Find Us On Social Media :

Bukti Agama Hindu Berkembang Melalui Proses Akulturasi

By Afif Khoirul M, Jumat, 1 Desember 2023 | 14:46 WIB

Ilustrasi - Bukti agama Hindu berkembang melalui proses akulturasi.

Intisari-online.com - Agama Hindu merupakan salah satu agama tertua di dunia yang berasal dari India.

Agama ini masuk ke Indonesia sekitar abad ke-1 Masehi melalui jalur perdagangan dan penyebaran ajaran oleh para pedagang, brahmana, dan biksu.

Agama Hindu berkembang melalui proses akulturasi tidak menghapus kebudayaan lokal yang sudah ada sebelumnya, melainkan beradaptasi dan berinteraksi dengan kebudayaan tersebut.

Hal ini menghasilkan proses akulturasi, yaitu perpaduan antara dua kebudayaan atau lebih yang saling mempengaruhi.

Proses akulturasi antara agama Hindu dan kebudayaan lokal dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti seni bangunan, seni rupa, seni sastra, dan kepercayaan.

Salah satu bukti akulturasi dalam seni bangunan adalah candi.

Candi merupakan bangunan suci yang digunakan untuk tempat pemujaan, persembahan, dan penghormatan kepada dewa-dewa Hindu atau Buddha.

Bentuk candi pada dasarnya adalah punden berundak, yaitu tumpukan tanah atau batu yang berbentuk persegi dan mengecil ke atas.

Punden berundak merupakan unsur kebudayaan lokal yang sudah ada sejak zaman prasejarah sebagai tempat pemujaan nenek moyang atau roh-roh alam.

Unsur kebudayaan Hindu dapat dilihat dari arsitektur candi yang megah, patung-patung dewa, relief yang menggambarkan cerita-cerita Hindu atau Buddha, serta simbol-simbol seperti lingga-yoni, kalpataru, dan kala-makara.

Contoh candi yang merupakan hasil akulturasi antara Hindu dan kebudayaan lokal adalah Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Dieng, dan Candi Muara Takus.

Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Ritual Tabuik, Perpaduan Tradisi Budaya Islam dan Hindu di Sumatera Barat

Bukti akulturasi lainnya dapat ditemukan dalam seni rupa, seperti seni pahat dan seni ukir.

Seni pahat dan seni ukir berkembang pesat seiring dengan masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia.

Seni pahat dan seni ukir menghasilkan karya-karya yang menggabungkan unsur-unsur Hindu-Buddha dengan kebudayaan lokal.

Contohnya adalah relief yang terdapat di dinding-dinding candi. Relief ini menggambarkan cerita-cerita Hindu atau Buddha, seperti Ramayana, Mahabharata, Jataka, dan Lalitavistara.

Namun, relief ini juga menampilkan latar belakang kehidupan masyarakat Indonesia pada masa itu, seperti rumah panggung, pakaian, alat musik, binatang, dan tumbuhan.

Relief ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia tidak hanya menerima ajaran Hindu atau Buddha secara pasif, melainkan juga menginterpretasikannya sesuai dengan konteks budaya mereka.

Seni sastra juga merupakan salah satu bidang yang mengalami akulturasi antara Hindu dan kebudayaan lokal.

Seni sastra berkembang dengan menggunakan bahasa Sansekerta, yaitu bahasa yang digunakan oleh agama Hindu dan Buddha.

Bahasa Sansekerta digunakan untuk menulis prasasti, kitab suci, dan karya sastra.

Namun, bahasa Sansekerta tidak menggantikan bahasa-bahasa lokal yang sudah ada, melainkan berbaur dengan bahasa-bahasa tersebut.

Hal ini menghasilkan bahasa-bahasa campuran, seperti Kawi, Jawa Kuno, Melayu Kuno, dan Bali Kuno.

Baca Juga: Dari Pakuan ke Banten, Sejarah Perang dan Penaklukan Kerajaan Pajajaran

Karya sastra yang ditulis dengan bahasa-bahasa campuran ini mengandung unsur-unsur Hindu-Buddha dan kebudayaan lokal.

Contohnya adalah Kitab Sutasoma, yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad ke-14.

Kitab ini mengisahkan tentang seorang raja yang beragama Buddha, tetapi juga menghormati dewa-dewa Hindu.

Kitab ini juga mengandung ajaran Bhinneka Tunggal Ika, yaitu semboyan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Akulturasi antara Hindu dan kebudayaan lokal juga terjadi dalam bidang kepercayaan.

Agama Hindu tidak menolak kepercayaan animisme dan dinamisme yang sudah ada sebelumnya, melainkan menyesuaikannya dengan konsep-konsep Hindu.

Hal ini menghasilkan kepercayaan sinkretis, yaitu kepercayaan yang menggabungkan unsur-unsur Hindu dengan unsur-unsur lokal.

Contohnya adalah kepercayaan Hindu Kaharingan di Kalimantan, yang menghormati dewa-dewa Hindu seperti Brahma, Wisnu, dan Siwa, tetapi juga percaya pada roh-roh alam dan nenek moyang.

Kepercayaan sinkretis ini juga dapat dilihat dari adat istiadat, ritual, dan upacara yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, seperti ngaben, nyepi, odalan, dan tumpengan.

Dari berbagai bukti di atas, dapat disimpulkan bahwa agama Hindu berkembang melalui proses akulturasi dengan kebudayaan lokal di Indonesia.

Bukti agama hindu berkembang melalui proses akulturasi ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki sikap yang terbuka, toleran, dan kreatif dalam menerima pengaruh budaya dari luar.

Proses akulturasi ini juga menghasilkan kekayaan dan keragaman budaya yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.