Dianggap Mudahkan Jalan Gibran, Dicopot Jadi Ketua MK, Sosok Anwar Usman Ternyata Pernah Jadi Guru Honorer

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Karier Anwar Usman ternyata diawali sebagai seorang guru honorer. Kini jadi buah bibir setelah keputusannya sebagai Ketua MK dianggap memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.

Karier Anwar Usman ternyata diawali sebagai seorang guru honorer. Kini jadi buah bibir setelah keputusannya sebagai Ketua MK dianggap memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.

Intisari-Online.com -Dua minggu belakangan, nama Anwar Usman jadi bulan-bulanan.

Pria kelahiran Bima, NTB, itu, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), dianggap memudahkan jalan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.

Gibran sendiri adalah keponakan Anwar Usman.

Karena hal itulah Anwar Usman lalu dipecat sebagai Ketua MK oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Seperti apa perjalanan karier pria yang pernah menjadi guru honorer di sebuah sekolah dasar di Jakarta itu?

Dilansir situs resmi MK, Anwar Usman mengawali karier sebagai seorang guru honorer pada 1975, seperti disinggung di awal tulisan.

Di tengah-tengah kesibukan mengajar, Anwar melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta (UID).

Anwar yang dibesarkan di Desa Rasabou, Kecamatan Bolo, Bima, Nusa Tenggara Barat.

Lulus dari SDN 03 Sila, Bima pada 1969, Anwar harus meninggalkan desa menuju Bima untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) selama 6 tahun hingga 1975.

Selulusnya dari PGAN pada 1975,Anwar pergi ke Jakarta dan menjadi guru honorer diSD Kalibaru.

Seperti disebut di awal, sembari mengajar, Anwar melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta dan lulus pada1984.

Selama kuliah di Fakultas Hukum UID Anwar aktif ikut teater di bawah asuhanIsmail Soebarjo.

Dari dunia teater inilah Anwar bahkan sampai pernah bermain film Perempuan Dalam Pasungan, film yang kelak mendapatkan penghargaan Piala Citra.

Tapi sepertinya jalan hidup Anwar sepertinya terpatri di dunia hukum--meskipun itu bukan cita-citanya.

Setelah lulus pada 1984, Anwarmencoba ikut tes menjadi calon hakim.

Keberuntungan pun berpihak padanya ketika ia lulus dan diangkat menjadi Calon Hakim Pengadilan negeri Bogor pada 1985.

Mengutip Kompas.com, karier Anwar di bidang hukum terus menanjak hingga akhirnya dia berpindah ke Mahkamah Agung (MA).

Sepanjang berkiprah MA, beberapa jabatan pernah Anwar emban seperti Asisten Hakim Agung (1997-2003) dan Kepala Biro Kepegawaian MA (2003-2006).

Pada 2005, Anwar diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian.

Dia juga pernah menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Latihan, Hukum dan Peradilan (Litbang Diklat Kumdil) MA periode 2006-2011.

Anwar resmi menjadi hakim konstitusi setelah mengucapkan sumpah di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Negara, Jakarta, 2011 lalu.

Pengangkatannya sebagai hakim konstitusi tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 18/P Tahun 2011 tertanggal 28 Maret 2011.

Anwar menggantikan hakim H M Arsyad Sanusi.

Kala itu, dia menjadi hakim konstitusi ketujuh yang diusulkan oleh MA. Menurut urutan, Anwar adalah hakim konstitusi ke-18 di MK.

Tahun 2015, Anwar terpilih sebagai Wakil Ketua MK periode 2015-2017.

Periode selanjutnya yakni 2016-2018, ia kembali terpilih menjadi Wakil Ketua MK.

Selanjutnya, pada 2 April 2018, melalui rapat pleno hakim, Anwar terpilih sebagai Ketua MK.

Dia menggantikan posisi hakim Arief Hidayat.

Selama menjabat sebagai Ketua MK, Anwar telah memutus beragam perkara.

Dia jugalah yang menjadi hakim ketua sengketa hasil Pemilu Presiden 2019.

Kala itu, MK menolak seluruh permohonan pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Menurut Mahkamah, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.

"Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar saat memimpin persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2019).

Pada Mei 2022 lalu, Anwar Usman menikah dengan adik Presiden Joko Widodo, Idayati.

Dengan demikian, Anwar resmi menjadi adik ipar Jokowi.

Pernikahan digelar di Gedung Graha Saba Buana Solo, Jawa Tengah, 26 Mei 2022.

Saat itu, Jokowi sendiri yang menjadi wali nikah untuk Idayati dan menikahkan adiknya dengan Anwar.

Rencana pernikahan Anwar dengan Idayati sempat diterpa kekhawatiran akan konflik kepentingan.

Bahkan, dia didesak mundur dari Mk.

Namun, Anwar membantah hal itu.

Dia mengaku berkenalan dengan Idayati pada Oktober 2021 tanpa mengetahui statusnya sebagai adik dari presiden.

"Perkenalan ini sangat singkat, Oktober 2021, kemudian lamaran bulan Maret, jadi saya nggak nyangka bahwa beliau ini adiknya seorang presiden," ujar Usman saat memberikan kuliah umum di Universitas Kupang, dikutip dari YouTube resmi MK, Jumat (3/6/2022).

Anwar mengatakan, anggapan yang menilai pernikahannya dengan Idayati sebagai pernikahan politik adalah tak valid, lantaran dirinya bukan anggota partai politik.

Di sisi lain, Presiden Jokowi juga tidak mungkin lagi mencalonkan diri pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.

"Apa yang saya cari? Kadang-kadang saya ngomong, untuk apa? Pak Jokowi juga tidak bisa lagi ikut Pilpres 2024, sudah dua periode," katanya.

Profil Anwar Usman

Tempat, tanggal lahir:Bima, 31 Desember 1956

Jabatan:

Ketua Mahkamah Konstitusi (2 April 2018 s/d 2 Oktober 2020)

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Periode Pertama (14 Januari 2015 – 11 April 2016)Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Periode Kedua (11 April 2016 s/d 2 April 2018)

Hakim Konsttusi: Periode Pertama (6 April 2011 s/d 6 April 2016) dan Periode Kedua (6 April 2016 s/d 6 April 2026)

Keluarga:

Suhada (istri)

Kurniati Anwar (anak)

Khairil Anwar (anak)

Sheila Anwar (anak)

Pendidikan:

Sekolah Dasar Negeri Bima (1969)

PGAN di Bima (1973)

PGAAN di Bima (1975)

S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta (1984)

S-2 Program Studi Magister Hukum STIH IBLAM Jakarta (2001)

S-3 Program Bidang Ilmu Studi Kebijakan Sekolah Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (2010)

Artikel Terkait