Sejak saat itu, masyarakat mulai mengenal agama Hindu-Buddha dan kemudian meyakininya.
Dalam perkembangannya, masyarakat Nusantara pun memiliki budaya, adat, serta tata cara hidup sesuai ajaran Hindu-Buddha.
Lalu berabad-abad kemudian, ada yang bilang abad ke-7 ada yang bilang abad ke-11, masuklah agama Islam ke Nusantara, yang dibawa oleh para pedagang Muslim Arab.
Masuknya agama Islam di Nusantara dilanjutkan dengan dakwah-dakwah Islam dari para ulama.
Para ulama Islam, yang mengetahui bahwa masyarakat di Nusantara telah memiliki budaya dan adat istiadat, tidak berusaha mengubahnya.
Dalam dakwahnya, para ulama mencoba untuk menyesuaikan budaya masyarakat dan ajaran Islam, dengan cara melakukan akulturasi atau penggabungan budaya.
Dengan demikian, konsep tradisi lokal yang sudah ada akan diisi dengan ajaran Islam.
Akan tetapi, untuk ritual atau tradisi yang bertentangan dengan Islam, seperti berjudi, minum minuman keras, dan menyembah kepada berhala, dihapus dan diganti dengan ajaran Islam.
Penggantian ini tidak dilakukan secara semena-mena, melainkan berdasarkan dari dakwah Nabi Muhammad SAW di tanah Arab.
Saat menyiarkan Islam, Rasulullah SAW tidak melarang maupun memusnakah tradisi Arab, tetapi menyesuaikannya dengan ajaran Islam.
Setelah Islam semakin berkembang, lahirlah berbagai tradisi Islam di Nusantara.
Salah satu tradisi Islam Nusantara yang masih eksis hingga sekarang adalah tradisi halal bihalal.