Penulis
Intisari-Online.com -Pada 15 Februari 1958, dibentuk sebagai pemerintahan alternatif di Sumatera Barat yang bernama Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia.
PRRI mengangkat Syafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri.
Sementara di Jakarta, pembentukan PRRI dianggap sebagai peristiwa pemberontakan oleh pemerintah pusat.
Dan karena itulah gerakan itu harus dihancurkan.
Mengutip Kompas.com,Pemberontakan PRRI merupakan peristiwa sejarah berupa gerakan revolusi dari golongan oposisi terhadap pemerintah Indonesia pascakemerdekaan.
Kondisi pemerintahan yang belum stabil dan belum meratanya kesejahteraan serta pembangunan membuat situasi sangat sulit.
Gerakan ini sejatinya merupakan "perang saudara" karena sesama warga negara yang seharusnya bahu-membahu membangun Indonesia justru saling berseteru.
Salah satu pemicunya adalah kebijakan pemerintah pusat yang dianggap mengistimewakan Pulau Jawa dibanding dengan pulau-pulau lain.
Kebijakan itulah yang memunculkan sentimen dan memicu upaya revolusi di daerah seperti pemberontakan PRRI--juga Permesta.
PRRI merupakansebuah pemerintahan baru berupa gerakan pertentangan di Sumatera pada 1950-an.
PRRI diprakarsai oleh beberapa tokoh seperti: Letnan Kolonel Ahmad Husein, Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Mr. Assaat Dt. Mudo, Maluddin Simbolon, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, Moh. Sjafei, J.F. Warouw, Saladin Sarumpaet, Muchtar Lintang, Saleh Lahade, Ayah Gani Usman, dan Dahlan Djambek.
Setelah pembentukan Dewan Banteng pada tanggal 20 Desember 1956, Letkol Ahmad Husein kemudian merebut kekuasaan Pemerintah Daerah dari Gubernur Ruslan Muljohardjo.
Dengan dalih gubernur yang ditunjuk pemerintah tidak berhasil menjalankan pembangunan daerah, Letkol Ahmad Husein kemudian mencetuskan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada 15 Februari 1958.
PRRI kemudian mengajukan tiga tuntutan kepada pemerintah pusat, yaitu:
- Dibubarkannya Kabinet Djuanda
- Mohammad Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX membentuk pemerintahan sementara sampai pemilihan umum berikutnya akan dilaksanakan
- Soekarno kembali pada posisi konstitusionalnya.
Tuntutan lain yang juga diajukan oleh PRRI juga terkait dengan masalah otonomi daerah karena pemerintah pusat dianggap tidak adil kepada para warga sipil dan militer soal pemerataan dana pembangunan.
Pemerintah menganggap pemberontakan PRRI harus segera dituntaskan dengan melakukan operasi gabungan yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Angkatan Perang RI (APRI).
Tentara APRI melayangkan berbagai macam tindak kekerasan, bahkan ribuan orang juga ditangkap dengan cara paksa karena dicurigai sebagai simpatisan PRRI.
Selama kondisi tersebut diketahui korban jiwa yang jatuh sebanyak 22.174 jiwa, 4.360 orang mengalami luka-luka, dan 8.072 orang menjadi tawanan.
Lewat Jenderal Abdul Haris Nasution, tentara PRRI berusaha dibujuk untuk menyerah dan kembali setia kepada NKRI.
Mendekati penghujung 1960, seluruh wilayah di Sumatera Barat pada akhirnya berhasil dikuasai oleh para tentara APRI.
Elemen sipil dan tentara diberi sebuah amnesti oleh pemerintah yang melui Keputusan Presiden No. 322 Tahun 1961 pada 22 Juni 1961.
Pada kenyataannya, amnesti tersebut tak memberi dampak karena masyarakat terutama pelajar dan mahasiswa masih hidup dalam tekanan selama bertahun-tahun.
Operasi Militer
Sejakadanya gerakan PRRI, pemerintah pusat menganggap gerakan tersebut harus segera dituntaskan dengan senjata.
Pemerintah pun melakukan operasi gabungan yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Angkatan Perang RI (APRI) untuk menumpas gerakan PRRI.
Berikut operasi yang pernah dilancarkan:
- Operasi Tegas dengan sasaran Riau dimulai pada tanggal 12 Maret 1958 dipimpin oleh Let. Kol. Kaharuddin Nasution.
- Operasi 17 Agustus di bawah pimpinan Kolonel Inf. Ahmad Yani dimulai pada tanggal 17 Agustus 1958 dibawah pimpinan Kolonel Achmad Yani.
- Operasi Merdeka di bawah pimpinan Letkol Inf. Rukmito Hendraningrat terdiri dari:
- Operasi Sapta Marga I, di Sulawesi Tengah dipimpin oleh Letkol Sumarsono.
- Operasi Sapta Marga II, di wilayah Gorontalo dipimpin oleh Mayor Agus Prasmono.
- Operasi Sapta Marga III, di kepulauan Sangir-Talaud dan Manado dipimpin oleh Letnan Kolonel Magenda.
- Operasi Sapta Marga IV, di Manado dipimpin oleh Letkol Rukminto.
- Operasi Merdeka adalah gerakan operasi militer yang dilakukan untuk menumpas Permesta di Sulawesi Utara/Tengah.
APRI melayangkan berbagai macam tindak kekerasan, bahkan ribuan orang juga ditangkap dengan cara paksa karena dicurigai sebagai simpatisan PRRI.
Melalui Jenderal Abdul Haris Nasution, tentara PRRI berusaha dibujuk untuk menyerah dan kembali setia kepada NKRI.
Semasa Kabinet PRRI masih berlangsung, beberapa menteri yang menjabat di dalamnya, yaitu:
- Mr. Sjafruddin Prawiranegara menjabat sebagai Perdana Menteri dan Menteri Keuangan.
- Mr. Assaat Dt. Mudo menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri.
- Kol. Maludin Simbolon menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.
- Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo menjabat sebagau Menteri Perhubungan dan Pelayaran.
- Muhammad Sjafei menjabat sebagai Menteri PPK dan Kesehatan.
- Saladin Sarumpaet menjabat sebagai Menteri Pertanian dan Perburuhan.
- Muchtar Lintang menjabat sebagai Menteri Agama.
- Saleh Lahade menjabat sebagai Menteri Penerangan.
- Abdul Gani Usman menjabat sebagai Menteri Sosial.
- Kol. Dahlan Djambek menjabat sebagai Menteri Pos dan Telekomunikasi.
Peristiwa pemberontakan PRRI merupakan salah satu gerakan yang menimbulkan dampak negatif terhadap keberlangsungan hidup negara Indonesia.
Dampak pergerakan tersebut terhadap pelaku adalah sebagai berikut:
- Jatuhnya korban jiwa sebanyak 22.174 jiwa, 4.360 mengalami luka-luka dan 8.072 orang menjadi tawanan.
- Keadaan Perekonomian Terganggu, muncul inflasi serta deflasi.
- Timbulnya kesadaran di kalangan pimpinan negara bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdiri atas wilayah kepualauan yang luas dengan aneka ragam masalah yang sering berbeda satu dengan yang lain.
- Timbulnya perpecahan hubungan persaudaraan.
- Kekurangan bahan makanan
Akibat dari kerusuhan yang berlangsung pada 1958-1960 ini, beberapa SMA, SMP, serta universitas juga turut ditutup, salah satunya Universitas Andalas yang baru berjalan selama dua tahun juga harus terpaksa ditutup sebab hampir semua dosen dan mahasiswanya ikut terlibat dalam PRRI.
Mendekati penghujung tahun 1960, seluruh wilayah di Sumatera Barat berhasil dikuasai oleh para tentara APRI.
Para elemen sipil dan tentara diberi sebuah amnesti oleh pemerintah yang kemudian dituangkan ke dalam Keputusan Presiden No. 322 Tahun 1961 pada 22 Juni 1961.
Namun, amnesti tersebut tak memberi dampak. Masyarakat, terutama pelajar dan mahasiswa masih hidup dalam tekanan selama bertahun-tahun.
Begitulah ketikapembentukan PRRI dianggap sebagai peristiwa makar oleh pemerintah pusat, puluhan ribu jiwa pun jadi korban.
Baca Juga: Inilah 2 Penyebab Runtuhnya Kerajaan Singasari, Pemberontakan Hingga Serangan Bangsa Asing