Penulis
Intisari-online.com - Konstitusi adalah hukum dasar yang mengatur penyelenggaraan negara, hak dan kewajiban warga negara, serta hubungan antara negara dan masyarakat.
Lantas seperti apa sejarah pembentukan konstitusi di Indonesia?
Konstitusi merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan dan kedaulatan dari penjajahan asing.
Konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa perubahan sejak masa kemerdekaan hingga saat ini.
Artikel ini akan membahas sejarah dan proses pembentukan konstitusi di Indonesia dari masa ke masa.
Konstitusi Pertama: Undang-Undang Dasar 1945
Konstitusi pertama yang dimiliki Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
UUD 1945 disusun oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk oleh Jepang pada tahun 1945.
BPUPKI terdiri dari para tokoh nasionalis, agamis, dan sosialis yang mewakili berbagai golongan dan daerah di Indonesia.
BPUPKI melakukan sidang dua kali, yaitu pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 dan 10-17 Juli 1945.
Dalam sidang pertama, BPUPKI membahas dasar negara dan rumusan pembukaan UUD.
Dalam sidang kedua, BPUPKI membahas batang tubuh UUD yang terdiri dari 37 pasal.
Hasil sidang BPUPKI kemudian diserahkan kepada Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945.
PPKI adalah lembaga yang bertugas menyelenggarakan kemerdekaan Indonesia. PPKI terdiri dari 21 orang anggota yang dipimpin oleh Ir. Soekarno.
PPKI melakukan sidang tiga kali, yaitu pada tanggal 18, 19, dan 22 Agustus 1945. Dalam sidang pertama, PPKI menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
Dalam sidang kedua, PPKI menetapkan Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden.
Dalam sidang ketiga, PPKI menetapkan susunan kabinet dan Dewan Pertimbangan Agung.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Presiden Soekarno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.
Dengan demikian, UUD 1945 mulai berlaku sebagai konstitusi pertama Indonesia.
UUD 1945 mengandung semangat revolusi dan nasionalisme yang tinggi. UUD 1945 mengakui Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa.
UUD 1945 juga mengakui kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung atau melalui perwakilan.
UUD 1945 juga menjamin hak asasi manusia, persatuan dan kesatuan nasional, demokrasi, keadilan sosial, dan kesejahteraan rakyat.
UUD 1945 juga menetapkan bentuk negara kesatuan dan sistem pemerintahan presidensial.
UUD 1945 juga membagi kekuasaan negara menjadi tiga cabang, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Baca Juga: Sejarah Konstitusi Indonesia Secara Singkat, Diawali Sikap Belanda Ini
Konstitusi Kedua: Undang-Undang Dasar Sementara 1950
Konstitusi kedua yang dimiliki Indonesia adalah Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950).
UUDS 1950 disusun oleh Dewan Konstituante yang dibentuk berdasarkan hasil pemilihan umum tahun 1955.
Dewan Konstituante terdiri dari 514 orang anggota yang mewakili berbagai partai politik dan daerah di Indonesia.
Dewan Konstituante melakukan sidang sejak tanggal 10 November 1956 hingga 5 Juli 1959.
Dalam sidang tersebut, Dewan Konstituante membahas rancangan konstitusi baru yang menggantikan UUD 1945.
Namun, Dewan Konstituante mengalami kebuntuan dalam menentukan dasar negara, yaitu antara Pancasila atau Islam.
Akibatnya, Dewan Konstituante tidak dapat menyelesaikan tugasnya.
Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden yang membubarkan Dewan Konstituante dan mengembalikan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
Sebelumnya, pada tanggal 27 Desember 1949, Indonesia telah mengubah statusnya dari negara federal menjadi negara kesatuan berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.
Dalam konferensi tersebut, Indonesia juga menyetujui UUDS 1950 sebagai konstitusi sementara yang berlaku selama Dewan Konstituante menyusun konstitusi baru.
UUDS 1950 mengandung semangat demokrasi dan desentralisasi yang lebih besar.
UUDS 1950 mengakui dasar negara adalah Piagam Jakarta yang merupakan perubahan dari Pancasila.
UUDS 1950 juga mengakui kedaulatan rakyat yang dilaksanakan melalui lembaga perwakilan.
UUDS 1950 juga menjamin hak asasi manusia, persatuan dan kesatuan nasional, demokrasi, keadilan sosial, dan kesejahteraan rakyat.
UUDS 1950 juga menetapkan bentuk negara kesatuan dan sistem pemerintahan parlementer.
UUDS 1950 juga membagi kekuasaan negara menjadi tiga cabang, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Baca Juga: Alasan Kita Perlu Mengetahui Sejarah dari Proses Berdirinya Daulah Ayyubiyah
Konstitusi Ketiga: Undang-Undang Dasar 1945 yang Diperbaharui
Konstitusi ketiga yang dimiliki Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang diperbaharui (UUD 1945 yang Diperbaharui).
UUD 1945 yang Diperbaharui adalah hasil dari perubahan atau amandemen terhadap UUD 1945 yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sejak tahun 1999 hingga 2002.
MPR terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum.
MPR melakukan sidang empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.
Dalam sidang tersebut, MPR mengubah sebanyak 50 pasal dari UUD 1945.
UUD 1945 yang Diperbaharui mengandung semangat reformasi dan demokratisasi yang lebih besar.
UUD 1945 yang Diperbaharui mengakui Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa.
UUD 1945 yang Diperbaharui juga mengakui kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung atau melalui perwakilan.
UUD 1945 yang Diperbaharui juga menjamin hak asasi manusia, persatuan dan kesatuan nasional, demokrasi, keadilan sosial, dan kesejahteraan rakyat.
UUD 1945 yang Diperbaharui juga menetapkan bentuk negara kesatuan dan sistem pemerintahan presidensial.
UUD 1945 yang Diperbaharui juga membagi kekuasaan negara menjadi empat cabang, yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga negara lainnya.
UUD 1945 yang Diperbaharui juga menambahkan beberapa lembaga negara baru, seperti Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Dewan Perwakilan Daerah.
Demikianlahsejarah pembentukan kontritusi di Indonesia.