Penulis
Intisari-online.com - Tentara Keamanan Rakyat (T.K.R.) adalah nama resmi dari pasukan bersenjata Republik Indonesia yang dibentuk pada tanggal 5 Oktober 1945 oleh Presiden Soekarno.
T.K.R. merupakan cikal bakal dari Tentara Nasional Indonesia (T.N.I.) yang bertugas untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman penjajah Belanda dan sekutunya.
Salah satu keunikan dari T.K.R. adalah adanya Majelis Agung Tentara Keamanan Rakyat (M.A.T.K.R.) yang merupakan lembaga tertinggi yang mengatur dan mengawasi kegiatan T.K.R.. M.A.T.K.R. terdiri dari 12 anggota, termasuk empat raja Jawa yaitu Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta, Sunan Pakubuwono XII dari Surakarta, Mangkunegoro VII dari Mangkunegaran, dan Paku Alam VIII dari Pakualaman.
Keempat raja Jawa ini memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama dalam menghadapi agresi militer Belanda yang berusaha merebut kembali wilayah Indonesia.
Mereka tidak hanya memberikan dukungan moral dan materiil kepada rakyat dan pejuang Indonesia, tetapi juga ikut berperang secara langsung sebagai anggota T.K.R.
Dua di antara mereka, yaitu Hamengkubuwono IX dan Pakubuwono XII, bahkan mendapat gelar Panglima Besar T.K.R. karena jasa-jasa mereka dalam memimpin pasukan T.K.R. di berbagai medan pertempuran. Berikut ini adalah profil singkat dari dua sosok raja Jawa yang menjadi panglima besar T.K.R.:
Hamengkubuwono IX
Hamengkubuwono IX lahir pada tanggal 12 April 1912 dengan nama Raden Mas Dorodjatun.
Ia merupakan putra sulung dari Sultan Hamengkubuwono VIII dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas.
Ia naik tahta sebagai Sultan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 menggantikan ayahnya yang wafat.
Hamengkubuwono IX dikenal sebagai sosok yang cerdas, berwawasan luas, dan berjiwa nasionalis.
Ia menempuh pendidikan di ELS (sekolah dasar), MULO (sekolah menengah), AMS (sekolah tinggi), dan Rechtshogeschool (fakultas hukum) di Batavia (Jakarta). Ia juga fasih berbahasa Belanda, Inggris, Prancis, Jerman, dan Arab.
Baca Juga: 1 November 1971 Pertama Kali Aturan Wajib Mengenakan Helm, Ini Sosok Polisi yang Membuat Aturannya
Hamengkubuwono IX merupakan salah satu tokoh penting dalam peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Ia bersama dengan Sunan Pakubuwono XII dan Mangkunegoro VII menyatakan dukungan mereka kepada Soekarno-Hatta sebagai pemimpin Republik Indonesia.
Kemudian juga menolak tawaran Belanda untuk menjadi negara boneka dengan nama Negara Indonesia Timur (N.I.T.).
Hamengkubuwono IX kemudian ditunjuk sebagai anggota M.A.T.K.R. dan Panglima Besar T.K.R. untuk wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Y.). Ia memimpin pasukan T.K.R. dalam menghadapi agresi militer Belanda I dan II, serta membantu menyelamatkan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta yang sempat ditangkap oleh Belanda pada tahun 1948.
Hamengkubuwono IX juga berperan dalam perundingan-perundingan politik dengan pihak Belanda, seperti Konferensi Meja Bundar (K.M.B.) di Den Haag pada tahun 1949 yang menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda.
Ia juga menjadi salah satu pendiri dari Partai Nasional Indonesia (P.N.I.) dan terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (D.P.R.) pada tahun 1950.
Hamengkubuwono IX meninggal dunia pada tanggal 2 Oktober 1988 di Yogyakarta.
Ia dimakamkan di Imogiri, Bantul, D.I.Y. dengan upacara kenegaraan. Ia digantikan oleh putranya, Hamengkubuwono X, sebagai Sultan Yogyakarta dan Gubernur D.I.Y..
Pakubuwono XII
Pakubuwono XII lahir pada tanggal 27 Juni 1913 dengan nama Raden Mas Gusti Prabukusumo.
Ia merupakan putra keempat dari Sunan Pakubuwono X dan Gusti Kanjeng Ratu Timur.
Kemudian naik tahta sebagai Sunan Surakarta pada tanggal 11 Juni 1945 menggantikan kakaknya, Pakubuwono XI, yang wafat.
Baca Juga: Dijuluki Sosok Terkaya di Palestina dan Rela Turun Tangan Demi Rakyat Berapa Harta Munib al-Masri?
Pakubuwono XII dikenal sebagai sosok yang berani, tegas, dan loyal kepada Republik Indonesia.
Ia menempuh pendidikan di ELS (sekolah dasar), MULO (sekolah menengah), dan AMS (sekolah tinggi) di Surakarta (Solo).
Beliau juga fasih berbahasa Belanda, Inggris, Jawa, dan Sunda.
Pakubuwono XII merupakan salah satu tokoh penting dalam peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Ia bersama dengan Hamengkubuwono IX dan Mangkunegoro VII menyatakan dukungan mereka kepada Soekarno-Hatta sebagai pemimpin Republik Indonesia. Ia juga menolak tawaran Belanda untuk menjadi negara boneka dengan nama Negara Indonesia Timur (N.I.T.).
Pakubuwono XII kemudian ditunjuk sebagai anggota M.A.T.K.R. dan Panglima Besar T.K.R. untuk wilayah Jawa Timur dan Madura.
Ia memimpin pasukan T.K.R. dalam menghadapi agresi militer Belanda I dan II, serta membantu menyelamatkan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta yang sempat ditangkap oleh Belanda pada tahun 1948.
Pakubuwono XII juga berperan dalam perundingan-perundingan politik dengan pihak Belanda, seperti Konferensi Meja Bundar (K.M.B.) di Den Haag pada tahun 1949 yang menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda.
Ia juga menjadi salah satu pendiri dari Partai Nasional Indonesia (P.N.I.) dan terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (D.P.R.) pada tahun 1950.
Pakubuwono XII meninggal dunia pada tanggal 11 Juni 2004 di Solo. Ia dimakamkan di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah dengan upacara kenegaraan.
Ia digantikan oleh putranya, Pakubuwono XIII, sebagai Sunan Surakarta.
Hamengkubuwono IX dan Pakubuwono XII adalah dua sosok raja Jawa yang menjadi panglima besar T.K.R.
Mereka memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, baik dalam bidang militer maupun politik.
Mereka juga merupakan contoh dari sikap nasionalis dan patriotis yang patut diteladani oleh generasi penerus bangsa.