Penulis
Intisari-online.com - Pertemuan antara Presiden Indonesia Soeharto dan Pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Yasser Arafat adalah salah satu babak penting dalam sejarah hubungan Indonesia-Palestina.
Dalam kurun waktu satu dekade, dari tahun 1984 hingga 1993, kedua pemimpin bertemu sebanyak tujuh kali di berbagai kesempatan, baik di Jakarta maupun di luar negeri.
Pertemuan-pertemuan tersebut tidak hanya mencerminkan solidaritas dan persahabatan antara dua bangsa yang sama-sama mengalami penjajahan dan perjuangan kemerdekaan, tetapi juga memainkan peran strategis dalam proses perdamaian Timur Tengah, khususnya antara Palestina dan Israel.
Pertemuan Pertama: Kunjungan Arafat ke Jakarta pada 1984
Pertemuan pertama antara Soeharto dan Arafat terjadi pada tanggal 16 November 1984, ketika Arafat melakukan kunjungan resmi ke Indonesia sebagai tamu negara.
Ini adalah kunjungan pertama seorang pemimpin PLO ke Indonesia sejak organisasi tersebut didirikan pada tahun 1964.
Kunjungan ini juga menandai pengakuan resmi Indonesia terhadap PLO sebagai wakil rakyat Palestina.
Dalam pertemuan tersebut, Soeharto menyatakan dukungan penuh Indonesia kepada perjuangan Palestina untuk mendapatkan hak-hak nasionalnya, termasuk hak untuk menentukan nasib sendiri dan mendirikan negara merdeka di tanah airnya.
Soeharto juga menyerukan agar Israel mengakhiri pendudukan dan penindasan terhadap rakyat Palestina, serta menghormati resolusi-resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berkaitan dengan masalah Palestina.
Arafat, dari pihaknya, mengucapkan terima kasih kepada Soeharto dan rakyat Indonesia atas solidaritas dan dukungan mereka kepada Palestina.
Arafat juga mengapresiasi peran Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia dan sebagai anggota aktif Gerakan Non-Blok dan Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Arafat mengharapkan agar Indonesia terus memperjuangkan hak-hak Palestina di forum-forum internasional.
Baca Juga: Perjanjian Sykes-Picot, Pembagian Wilayah Israel dan Palestina yang Memicu Konflik Berkepanjangan
Pertemuan Kedua: Kunjungan Soeharto ke Tunisia pada 1985
Pertemuan kedua antara Soeharto dan Arafat terjadi pada tanggal 29 Oktober 1985, ketika Soeharto melakukan kunjungan kenegaraan ke Tunisia sebagai bagian dari rangkaian kunjungan ke beberapa negara Afrika dan Timur Tengah.
Tunisia adalah salah satu negara yang menjadi basis PLO setelah organisasi tersebut diusir dari Lebanon pada tahun 1982 akibat invasi Israel.
Dalam pertemuan tersebut, Soeharto dan Arafat membahas perkembangan terbaru mengenai situasi di Timur Tengah, khususnya masalah Palestina.
Soeharto menegaskan kembali dukungan Indonesia kepada Palestina dan menyerukan agar Israel menghentikan kebijakan-kebijakan agresif dan ekspansionisnya, serta mengadakan dialog dengan PLO sebagai satu-satunya wakil rakyat Palestina.
Soeharto juga menyampaikan harapannya agar konflik di Timur Tengah dapat diselesaikan secara damai melalui perundingan berdasarkan prinsip-prinsip hukum internasional dan resolusi-resolusi PBB.
Arafat, dari pihaknya, mengucapkan terima kasih kepada Soeharto atas kunjungannya yang dianggap sebagai bukti nyata dari persahabatan dan solidaritas Indonesia kepada Palestina.
Arafat juga menginformasikan tentang upaya-upaya PLO untuk mencari solusi politik bagi masalah Palestina, termasuk usulan untuk mengadakan konferensi internasional di bawah naungan PBB yang melibatkan semua pihak yang terkait, termasuk PLO dan Israel.
Pertemuan Ketiga: Kunjungan Arafat ke Jakarta pada 1986
Pertemuan ketiga antara Soeharto dan Arafat terjadi pada tanggal 18 November 1986, ketika Arafat kembali melakukan kunjungan resmi ke Indonesia sebagai tamu negara.
Kunjungan ini dilakukan dalam rangka memperingati dua tahun pertemuan pertama antara kedua pemimpin di Jakarta pada tahun 1984.
Kunjungan ini juga bertepatan dengan peringatan 40 tahun kemerdekaan Indonesia.
Dalam pertemuan tersebut, Soeharto dan Arafat kembali membahas perkembangan terbaru mengenai situasi di Timur Tengah, khususnya masalah Palestina.
Baca Juga: Kisah Raja Faisal, Sang Pemberani yang Menantang AS demi Kemerdekaan Palestina
Soeharto menyampaikan keprihatinannya atas meningkatnya kekerasan dan ketegangan di wilayah tersebut, terutama akibat serangan-serangan Israel terhadap rakyat Palestina di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur.
Soeharto juga mengecam keputusan Israel untuk menetapkan Yerusalem sebagai ibu kota abadi dan tidak terbagi, serta untuk memperluas permukiman-permukiman Yahudi di wilayah-wilayah yang diduduki.
Soeharto menyerukan agar Israel menghormati hak-hak rakyat Palestina dan mengadakan dialog dengan PLO sebagai satu-satunya wakil rakyat Palestina.
Arafat, dari pihaknya, mengucapkan terima kasih kepada Soeharto atas keprihatinan dan dukungan Indonesia kepada Palestina.
Arafat juga menyampaikan bahwa PLO tetap berkomitmen untuk mencari solusi damai bagi masalah Palestina, sesuai dengan usulan untuk mengadakan konferensi internasional di bawah naungan PBB.
Arafat juga meminta agar Indonesia terus memainkan peran aktif dalam memobilisasi dukungan internasional bagi perjuangan Palestina, khususnya melalui forum-forum seperti Gerakan Non-Blok dan OKI.
Pertemuan Keempat: Kunjungan Soeharto ke Maroko pada 1987
Pertemuan keempat antara Soeharto dan Arafat terjadi pada tanggal 16 Oktober 1987, ketika Soeharto melakukan kunjungan kenegaraan ke Maroko sebagai bagian dari rangkaian kunjungan ke beberapa negara Afrika dan Timur Tengah.
Maroko adalah salah satu negara yang menjadi anggota Komite Al-Quds, sebuah badan khusus yang dibentuk oleh OKI untuk menangani masalah Yerusalem.
Dalam pertemuan tersebut, Soeharto dan Arafat kembali membahas perkembangan terbaru mengenai situasi di Timur Tengah, khususnya masalah Palestina.
Soeharto menyatakan dukungan Indonesia kepada Intifadhah, sebuah gerakan perlawanan rakyat Palestina yang meletus pada bulan Desember 1987 sebagai respons terhadap kebijakan-kebijakan represif Israel di wilayah-wilayah yang diduduki.
Baca Juga: Kisah Raja Faisal, Sang Pemberani yang Menantang AS demi Kemerdekaan Palestina
Soeharto juga menekankan pentingnya untuk menjaga status dan karakter Yerusalem sebagai kota suci bagi tiga agama samawi, yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi.
Soeharto juga menyerukan agar Israel mengakhiri pendudukan dan aneksasi terhadap Yerusalem Timur, serta menghormati hak-hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan mendirikan negara merdeka.
Arafat, dari pihaknya, mengucapkan terima kasih kepada Soeharto atas dukungan Indonesia kepada Intifadhah dan Yerusalem.
Arafat juga menyampaikan bahwa Intifadhah adalah bukti dari keteguhan dan keberanian rakyat Palestina dalam mempertahankan hak-hak nasionalnya.
Arafat juga menyatakan bahwa PLO tetap berkomitmen untuk mencari solusi damai bagi masalah Palestina, sesuai dengan usulan untuk mengadakan konferensi internasional di bawah naungan PBB.
Arafat juga meminta agar Indonesia terus memainkan peran aktif dalam memobilisasi dukungan internasional bagi perjuangan Palestina, khususnya melalui forum-forum seperti Gerakan Non-Blok dan OKI.