Find Us On Social Media :

Indische Partij Merupakan Organisai Pergerakan Nasional Yang Bersifat Inklusif Yang Berarti...

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 7 Desember 2023 | 09:17 WIB

Indische Partij merupakan organisasi pergerakan nasional yang bersifat inklusif yang berarti terbuka untuk semua kalangan.

Intisari-Online.com - Jika Budi Otomo sangat jawasentris, tapi tidak dengan Indische Partij.

Indische Partij merupakan organisasi pergerakan nasional yang bersifat inklusif.

Yang berarti, semua golongan bisa menjadi bagiannya.

Lalu seperti apa sejarah gerakan yang disebut sebagai partai politik pertama di Hindia Belanda itu?

Indische Partij secara harafiah berarti Partai Hindia.

Ia adalah partai politik pertama di Hindia Belanda yang berdiri di Bandung pada 25 Desember 1912.

Partai ini didirikan oleh tiga tokoh bersejarah yang disebut sebagai Tiga Serangkai, yaitu E.F.E Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Suwardi Suryaningrat.

Mereka membentuk IP sebagai bentuk adanya kerja sama antara orang Indo dengan orang Indonesia asli atau disebut bumiputera.

Yang pertama menggagas IP adalah E.F.E Douwes Dekker.

Pria berdarah Belanda itu punya nama asli Danudirja Setiabudi itu merupakan pejuang kemerdekaan dan Pahlawan Nasional Indonesia.

Meskipun keturunan Belanda, ia adalah seorang pelopor munculnya nasionalisme di Indonesia pada awal abad ke-20.

Douwes Dekker bukanlah keturunan asli Indonesia, sehingga ia pun beberapa kali mengalami diskriminasi dari orang Belanda murni.

Golongan keturunan ternyata tidak dapat menduduki posisi kunci pemerintah karena tingkat pendidikannya.

Sedangkan di posisi yang sama, orang Belanda mendapatkan gaji yang lebih tinggi daripada pribumi.

Karena itulah Douwes Dekker memiliki ide untuk mencetus indische bond, sebuah organisasi yang dipimpin oleh orang-orang asli Hindia Belanda.

Tapi organisasi tersebut tidak dapat berjalan dengan baik, karena tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari masyarakat.

Lalu pada 1912, Douwes Dekker mengajak Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat mendirikan partai sendiri bernama Indische Partij.

Cipto dan Suwardi sendiri merupakan dua tokoh Pribumi yang sebelumnya aktif di Budi Utomo (BO).

Tujuan dari didirikannya Indische Partij sendiri adalah agar terciptanya kerjasama antara orang Indo dengan bumiputera.

Untuk menimbulkan adanya kerjasama antara orang Indo dengan bumiputera, Indische Partij memiliki beberapa program kerja, yaitu:

- Menyerap cita-cita nasional Hindia (Indonesia).

- Memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik dalam bidang pemerintahan maupun kemasyarakatan.

- Memberantas berbagai usaha yang mengakibatkan kebencian antaragama.

- Memperbesar pengaruh pro Hindia di pemerintahan.

- Berusaha mendapatkan hak bagi semua orang Hindia.

- Dalam pengajaran, harus bertujuan bagi kepentingan ekonomi Hindia dan memperkuat ekonomi mereka yang lemah.

Setelah tiga serangkai membentuk Indische Partij, mereka pun mencoba untuk mendaftarkan status badan hukum mereka ke pemerintah Hindia Belanda.

Tapi usaha mereka ditolak pada 11 Maret 1913 oleh Gubernur Jendral Idenburg sebagai wakil pemerintah Belanda.

Alasan penolakan ini adalah karena IP dianggap sebagai pembangkit rasa nasionalisme dan penggerak untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.

Di tahun yang bersamaa, pemerintan Belanda tengah mengadakan peringatan 100 tahun bebasnya Belanda dari tangan Napoleon Bonaparte (Prancis).

Sangat aneh dilihat, karena perayaan ini dilakukan oleh negara penjajah di negara yang sedang mereka jajahi.

Suwardi Suryaningrat pun menulis artikel sarkastik berjudul "Als ik een Nederlander was" (Andaikan aku seorang Belanda).

Tidak hanya Suwardi, Cipto Mangunkusumo juga melakukan hal yang sama, ia menuliskan artikel sarkastiknya yang dimuat dalam De Express pada 26 Juli 1913 berjudul "Kracht of Vrees?"

Artikel tersebut berisi tentang kekhawatiran, kekuatan, dan ketakutan Cipto.

Douwes Dekker kemudian menyusul melakukan kritik melalui tulisan berjudul "Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat" (Pahlawan Kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat).

Akibat dari tindakan tersebut, tiga serangkai ini kemudian ditangkap dan diasingkan.

Douwes Dekker dibuang ke Kupang, NTT dan Cipto Mangunkusumo diasingkan ke Pulau Banda.

Pada 1914, Cipto Mangunkusumo kembali ke Indonesia karena sakit, sedangkan Douwes Dekker dan Suwardi kembali ke Indonesia pada tahun 1919.

Itulah artikel tentang Indische Partij merupakan organisasi pergerakan nasional yang bersifat inklusif yang terbuka untuk semua golonga.