Filosofi Ketupat Menurut Sunan Kalijaga: Makna Mendalam di Balik Tradisi Lebaran

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Filosofi ketupat menurut sunan Kalijaga, yang kini melekat dengan tradisi Jawa.
Ilustrasi - Filosofi ketupat menurut sunan Kalijaga, yang kini melekat dengan tradisi Jawa.

Intisari-online.com - Ketupat, hidangan ikonik yang selalu hadir di momen Lebaran, tak hanya memanjakan lidah tapi juga menyimpan makna filosofis mendalam.

Bagi masyarakat Jawa, ketupat memiliki kaitan erat dengan Sunan Kalijaga, salah satu wali penyebar Islam di tanah Jawa.

Beliau diyakini memperkenalkan ketupat sebagai simbol tradisi lebaran dengan sarat makna.

Berikut ini adalah filosofi ketupat menurut sunan Kalijaga, yang melekat dalam tradisi Jawa.

Ngaku Lepat dan Laku Papat: Inti Filosofi Ketupat

Kata "ketupat" dalam bahasa Jawa berasal dari dua suku kata, yaitu "ngaku" dan "lepat".

"Ngaku" berarti mengakui, sedangkan "lepat" berarti salah.

Oleh Sunan Kalijaga, ketupat dimaknai sebagai simbol pengakuan atas kesalahan dan kelalaian selama setahun yang telah berlalu.

Tradisi sungkeman yang biasa dilakukan saat Lebaran menjadi wujud nyata dari filosofi ini, di mana anak-anak meminta maaf kepada orang tua dan memohon ampunan atas segala perbuatannya.

Lebih dalam lagi, Sunan Kalijaga juga mengaitkan ketupat dengan konsep "Laku Papat", yang berarti empat tingkah laku utama manusia.

Keempat tingkah laku tersebut adalah:

Baca Juga: Makna Halal Bihalal Dalam Islam, Tradisi yang Muncul Setiap Idul Fitri

Lebaran: Maksudnya adalah kemenangan atas hawa nafsu dan kesempurnaan ibadah selama bulan Ramadhan.

Luberan: Melambangkan limpahan berkah dan karunia dari Allah SWT.

Leburan: Menggambarkan proses peleburan dosa dan kesalahan selama setahun.

Laburan: Merupakan simbol pensucian diri dan hati.

Bentuk Ketupat dan Maknanya

Bentuk ketupat yang segi empat pun tak luput dari makna filosofis.

Empat sisi ketupat melambangkan empat penjuru mata angin, yaitu timur, barat, selatan, dan utara.

Hal ini mengingatkan manusia untuk selalu menghadap kiblat dalam beribadah dan menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan agama.

Selain itu, anyaman janur yang membungkus beras di dalam ketupat juga memiliki makna tersendiri.

Janur berasal dari bahasa Arab "Ja'a Nur" yang berarti "telah datang cahaya".

Maknanya melambangkan kemenangan cahaya Islam atas kegelapan jahiliyah.

Baca Juga: Mimpi Diri Sendiri Meninggal tapi Masih Hidup, Tanda Perubahan Besar?

Tradisi Ketupat: Mempererat Silaturahmi dan Rasa Syukur

Ketupat tidak hanya sarat makna filosofis, tetapi juga menjadi tradisi yang mempererat silaturahmi antar keluarga dan masyarakat.

Tradisi saling berbagi ketupat saat Lebaran merupakan wujud rasa syukur atas nikmat dan keberkahan yang telah diberikan Allah SWT.

Melalui filosofi yang terkandung di dalamnya, ketupat menjadi pengingat bagi umat Islam untuk selalu intropeksi diri, memperbaiki diri, dan meningkatkan keimanan.

Tradisi ketupat pun tak hanya lestari sebagai budaya, tetapi juga menjadi sarana pembelajaran dan penanaman nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat.

Kesimpulan

Ketupat, hidangan sederhana dengan makna mendalam, merupakan warisan budaya yang patut dilestarikan.

Filosofi yang terkandung di dalamnya menjadi pengingat bagi umat Islam untuk selalu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Tradisi ketupat pun menjadi sarana untuk mempererat silaturahmi dan rasa syukur atas nikmat dan keberkahan yang telah diberikan.

Demikian adalah filosofi ketupat menurut sunan Kalijaga, yang kini melekat dengan tradisi Jawa.

Artikel Terkait