Find Us On Social Media :

Pernah Seorganisasi Bareng Bung Hatta, Kakek Dian Sastro Ini Ternyata Sosok Penting Dalam Sumpah Pemuda

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 22 Oktober 2023 | 14:17 WIB

Salah satu tokoh Sumpah Pemuda, Sunario Sastrowardoyo, ternyata adalah kakek Dian Sastro. Pernah satu organisasi dengan Bung Hatta.

Salah satu tokoh Sumpah Pemuda, Sunario Sastrowardoyo, ternyata adalah kakek Dian Sastro. Pernah satu organisasi dengan Bung Hatta.

Intisari-Online.com - Tak banyak yang tahu, salah satu sosok penting dalam Sumpah Pemuda ternyata adalah kakek Dian Sastrowardoyo.

Memang bukan kakek langsung, sih, Dian Sastro adalah cucu keponakan tokoh kita ini.

Tokoh yang kita maksud adalah Sunario Sastrowardoyo.

Ketika menempuh pendidikan di Belanda, Sunario pernah terlibat dalam organisasi Perhimpunan Indonesia (PI) bersama Mohammad Hatta.

Dia juga punya peran penting dalam Kongres Pemuda II yang kelak lebih dikenal sebagai Sumpah Pemuda.

Sunario adalah tokoh yang berpidato pada saat sesi terakhir Kongres Pemuda II (27-28 Oktober 1928).

Setelah kemerdekaan, Sunario Sastrowardoyo menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia ke-7 (1953-1955) pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo.

Sunario Sastrowardoyo lahir di Madiun pada 28 Agustus 1902.

Dia merupakan putra dari Sutejo Sastrowardoyo, seorang pembantu bupati yang membawahi beberapa camat.

Sedangkan salah satu adiknya, Sumarsono Sastrowardoyo, adalah kakek dari pelaku seni peran, Dian Sastro.

Sunario Sastrowardoyo mengawali pendidikannya di taman kanak-kanak di Madiun pada 1908.

Setelah itu, dia melanjutkan ke Europeesche Lagere School (ELS), sekolah dasar di Madiun antara 1909 hingga 1916.

Lulus dari ELS, Sunario menempuh pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), tetapi hanya selama satu tahun karena pindah ke Sekolah Hukum (Rechtshoogeschool) di Batavia pada 1917.

Sewaktu di Batavia, ia tinggal bersama pamannya, yaitu Kusman dan Kunto.

Setelah lulus dari Rechtshoogeschool, Sunario melanjutkan pendidikannya ke Universitas Leiden di Belanda.

Sunario lulus dari Leiden pada 1925 dengan gelar Meester in de Rechten atau Ahli dalam Ilmu Hukum.

Saaat di Rechtshoogeschool, Sunario Sastrowardoyo mulai bergabung dalam organisasi Jong Java.

Lalu ketika berada di Belanda, dia tercatat sebagai anggota Perhimpunan Indonesia (PI), bahkan diangkat sebagai sekretaris.

Sunario mulai tergabung dalam organisasi-organisasi tersebut salah satunya terinspirasi dari sang ayah, yang tegas membela rakyat.

Dia pun turut merumuskan dan mencetuskan manifesto politik Perhimpunan Indonesia di Belanda.

Pada 1926, Sunario kembali ke Indonesia dan memimpin kepanduan Nationale Padvinders Organisatie (NPO).

Selain itu, bersama dengan rekan-rekannya, ia ikut mendirikan Perhimpunan Jong Indonesia pada 20 Februari 1927, yang kemudian berubah nama menjadi Pemuda Indonesia pada Desember 1927.

Setelah mendirikan Pemuda Indonesia, Sunario Sastrowardoyo terlibat dalam beberapa peristiwa penting menjelang kemerdekaan Indonesia.

Pasalnya, Pemuda Indonesia bersama dengan Persatuan Pelajar Indonesia (PPPI) menjadi pelopor dilaksanakannya Kongres Pemuda II, yang melahirkan Sumpah Pemuda.

Peran Sunario Sastrowardoyo dalam Kongres Pemuda II yang dilaksanakan pada 27-28 Oktober 1928 adalah sebagai penasihat dan pembicara.

Ketika Sunario sedang berpidato pada sesi terakhir kongres, rumusan Sumpah Pemuda ditulis oleh seseorang di selembar kertas.

Tokoh yang menulis rumusan tersebut adalah Mohammad Yamin.

Sebagai bentuk lanjutan dari Sumpah Pemuda, Sunario mendirikan People's College pada 11 Desember 1929.

Setelah proklamasi kemerdekaan, ia sempat menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), sebuah badan pemerintah yang ditugaskan untuk membantu Presiden Indonesia pasca-kemerdekaan.

Setelah Indonesia merdeka, Sunario menjabat sebagai Menteri Luar Negeri sejak 1 Agustus 1953 hingga 24 Juli 1955, pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo.

Selama menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, ia juga menjadi Kepala Delegasi Indonesia dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada 1955.

Sunario juga ikut menandatangani Perjanjian Kewarganegaraan Ganda Tionghoa bersama diplomat Tiongkok, Zhou Enlai.

Setelah Kabinet Ali berakhir, ia ditunjuk menjadi duta besar Indonesia untuk Inggris periode 1956-1961.

Usai tidak lagi menjadi duta besar Indonesia, Sunario bekerja sebagai guru besar politik dan hukum di Universitas Diponegoro.

Pengakuan Dian Sastro

Pada 2016 lalu, Dian Sastro mengungkapkan bahwa dirinya adalah cucu keponakan Prof. Mr. Sunario Sastrowardoyo.

Kala itu, Dian Sastrowardoyo mengunggah foto dirinya yang disandingkan dengan foto mendiang Sunario.

"Beliau adalah tokoh kunci Manifesto Politik 1923 Perhimpunan Indonesia dan Sumpah Pemuda 1928. Beliau juga seorang kakak dari eyang kakung saya: dr. Soemarsono Sastrowardoyo," tulis Dian dalam unggahan tersebut.

Dian juga mengaku pernah berjumpa sang kakek saat usianya masih sangat belia.

"Saya waktu kecil pernah ketemu Eyang Nario. Saya berumur 5 tahun, dan beliau sudah tuaaaa sekali. Eyang kakung saya adek nya yang ke 11. Beda usianya jauh sekali," tulisnya.

"Rasanya, ingin saya teruskan perjuangannya.. perjuangan kaum muda di jaman mereka. Ayo kawan, mari jadi bangsa Indonesia yang lebih baik, lebih maju, lebih positif. Selamat hari Sumpah Pemuda," tulis Dian dalam unggahannya.