Find Us On Social Media :

Bagaimana Perkembangan Etnografi Dan Analisis Laporan Etnografi Di Indonesia Dan Dunia?

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 18 Januari 2024 | 14:21 WIB

Buku Roanne van Voorst (Marjin Kiri) ini bisa menjawab pertanyaan: bagaimana perkembangan etnografi dan analisis laporan etnografi di Indonesia dan dunia?

Intisari-Online.com - Dalam penelitian antropologi, terutama antropologi budaya, seorang penelitia tak akan melewatkan kerja-kerja etnografi.

Etnografi merupakan sebuah laporan yang menggambarkan suatu masyarakat, kelompok atau kehidupan manusia.

Lalu bagaimana perkembangan etnografi dan analisis laporan etnografi di Indonesia dan dunia?

Jika berbicara tentang perkembangan, artinya kita harus berbicara tentang sejarah etnografi.

Sejarah perkembangan etnografi tidak lepas dari sejarah peradaban Eropa dan sejarah penjelajahan samudra atau perdagangan internasional.

Pada dasarnya antropologi dan etnografi tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Awalnya, antropologi merupakan studi yang dilakukan kepada masyarakat dan kebudayaan di luar Eropa.

Orang-orang Eropa menjelajah kawasan di luar peradabannya dan mendeskripsikannya dalam sebuah catatan.

Oleh karena itu, pada mulanya etnografi tidak dibuat dengan tujuan akademis.

Tapi dibuat untuk kepentingan para penjelajah, pegawai kolonial, misionaris, maupun pedagang yang melakukan perjalanan ke luar Eropa.

Sejak awal perkembangannya, tradisi penulisan etnografi telah mengalami sejumlah perkembangan penting.

Perkembangan ini di penga ruhi oleh dinamika sejarah dan pemikiran yang melingkupinya.

Baca Juga: Bagaimana Konsep Dasar Dari Etnografi Dan Kedudukan Etnografi Dalam Antropologi Dilihat Dari Sisi Metode Penelitian Ilmiah?

Penulisan tentang masyarakat dan kebudayaan telah melalui sejarah panjang, mulai dari zaman Yunani dan Romawi kuno hingga abad ke -20.

Sebagai metode ilmiah, etnografi muncul dari studi perbandingan antropologi budaya yang dilakukan oleh para antropolog pada awal abad ke-20.

Beberapa antropolog seperti Franz Boas, Malinowski, Redcliffe-Brown, dan Mead menggunakan metode pengumpulan data dari tangan pertama (first-hand experience) yaitu dengan melakukan pengamatan partisipasi langsung pada kebudayaan masyarakat yang dikaji.

Hal inilah yang membedakan para antropolog tersebut dengan para antropolog sebelumnya.

Semenjak itu, penelitian lapangan etnografi telah menjadi pusat antropologi.

Sebagian antropolog kini tidak lagi menganggap bahwa etnografi merupakan ilmu yang mempelajari kebudayaan masyarakat liyan, yaitu pada masyarakat yang hidup terisolasi dengan teknologi sederhana.

Kini, etnografi telah menjadi alat penting dalam memahami masyarakat kita sendiri maupun masyarakat berkebudayaan lain di berbagai belahan dunia.

Dalam melakukan kerja lapangan, etnografer biasanya tinggal bersama sekelompok masyarakat dalam waktu lama.

Seringkali satu tahun atau lebih.

Tujuannya adalah untuk mendokumentasikan dan menginterpretasikan cara hidup mereka yang khas, maupun kepercayaan dan nilai-nilai yang menyatu dengan kelompok yang dikaji.

Pada era selanjutnya berkembang etnografi baru sekitar tahun 1950 dan 1960an.

Etnografi baru merupakan teknik yang dikembangkan dari paradigma antropologi kognitif ditambah dengan kekuatan sastra.

Paradigma kognitif dalam antropologi dipengaruhi oeh filsafat fenomenologi yang dikembangkan oleh Edmund Husserl.

Salah satu ciri utamanya adalah upaya menghindari bias etnosentris peneliti dan lebih menonjolkan sudut pandang pelaku kebudayaan (Seymour-Smith, 1986).

Baca Juga: Inilah Kegunaan Antropologi Ragawi Dalam Kehidupan Manusia Dan Primata

Etnografi dituntut untuk melakukan pemaparan tentang realitas budaya dengan merujuk kepada pandangan, penghayatan, dan pemaknaan masyarakat setempat (Kaplan & Menners, 2012).

Salah seorang antropolog yang secara intensif mendalami dan mempraktikkan etnografi baru adalah James Spradley.

Dia menyatakan bahwa tujuan utama penelitian lapangan adalah memahami cara hidup masyarakat lain dengan menggunakan sudut pandang pelaku kebudayaan.

Tidak sekedar mempelajari, etnografi bahkan dapat disebut sebagai “belajar dari masyarakat” (Spradley, 1979b:3).

Dalam fase ini juga berkembang varian baru, otoetnografi, yaitu penelitian tentang kebudayaan sendiri (Seymour-Smith, 1986).

Sebagai contoh, seorang antropolog berlatar belakang budaya Jawa meneliti tentang perubahan pola mata pencaharian masyarakat pedesaan di Malang, Jawa Timur.

Menyebut contoh lain, seorang antropolog Minang meneliti tentang tradisi merantau pada masyarakat Minang.

Terkait laporan etnografi di Indonesia, rasanya saat ini tidak susah bagi kita untuk penemukan penelitian-penelitian antropologi berbasis laporan etnografi yang inten.

Salah satu contoh yang cukup menarik adalah penelitian Roanne van Voorst tentang masyarakat pinggir sungai di Jakarta bertajuk Tempat Terbaik di Dunia, diterbitkan oleh penerbit Marjin Kiri.

Dalam penelitian tersebut Roanne menceritakan momen-momen dia tinggal di pemukiman kumuh di bantaran kali selama berhari-hari.

Dia juga bercerita tentang interaksinya dengan masyarakat sekitar, termasuk bagaimana dia dengan mata kepalanya sendiri masyarakat itu menghadapi banjir tahun akibat Sungai Ciliwung.

Itu belum penelitian lain yang sangat terkenal bertajuk Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa karya Clifford Geertz 

Itulah artikel tentang bagaimana perkembangan etnografi dan analisis laporan etnografi di Indonesia dan dunia, semoga bermanfaat.

Baca Juga: Perkembangan Manusia Mengalami Proses Evolutif, Setujukah Kalian Dan Mengapa Demikian?