang yang sudah mampu.

Intisari-Online.com - Dalam Rukun Islam ke-5, yaitu Haji, di situ ada semacam prasyarat "bagi yang mampu".

Inilah alasan mengapa ibadah haji diwajibkan hanya untuk orang yang sudah mampu.

Haji diwajibkan bagi orang yang mampu karena ibadah ini memerlukan biaya sendiri, biaya untuk keluarga yang ditinggalkan, serta kemampuan fisik selama melaksanakan ibadah haji.

Mengutip buku Dialog Lintas Mazhab: Fiqh Ibadah dan Muamalah karya Asmaji Muchtar, orang yang tidak "mampu", tidak wajib untuk menunaikan ibadah haji.

Mampu di sini banyak pengertiannya.

Menurut mazhab Hanafi, mampu mengacu pada orang yang sudah mempunyai bekal, adanya kendaraan yang membawanya ke Tanah Suci, sudah memenuhi kebutuhan pakaian, makanan, rumah, dan memiliki nafkah untuk orang yang wajib dinafkahi selama ia pergi haji.

Sementara mazhab Maliki, mampu berarti mungkin untuk bisa pergi ke Makkah sesuai kewajaran, tanpa mengalami kendala yang berat (berjalan kaki atau naik kendaraan).

Bila ada orang yang mempunyai kendala berat, tetapi memaksa berangkat, haji yang dilakukannya ini telah cukup dan menjadi haji fardhu.

Kemudian Hanbali mengatakan, mampu bagi mereka yang telah memiliki bekal, seperti adanya kendaraan yang pantas, dan telah terpenuhi kebutuhan seperti rumah dan nafkah keluarga.

Llau Syafi'i berpendapat, mampu terbagi menjadi dua, yakni mampu dengan diri sendiri dan mampu dengan orang lain.

Menurut Kementerian Agama, mampu dibagi menjadi empat:

1. Jasmani

Indikatornya sehat, kuat, sehingga mampu secara fisik melakukan ibadah haji.

2. Rohani

Mampu memahami manasik haji, mampu secara akal sehat dan mempunyai kesiapan mental

3. Ekonomi

Mampu membayar biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) ditentukan pemerintah, dan berasal dari usaha/harta yang halal.

Tidak membayar biaya haji dari satu-satunya sumber kehidupan.

Mampu menghidupi biaya haji untuk keluarga di Tanah Air

4. Aman

Mampu mewujudkan perjalanan yang aman ke Tanah Suci.

Memastikan keluarga dan harta benda aman.

Tidak ada halangan, mendapatkan izin pergi haji seperti mendapatkan kuota perjalanan.

Sejarah turunnya perintah Haji

Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh umat Muslim yang mampu, baik mampu dari segi biaya, fisik, dan waktu.

Ibadah haji hanya dapat dilaksanakan setahun sekali, tepatnya di bulan Dzulhijjah, dan di Tanah Suci Mekkah.

Kini, setiap tahunnya, jutaan umat Islam dari seluruh dunia datang ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji.

Perintah haji turun pada masa Nabi Ibrahim, tepatnya ketika Kakbah selesai dibangun.

Saat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menyelesaikan amanat dari Allah untuk membangun Kakbah, turunlah perintah untuk menyeru manusia melaksanakan ibadah haji ke Mekkah.

Hal itu sebagaimana disebutkan dalam Al Quran surat Al-Hajj ayat 27, yang artinya berbunyi:

"Dan serula manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh."

Imam Ath-Thabari meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa setelah mendapat perintah itu, Nabi Ibrahim berkata, "Wahai Tuhanku, suaraku tidak mampu memanggil hingga jauh."

"Serulah! Aku yang akan menyampaikan," jawab Allah.

Benar saja, ketika Nabi Ibrahim menyeru, semua makhluk yang ada di bumi dan langit mendengar seruannya.

Imam Ath-Thabari melengkapi kisahnya dengan riwayat bahwa Malaikat Jibril menemui Nabi Ibrahim pada hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah), lalu menunjukkan ritual-ritual haji.

Saat itulah ibadah haji pertama kali dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim.

Sementara itu, Ubaid bin Umair al-Laitsi berkata, "Riwayat yang sampai kepadaku mengatakan bahwa setelah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail meninggikan bangunan Kakbah hingga selesai, turunlah perintah untuk melaksanakan haji. Nabi Ibrahim kemudian menghadap ke Yaman dan menyeru manusia untuk beribahdah kepada Allah dan berhaji ke rumah-Nya. Kemudian terdengar jawaban, 'Labbaik allahumma labbaik'. Lalu Nabi Ibrahim menghadap ke barat untuk menyeru dan mendapatkan jawaban yang sama."

Sayangnya, seiring berjalannya waktu sepeninggal Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, tata cara dan tujuan ibadah haji banyak diubah oleh bangsa Arab.

Tradisi menyimpang masyarakat Arab jahiliyah baru berubah setelah datangnya Nabi Muhammad, nabi terakhir yang diutus Allah.

Pada masa Nabi Muhammad, semua ritual masyarakat Arab jahiliyah yang menyimpang dihapus dan tujuan haji yang sebenarnya, yakni menegakkan tauhid agar senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah, kembali ditekankan.

Sebagian ahli menyebut bahwa ibadah haji disyariatkan pada tahun 6 Hijriah atau sekitar 627 Masehi. Nabi Muhammad melaksanakan ibadah haji untuk pertama dan terakhir pada 9 Hijriah.

Itulah alasan mengapa ibadah haji diwajibkan hanya untuk orang yang sudah mampu. Semoga bermanfaat.

Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News