Find Us On Social Media :

Inilah Ulama Indonesia Yang Pernah Diundang Untuk Presentasi Di Hadapan Para Ulama Universitas Al-Azhar Kairo Mesir

By Moh. Habib Asyhad, Jumat, 1 Maret 2024 | 16:17 WIB

Syekh Nawawi Al-bantani

Intisari-Online.com - Ulama Indonesia ini pernah diundang untuk presentasi di hadapan para ulama Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, tepatnya tahun 1870 M.

Meski lahir di Indonesia, ulama ini punya reputasi yang cukup mentereng di dunia Islam di seluruh dunia.

Inilah Ulama Indonesia Yang Pernah Diundang Untuk Presentasi Di Hadapan Para Ulama Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, namanya Syekh Nawai Al-Bantani.

Mengutip Kompas.com, Syekh Nawawi al-Bantani merupakan ulama Nusantara yang mendunia karena menjadi pengajar di Masjidil Haram, Mekkah.

Dia adalah seorang ulama yang sangat produktif menulis kitab dan menghasilkan ratusan karya.

Karya tersebut meliputi bidang ilmu fiqih, tafsir, tauhid, tasawuf, dan hadis.

Syekh Nawawi al-Bantani juga berperan dalam sejarah perjuangan melawan penjajahan kolonial Belanda di Indonesia.

Syekh Nawawi lahir pada tahun 1813 di Kampung Tanara, Desa Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten.

Nama lengkapnya Muhammad Nawawi bin 'Umar bin 'Arabi al-Bantani, anak sulung dari tujuh bersaudara.

Ayahnya, Syekh Umar bin Arabi al-Bantani merupakan ulama di Banten.

Ibunya bernama Zubaedah.

Saat masih kecil Syekh Nawawi belajar Al-Quran dan dasar-dasar Islam kepada ayahnya.

Setelah belajar bersama ayahnya, Syekh Nawawi berguru kepada Haji Sahal dan Raden Haji Yusuf selama enam tahun.

Dia kemudian kembali ke Tanara untuk menggantikan ayahnya sebagai pemimpin pondok pesantren.

Syekh Nawawi hanya bertahan selama kurang lebih dua tahun mengajar di pondok pesantren di Tanara.

Dia kemudian pergi ke Mekkah untuk belajar agama Islam di pusat pengajarannya langsung, yaitu di Masjidil Haram.

Di Mekkah, Syekh Nawawi belajar kepada banyak ulama ternama di Arab, seperti Sayyid Ahmad An-Nahrawi, Syekh Muhammad Khatib Al-Hanbali, Sayyid Ahmad Zaini, dan Sayyid Ahmad Ad-Dimyati.

Di Mekkah, Syekh Nawawi hanya bertahan selama tiga tahun untuk belajar.

Dia kemudian kembali ke Tanara dan mengajar di pondok pesantren ayahnya.

Begitu sampai di Banten, Syekh Nawawi sangat geram melihat kondisi masyarakat berada di bawah belenggu penjajahan Belanda.

Dia lalu memanfaatkan mimbar-mimbar untuk ceramah mengobarkan semangat perjuangan.

Syiarnya mengutuk penjajahan Belanda dan mengajak masyarakat lepas dari penjajahan.

Sikapnya terhadap penjajahan Belanda yang keras membuatnya diawasi dengan ketat oleh para pejabat kolonial Belanda maupun pejabat lokal.

Hal itu ditakutkan akan menimbulkan mobilisasi massa karena khotbah-khotbah yang disuarakan oleh Syekh Nawawi.

Pengawasan ketat yang dilakukan kepada Syekh Nawawi membuatnya tidak betah.

Dia kemudian kembali meninggalkan Tanah Air dan bertolak ke Mekkah untuk menuntut ilmu.

Syekh Nawawi begitu betah tinggal di Mekkah. Diperkirakan, ia menetap di sana dari tahun 1830 hingga meninggal dunia.

Selama di Mekkah, Syekh Nawawi berguru ilmu tasawuf kepada Syekh Abdul Gani Bima dan Syekh Ahmad Khatib.

Setelah tinggal di Mekkah untuk kedua kalinya, ilmu yang didapatkan oleh Syekh Nawawi berkembang.

Dia menjadi seorang ulama terkemuka yang menguasai ajaran Islam.

Syekh Nawawi bahkan disegani oleh para penuntut ilmu Islam dari seluruh penjuru dunia.

Dia dipercaya menjadi pengajar di Masjidil Haram, Mekkah kurang lebih selama 10 tahun, dari tahun 1860 hingga 1870.

Pada 1870, Syekh Nawawi juga pernah diundang oleh para ulama Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, untuk memberikan kuliah singkat di suatu forum diskusi ilmiah.

Para ulama itu tertarik mengaundang Syekh Nawawi karena sudah dikenal di seantero dunia.

Di samping kesibukannya sebagai ulama, Syekh Nawawi juga aktif menulis kitab dalam berbagai bidang keislaman.

Seperti:

- Al-'Aqd As-Samin Syarah Fath Al-Mubîn Sullam Al-Munâjah Syarah Safînah As-Shalâh

- Al-Munir

- Ats-Tsamar Ay-Yani'ah Syarah Ar-Riyadl Al-Badi'ah

Selain mengajar di Masjidil Haram, Syekh Nawawi juga selalu membuka rumahnya dari pagi hingga siang bagi yang ingin menuntut ilmu.

Di rumahnya itulah, Syekh Nawawi memberikan pengajaran kepada para muridnya yang datang dari berbagai negara.

Ada pula ulama yang berasal dari Indonesia yang belajar kepada Syekh Nawawi di Mekkah, mereka adalah Haji Wasith dan Haji Tubagus Ismail.

Mereka berdua kemudian menjadi otak dari Geger Cilegon, pemberontakan petani di Cilegon pada tahun 1888.

Selain itu, pendiri NU (Nahdlatul Ulama) KH Hasyim Asy'ari juga pernah menuntut ilmu kepada Syekh Nawawi di Mekkah.

Setelah mengabdikan dirinya sebagai pengajar di Mekkah, Syekh Nawawi meninggal dunia pada tahun 1897 atau 25 Syawal tahun 1314 H.

Syekh Nawawi kemudian dimakamkan di Jannatul Mu'alla, Mekah yang bersebelahan dengan makam anak perempuannya.

Meski meninggal dunia di Mekkah, setiap tahunnya selalu diadakan haul atau peringatan meninggalnya Syekh Nawawi al-Bantani di Pondok Pesanten An-Nawawi di Tanara, Serang.

Itulah Ulama Indonesia Yang Pernah Diundang Untuk Presentasi Di Hadapan Para Ulama Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, namanya Syekh Nawai Al-Bantani.