Find Us On Social Media :

Sejarah KRI Nanggala 402 Yang Pernah Jadi Ujung Tombak Indonesia Saat Sengketa Blok Ambalat

By Moh. Habib Asyhad, Jumat, 24 Mei 2024 | 19:17 WIB

Sejarah KRI Nanggala 402 yang pernah jadi ujung tombak Indonesia saat sengketa Blok Ambalat dengan Malaysia.

Intisari-Online.com - Salah satu kehilangan terbesar Indonesia dalam dunia militer terjadi pada April 2021.

Pada Rabu, 21 April 2021, KRI Nanggala 402 hilang kontak ketika melakukan latihan penembakan torpedo di Laut Bali bersama 53 awaknya.

Tiga hari kemudian, KRI Nanggala dinyatakan tenggelam setelah ditemukannya puing-puing yang berasal dari kapal selam tersebut.

Inilah sejarah KRI Nanggala 402 yang pernah jadi ujung tombak Indonesia saat sengketa Blok Ambalat dengan Malaysia.

Sepak terjang itu pernah diceritakan Edna C Pattisina di Kompas.ID dengan judul "KRI Nanggala-402 Dulu Jadi Ujung Tombak Sengketa Blok Ambalat".

Begini ceritanya, sebagaimana ditulis oleh Edna:

Pada 8 April 2005, Kapal Republik Indonesia (KRI) Tedong Naga 819 menyerempet Kapal Diraja Rencong dari Malaysia di perairan Karang Unaran, Nunukan, Kaltim.

Buku 71 Tahun TNI AL mencatat, aksi ini terpaksa dilakukan karena KD Rencong berkali-kali melakukan manuver yang membahayakan pembangunan mercusuar Karang Unarang.

Insiden ini adalah bagian dari konflik perebutan blok Ambalat yang kaya migas.

Setelah peristiwa itu, pada Mei 2005, Kapal Selam KRI Nanggala 402 dioperasikan di kawasan itu.

Tugas KRI Nanggala adalah menjadi ujung tombak alias bersiap-siap.

Kalau terjadi apa-apa, KRI Nanggala yang maju.

Baca Juga: Bagaimana Argumen Malaysia dalam Klaim Kepemilikan Blok Ambalat?

Tugasnya sesuai dengan peran kapal selam untuk mengintai, menyusup, dan memburu sasaran-sasaran strategis.

Semua sesuai dengan keputusan politik pemerintah.

Saat itu, KRI Nanggala–402 beroperasi sendiri karena ”saudaranya”, yaitu KRI Cakra 401, sedang diperbaiki total di Korea Selatan.

KRI Cakra mulai beroperasi kembali Februari 2006.

Belakangan, bergantian, KRI Nanggala yang diperbaiki di Korea Selatan dan kembali ke Tanah Air pada Februari 2012.

Saat itu, jumlah kapal selam RI hanya dua unit untuk mencakup laut yang sangat luas.

Ada banyak misi rahasia yang diemban KRI Nanggala.

Hal ini sesuai dengan sifat kapal selam yang strategis, yaitu senyap dan tidak diketahui keberadaannya.

KRI Nanggala-402 juga mengikuti misi-misi yang terbuka di antaranya dalam latihan-latihan dengan US Navy tahun 2002 di Laut Jawa dan Selat Bali dengan nama latihan Coorperation Afloat Readiness and Training/CARAT.

KRI Nanggala-402 juga kerap ikut latihan perang.

Tahun 2004 KRI Nanggala-402 berhasil menenggelamkan eks KRI Rakata, sebuah kapal tunda samudra buatan 1942 dengan Torpedo SUT (surface and underwater target).

KRI Nanggala-402 memiliki delapan tabung torpedo dan enam torpedo cadangan.

Torpedo SUT yang saat ini dioperasikan di antaranya adalah buatan PT Dirgantara Indonesia.

Tingkat keberhasilan torpedo bisa di atas 90 persen.

Rudal SUT ini yang, menurut rencana, akan ditembakan saat latihan di laut Bali, Kamis (22/4/2021).

Namun, KRI Nanggala-402 diduga tenggelam saat gladi latihan, Rabu pagi di laut sebelah utara Pulau Bali.

Torpedo senyap

Daya jangkau SUT tersebut bisa sampai 23 kilometer.

Torpedo ”dijatuhkan” dari tabung lalu berjalan senyap dengan peluncur baling-baling menuju sasaran.

Torpedo memiliki sensor sonar sehingga bisa bekerja sendiri menangkap gelombang suara sasaran.

Namun, tingkat akurasi penembakan torpedo sangat tinggi karena ia ”disetir” dari pusat operasi kapal selam.

KRI Nanggala-402 memiliki berat selam 1.395 ton, dengan dimensi panjang 59,5 meter dengan lebar 6,3 meter dan tinggi 5,5 meter.

Kapal selam ini menggunakan empat mesin diesel elektrik, 1 shaft yang menghasilkan 4.600 SHP sehingga sanggup berpacu di dalam air hingga kecepatan 21,5 knot.

KRI Cakra dan KRI Nanggala, keduanya kelas 209, dibuat di HDW Kiel, Jerman, pada 1978-1979.

Pada 21 Juli 1981, kedua kapal ini diserahkan ke TNI AL dan berada di Komando Armada II di Surabaya.

Kapal tersebut bersandar di dermaga Dock Lawang yang masuk klasifikasi ”A” di mana orang luar yang masuk harus mendapatkan security clearance dari Intelijen Armada.

Indroyono Soesilo dalam bukunya Kapal Selam Indonesia mencatat, kapal selam KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402 telah ditropikalisasi dan lebih canggih sistem pengendaliannya.

Dengan demikian, lebih cocok berlayar di laut Nusantara.

Kapal ini juga unggul dalam hal rancang bangun tekan, penempatan peluncur torpedo dan jumlah baling-baling kapal dibandingkan KRI Tjakra dan KRI Nanggala generasi sebelumnya yang merupakan buatan Rusia dan diresmikan Presiden Soekarno pada 12 September 1959.

Kapal selam dari Rusia yang masuk kategori kelas Whiskey ini badan tekannya dibagi-bagi dalam ruangan-ruangan kedap air.

Di kelas 209 buatan Jerman, badan tekan berbentuk silinder baja tanpa sekat-sekat.

Suhu ruangannya pun lebih nyaman dan tidak membuat kru terus berkeringat.

Perbedaan lainnya ialah, kelas 209 punya satu baling-baling dan peluncur torpedonya ada di haluan kapal.

Sementara itu, Whiskey-Class punya dua baling-baling dan peluncur torpedo ada di buritan kapal.

Itulah sekelumit sejarah KRI Nanggala 420 yang pernah jadi ujung tombak Indonesia saat sengketa Blok Ambalat dengan Malaysia.

Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News