Find Us On Social Media :

Inilah Para Penguasa Daulah Bani Abbasiyah Yang Punya Perhatian Besar Terhadap Perkembangan Baitul Hikmah

By Moh. Habib Asyhad, Jumat, 22 Maret 2024 | 21:17 WIB

Inilah para penguasa Daulah Bani Abbasiyah yang punya perhatian besar terhadap perkembangan Baitul Hikmah.

Intisari-Online.com - Barangkali suatu ketika Anda menemukan pernyataan dan pertanyaan seperti berikut ini:

Para penguasa Daulah Abbasiyah di masa keemasan memiliki perhatian yang besar terhadap perkembangan Bayt al-Ḥikmah (Baitul Hikmah). Mereka menjadikan Bayt al-Ḥikmah sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia.

Para khalifah tersebut adalah sebagai berikut, kecuali ....

A. al-Mansur            C. al-Makmun

B. al-Rasyid             D. al-Muktasim

Inilah para penguasa Daulah Bani Abbasiyah yang punya perhatian besar terhadap perkembangan Baitul Hikmah.

Berbicara tentang Daulah Bani Abbasiyah tak afdal tanpa menyinggung Baitul Hikmah alias Home of Wisdom.

Bisa dibilang, institusi itu menjadi salah satu pencapaian terbesar dari kekhalifahan kedua setelah Khulafaur Rasyidin tersebut.

Inilah fakta sejarah tentang Baitul Hikmah, pencapaian terbesar Bani Abbasiyah.

Baitul Hikmah sebagai pusat ilmu pengetahuan

Salah satu catatan sejarah yang fenomenal pada masa keemasan Daulah Abbasiyah adalah tentang Baitul Hikmah.

Pada awalnya Baitul Hikmah didirikan oleh Khalifah Harus al-Rasyid pada awal masa pemerintahannya.

Saat itu Baitul Hikmah difungsikan sebagai perpustakaan pribadi.

Baca Juga: Inilah Fakta Sejarah Tentang Baitul Hikmah, Pencapaian Terbesar Bani Abbasiyah

Pada masa Khalifah al-Makmun, Baitul Hikmah diformalkan menjadi lembaga pendidikan tinggi Islam.

Lembaga ini merupakan lembaga pendidikan tinggi pertama Islam.

Selain sebagai lembaga pendidikan tinggi, Baitul Hikmah juga berfungsi sebagai biro penerjemahan dan perpustakaan.

Al-Makmun juga mengembangkan Baitul Hikmah menjadi observatorium sebagai tempat pengajaran astronomi dan rumah sakit sebagai pusat studi kedokteran.

Baitul Hikmah dikembangkan menjadi lembaga pendidikan formal dalam rangka mewadahi perkembangan ilmu pengetahuan di Baghdad pada saat itu.

Sebelumnya ilmu pengetahuan sudah mulai berkembang sejak era Khalifah al-Mansur.

Perkembangan ilmu pengetahuan diawali dari kegiatan penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan berbahasa Yunani.

Pada awalnya kegiatan penerjemahan itu bersifat perorangan.

Kegiatan penerjemahan banyak dilakukan di suatu daerah yang bernama Harran (sekarang masuk wilayah Turki).

Di tempat ini berkumpul para ahli bahasa Yunani dari Syria.

Mereka menerjemahkan buku-buku tentang aritmatika, geografi, filsafat, dan lain-lain dari bahasa Yunani ke bahasa Syria.

Baru setelah itu diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Arab.

Berkembangnya kegiatan penerjemahan pada masa itu juga ditopang oleh tingkat kesejahteraan penduduk di wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah.

Kebutuhan dasar mereka sudah terpenuhi dengan baik.

Karenanya mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dengan kegiatan-kegiatan yang beragam, salah satunya adalah penerjemahan buku.

Oleh karena itu pada saat itu membaca buku merupakan aktivitas yang biasa di temukan di sudut-sudut wilayah Abbasiyah.

Bahkan banyak perpustakaan pribadi yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap buku dan ilmu pengetahuan.

Kesejahteraan penduduk Abbasiyah merata di semua kelas masyarakat.

Termasuk masyarakat yang beragama non-muslim, baik dari kalangan ahli kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani, maupun kaum Sābi‘īn (penyembah matahari) yang masih eksis pada masa itu.

Bahkan para penerjemah ulung Daulah Abbasiyah pada awalnya berasal dari golongan mereka.

Di antaranya adalah Hunain ibn Ishaq, yang beragama Kristen Nestorian, dan Tsabit ibn Qurrahdari kalangan Sabiin.

Mereka adalah penerjemah-penerjemah produktif yang di kemudian hari diberi kepercayaan oleh para khalifah untuk bekerja di Baitul Hikmah.

Pengembangan Baitul Hikmah oleh Khalifah al-Makmun menunjukkan perhatian yang besar dari penguasa terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Baitul Hikmah dibangun sebagai fasilitas bagi para ilmuwan agar mereka bisa berkembang dengan lebih baik.

Para ilmuwan ternama kemudian dipanggil untuk bekerja di tempat ini, di antaranya adalah Hunain ibn Ishaq dan Tsabit ibn Qurrah.

Bahkan mereka mendapatkan fasilitas eksklusif dari penguasa.

Misalnya Hunain ibn Ishaq yang mendapatkan gaji 500 dinar sebulan.

Menurut catatan Philip K. Hitti 500 dinar setara dengan 250 pounsterling.

Jika dikurskan dengan rupiah, maka nilainya sekitar 5 juta rupiah.

Selain itu ia juga mendapatkan emas untuk setiap buku yang diterjemahkan seberat buku yang diterjemahkan itu.

Sejak menjadi lembaga formal, Baitul Hikmah berkembang menjadi pusat ilmu pengetahuan.

Baitul Hikmah, bukan lagi sekedar berfungsi sebagai biro penerjemahan, tetapi berkembang sebagai pusat perkembangan ilmu pengetahuan.

Penerjemahan pun tidak hanya terbatas dari karya-karya berbahasa Yunani.

Penerjemahan meluas ke buku-buku berbahasa Persia dan India.

Banyak ilmu pengetahuan dan ilmuan yang terlahir dan berkembang dari lembaga ini.

Seperti ahli kedokteran Ibnu Sina, ahli astronomi al-Battani, ahli matematika al-Khawarizmi.

Di samping itu Baitul Hikmah juga melahirkan para filosof muslim seperti al-Kindi, al-Farabi, hingga al-Ghazali.

Baitul Hikmah juga menjadi tempat rujukan studi bagi masyarakat internasional.

Banyak pelajar dari berbagai belahan dunia, seperti China, India, Persia, maupun Eropa yang belajar ke Baitul Hikmah.

Mereka belajar berbagai ilmu pengetahuan yang dikembangkan di Baitul Hikmah untuk dibawa pulang ke daerah masing-masing.

Di kemudian hari ilmu pengetahuan yang didapatkan di Baitul Hikmah kemudian berkembang di Eropa dan menjadi ilmu pengetahuan yang kalian pelajari di sekolah sekarang ini

Selain Baitul Hikmah, tradisi keilmuan juga berkembang secara luas.

Tradisi keilmuan itu berkembang melalui berbagai perpustakaan pribadi yang banyak dimiliki dandikembangkan secara mandiri.

Bersumber dari tradisi literasi inilah berkembang beragam ilmu pengetahuan, baik ilmu umum seperti kedokteran, matematika, astronomi, kimia, seni, dan lain-lain, maupun ilmu agama, seperti ilmu kalam, ilmu fikih, ilmu tafsir, maupun ilmu hadis.

Keberadaan Baitul Hikmah sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia terus berkembang sampai beberapa penguasa berikutnya, yakni al-Muktasim (833-842 M) dan al-Watsiq (842-847 M).

Namun kejayaan Baitul Hikmah mulai meredup pada masa al-Mutawakil (847-861 M).

Berbeda dengan para pendahulunya yang memberikan perhatian besar terhadap penerjemahan buku dari Yunani, Khalifah al-Mutawakil mulai melakukan pembatasan-pembatasan.

Meskipun demikian Baitul Hikmah tetap bertahan sebagai pusat ilmu pengetahuan.

Sampai akhirnya Baitul Hikmah dihancurkan oleh tentara Mongol yang menaklukkan dan menguasai Baghdad pada tahun 1258 M.

Saat itu tentara Mongol hanya peduli dengan emas.

Semua hal selain emas mereka bumi hanguskan, termasuk Baitul Hikmah dan perpustakaan-perpustakaan yang tersebar di seantero Baghdad.

Jadi, itulah para penguasa Daulah Bani Abbasiyah yang punya perhatian besar terhadap perkembangan Baitul Hikmah, semoga bermanfaat.

Baca Juga: Inilah Fakta Sejarah Tentang Perkembangan Seni Di Kota Baghdad, Ibu Kota Daulah Bani Abbasiyah