Find Us On Social Media :

Menyatu Indah Dengan Budaya Pendahulunya, Begini Proses Dan Sejarah Tradisi Islam Di Nusantara

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 22 April 2024 | 11:17 WIB

Suasana sekaten antara tahun 1910-1930 yang bertempat di depan Masjid Agung Surakarta (alun-alun utara Surakarta). Sekaten pernah jadi saksi bisu disebarnya hektograf mengancam dalam sejarah komunis di Surakarta. Artikel ini akan membahas tentang proses dan sejarah tradisi Islam di Nusantara, dari awal hingga masa kini.

Intisari-Online.com - Tradisi Islam di Nusantara adalah tradisi Islam yang unik, yang berbeda dengan tradisi Islam di Jazirah Arab.

Yang membuatnya unik adalah percampurannya dengan tradisi-tradisi lain yang sudah ada sebelumnya.

Artikel ini akan membahas tentang proses dan sejarah tradisi Islam di Nusantara, dari awal hingga masa kini.

Mengutip Kompas.com, Islam masuk ke Indonesia dengan dua cara.

Pertama dikenalkan oleh para pedagang Muslim Arab, kedua lewat aktivitas dakwah dari para ulama.

Ketika para ulama pertama kali mendakwahkan Islam di Nusantara, sempat terjadi benturan antara ajaran Islam dengan adat istiadat setempat.

Menurut sejarah, jauh sebelum Islam masuk ke Nusantara, masyarakat memang sudah lebih dulu meyakini agama Hindu-Buddha dan budayanya sudah mengakar kuat.

Menyadari hal itu, para dai Islam tidak lantas berusaha memusnahkan tradisi masyarakat yang sudah ada, melainkan menyesuaikannya dengan ajaran Islam.

Percampuran antara ajaran Islam dengan adat istiadat setempat inilah yang melahirkan berbagai tradisi Islam di Nusantara.

Sebelum ada Islam, Hindu-Buddha terlebih dahulu ada dan berkembang di Nusantara.

Keberadannya diperkirakan sudah ada sejak abad ke-2.

Masuknya agama Hindu-Buddha ke Nusantara dibawa oleh para pedagang dan pendeta dari India serta China, melalui jalur darat dan laut.

Sejak saat itu, masyarakat mulai mengenal agama Hindu-Buddha dan kemudian meyakininya.

Dalam perkembangannya, masyarakat Nusantara pun memiliki budaya, adat, serta tata cara hidup sesuai ajaran Hindu-Buddha.

Lalu berabad-abad kemudian, ada yang bilang abad ke-7 ada yang bilang abad ke-11, masuklah agama Islam ke Nusantara, yang dibawa oleh para pedagang Muslim Arab.

Masuknya agama Islam di Nusantara dilanjutkan dengan dakwah-dakwah Islam dari para ulama.

Para ulama Islam, yang mengetahui bahwa masyarakat di Nusantara telah memiliki budaya dan adat istiadat, tidak berusaha mengubahnya.

Dalam dakwahnya, para ulama mencoba untuk menyesuaikan budaya masyarakat dan ajaran Islam, dengan cara melakukan akulturasi atau penggabungan budaya.

Dengan demikian, konsep tradisi lokal yang sudah ada akan diisi dengan ajaran Islam.

Akan tetapi, untuk ritual atau tradisi yang bertentangan dengan Islam, seperti berjudi, minum minuman keras, dan menyembah kepada berhala, dihapus dan diganti dengan ajaran Islam.

Penggantian ini tidak dilakukan secara semena-mena, melainkan berdasarkan dari dakwah Nabi Muhammad SAW di tanah Arab.

Saat menyiarkan Islam, Rasulullah SAW tidak melarang maupun memusnakah tradisi Arab, tetapi menyesuaikannya dengan ajaran Islam.

Setelah Islam semakin berkembang, lahirlah berbagai tradisi Islam di Nusantara.

Salah satu tradisi Islam Nusantara yang masih eksis hingga sekarang adalah tradisi halal bihalal.

Tradisi halalbihalal biasanya dilakukan setelah umat Islam menyelesaikan ibadah puasa Ramadan atau saat hari raya Idul Fitri.

Tradisi ini dilakukan dengan cara bermaaf-maafan antara sanak keluarga dan kolega.

Dari sejarahnya, halalbihalal muncul pada 1948, saat Presiden Soekarno memanggil KH Wahab Chasbullah ke Istana Negara.

Saat itu, Wahab dimintai pendapat untuk menanggapi ketegangan yang terjadi di dalam pemerintahan.

Wahab pun mengusulkan agar dilakukan acara silaturahmi, karena kebetulan ketika itu sedang menjelang Hari Raya Idulfitri 1367 H.

Presiden Soekarno pun menyetujui usulan dari KH Wahab Chasbullah dan melakukan acara silaturahmi, yang kemudian disebut sebagai halalbihalal.

Selain itu ada juga tradisi Sekaten di Yogyakarta dan Solo.

Sekaten adalah tradisi Islam yang diadakan oleh Keraton Surakarta dan Yogyakarta, yang bertujuan untuk mengenang hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Menurut sejarah, tradisi Sekaten digagas oleh salah satu Wali Songo, yakni Sunan Bonang.

Kala itu, Sunan Bonang mengumpulkan masyarakat setempat untuk menyampaikan dakwah Islam.

Setelah masyarakat berkumpul, mereka disuguhkan penampilan gamelan.

Di sela-sela pukulan gamelan, diselingi bacaan syahadatain atau dua kalimat syahadat bersama-sama.

Peristiwa inilah yang kemudian melahirkan tradisi Sekaten, yang berasal dari kata syahadat.

Selain halalbihalal dan Sekaten, masih banyak contoh tradisi Islam yang ada di Nusantara.

Itulah proses dan sejarah tradisi Islam di Nusantara, dari awal hingga masa kini, semoga bermanfaat.

Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News.