Find Us On Social Media :

Tepat Di Hari Valentine 1945, Pemberontakan PETA Meledak Di Blitar, Sosok Pemimpinnya Dicari-cari Hingga Sekarang

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 12 Februari 2024 | 14:17 WIB

Tepat di Hari Valentine 1945, pemberontakan PETA meledak di Blitar, dipimpin oleh sosok yang dicari-cari hingga saat ini.

Dari sanalah, mereka menyaksikan secara langsung siksaan berat yang dialami para pekerja romusha.

Para pekerja romusha dipaksa bekerja berat sejak dini hari hingga sore, tanpa diberi makan atau upah.

Makanan dan bantuan kesehatan yang mereka dapatkan juga sangat minim sehingga separuh dari romusha jatuh sakit dan meninggal dalam waktu singkat.

Pada akhir 1944, jumlah penduduk laki-laki di desa-desa sekitar Blitar berkurang sehingga sebagai gantinya dikerahkan romusha perempuan.

Para perempuan pun mengalami penyiksaan dan menjadi korban. Jumlah korban romusha perempuan lebih banyak dari laki-laki.

Selain itu, para prajurit PETA Blitar juga melihat kenyataan rakyat yang kelaparan karena diperas oleh Jepang.

Disebutkan bahwa pada suatu sore seusai latihan militer, anggota Daidan Blitar mendengar jeritan para petani yang dipaksa menjual padi melebihi jatah yang ditentukan kepada kumiai.

Kumiai sendiri adalah lembaga ekonomi semacam koperasi bentukan Jepang.

Tak hanya itu, Supriyadi dkk juga tidak tahan melihat sikap arogan dan sombong para tentara Jepang.

Para tentara Jepang pun diketahui kerap melecehkan perempuan-perempuan Indonesia.

Kekejian inilah yang kemudian melatarbelakangi Pemberontakan PETA di Blitar.

Tujuan Pemberontakan PETA di Blitar Pada 1944 hingga 1945, para pemuda Indonesia yang tergabung di PETA sudah mengetahui bahwa Jepang semakin tersudut dalam Perang Pasifik melawan Sekutu.