* Daerah merasa diabaikan
Pergantian kabinet yang terlalu cepat membuat pemerintah daerah merasa tidak mendapatkan perhatian dari pusat, karena pusat sibuk dengan urusan mereka sendiri untuk mengganti kabinet.
Oleh karena itu, daerah sering mengajukan tuntutan-tuntutan kepada pusat, namun tidak mendapat respons.
Hal ini menimbulkan rasa kedaerahan yang kemudian berujung pada gerakan separatis atau upaya untuk memisahkan diri dari pusat.
* Pemilu 1955 terhambat
Pemerintah telah merencanakan untuk melaksanakan pemilihan umum tahun 1955, tetapi program ini tidak berjalan lancar.
Alasannya adalah karena kabinet yang ada saat itu hanya bertahan dalam waktu yang singkat, sehingga persiapan-persiapan yang dibutuhkan tidak sempat dilakukan.
Akhirnya, Pemilu 1955 baru dilaksanakan pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap.
Pemilu 1955 dilakukan dua kali, yaitu pada tanggal 29 September 1955 dan 15 Desember 1955.
* Keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Untuk menyelesaikan masalah ketidakstabilan politik, Letjen AH Nasution, selaku Kepala Angkatan Darat, mengeluarkan larangan kegiatan bagi semua parpol sejak 3 Juni 1959.
Namun, keputusan ini malah memperburuk situasi, karena terjadi pemberontakan di beberapa daerah untuk merebut kekuasaan.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisi:
* Pembubaran Konstituante* Berlakunya UUD 1945* Pembentukan MPR
Demikianlah penjelasan singkat sejarah pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda tentang sejarah Indonesia.