Sultan Ali Mughayat Syah, Panglima Perang yang Menyatukan Kerajaan-Kerajaan Kecil di Aceh

Afif Khoirul M

Penulis

Ilustrasi - Pertempuran Malaka, ketika kesultanan Aceh melawan bangsa Portugis.

Intisari-online.com - Aceh adalah salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki sejarah panjang dan gemilang.

Sejak abad ke-16, Aceh telah menjadi pusat peradaban dan perdagangan di Nusantara, berkat keberanian dan kebijaksanaan para sultan yang memimpinnya.

Salah satu sultan yang paling berjasa dalam membangun dan memperluas kekuasaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah, pendiri dan sultan pertama Kesultanan Aceh Darussalam.

Sultan Ali Mughayat Syah lahir pada tahun 1475 sebagai putra dari Sultan Syamsu Syah, keturunan Dinasti Meukuta Alam yang berkuasa di Aceh kala itu.

Sejak muda, ia telah menunjukkan bakat sebagai panglima perang yang tangguh dan cerdas.

Ia juga memiliki visi untuk menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Aceh yang sering terlibat konflik dan persaingan.

Pada tahun 1511, bangsa Portugis berhasil merebut Malaka dari Kesultanan Malaka, sebuah kerajaan Islam yang menguasai perdagangan di Selat Malaka.

Hal ini menimbulkan ancaman bagi kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Nusantara, termasuk Aceh.

Sultan Ali Mughayat Syah menyadari bahwa untuk menghadapi Portugis, ia harus memperkuat posisi Aceh sebagai kekuatan regional.

Pendirian Kesultanan Aceh Darussalam

Pada tahun 1514, Sultan Ali Mughayat Syah mendeklarasikan berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam, sebuah kerajaan Islam yang berdaulat dan mandiri.

Ia memilih Bandar Aceh Darussalam sebagai ibu kota kerajaannya, sebuah pelabuhan strategis yang terletak di ujung utara Pulau Sumatera.

Baca Juga: Masak Kuah Beulangong, Begini Tradisi Maulid Nabi Muhammad Di Aceh

Ia juga meletakkan dasar-dasar politik luar negeri kerajaannya, yaitu:

- Mencukupi kebutuhan sendiri, sehingga tidak bergantung pada pihak luar

- Menjalin persahabatan yang lebih erat dengan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara

- Bersikap waspada terhadap negara Barat

- Menerima bantuan tenaga ahli dari pihak luar

- Menjalankan dakwah Islam ke seluruh Nusantar

Penaklukan dan Perluasan Wilayah

Setelah mendirikan Kesultanan Aceh Darussalam, Sultan Ali Mughayat Syah tidak berpuas diri.

Ia mulai melakukan kampanye militer untuk menguasai bagian utara Sumatera.

Kampanye pertamanya adalah Daya, sebuah kerajaan Hindu-Buddha di sebelah barat laut Aceh yang menurut Tomé Pires, seorang penulis Portugis, belum mengenal Islam.

Pada tahun 1520, Sultan Ali Mughayat Syah berhasil menaklukkan Daya dan menjadikannya sebagai wilayah bawahan Aceh.

Selanjutnya, Sultan Ali Mughayat Syah mengalihkan perhatiannya ke pantai timur Sumatera, yang terkenal kaya akan rempah-rempah dan emas.

Baca Juga: Tak Hanya 1, Ini 6 Peninggalan Kerajaan Aceh Yang Masih Ada Hingga Sekarang

Ia menyerang Pidie, sebuah kerajaan Islam yang bersekutu dengan Portugis.

Pada tahun 1521, Pidie pun tunduk kepada Aceh.

Kemudian, ia melanjutkan ekspansinya ke Pasai, sebuah kerajaan Islam tertua di Sumatera yang pernah menjadi pusat perdagangan internasional.

Pada tahun 1524, Pasai juga jatuh ke tangan Aceh.

Dengan demikian, dalam waktu sepuluh tahun, Sultan Ali Mughayat Syah telah berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di bagian utara Sumatera di bawah payung kekuasaan Aceh.

Ia juga berhasil menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka, yang merupakan jalur vital bagi perdagangan dunia saat itu.

Kemudian juga membangun angkatan laut yang kuat, yang terdiri dari kapal-kapal besar dan kecil, yang dilengkapi dengan meriam dan senjata api.

Perlawanan terhadap Portugis

Sumbangan Sultan Ali Mughayat Syah yang paling besar adalah berhasil membebaskan Aceh dari upaya penjajahan Portugis.

Pada tahun 1521, ia mengirimkan utusan ke Kesultanan Utsmaniyah, sebuah kekaisaran Islam terbesar di dunia saat itu, untuk meminta bantuan dalam menghadapi Portugis.

Kesultanan Utsmaniyah menanggapi permintaan tersebut dengan mengirimkan seorang laksamana bernama Selman Reis, yang membawa kapal-kapal perang dan senjata api.

Bersama-sama dengan Selman Reis, Sultan Ali Mughayat Syah melakukan serangan-serangan terhadap kedudukan Portugis di Malaka.

Pada tahun 1526, ia berhasil menghancurkan benteng Portugis di Malaka dan membunuh sekitar 500 orang Portugis.

Pada tahun 1529, ia kembali menyerang Malaka dengan bantuan armada Utsmaniyah yang dipimpin oleh Khairuddin Barbarossa, seorang laksamana legendaris.

Baca Juga: Ini 5 Tari Tradisional Yang Bisa Kamu Praktikkan Di Sekolah Bareng Teman-teman Sekelas

Meskipun belum berhasil merebut Malaka secara keseluruhan, serangan-serangan ini telah mengguncang kekuasaan Portugis di Selat Malaka dan memberikan harapan bagi kerajaan-kerajaan Islam lainnya untuk melawan penjajah.

Kematian dan Warisan

Sultan Ali Mughayat Syah meninggal pada tanggal 6 Agustus 1530 di Bandar Aceh Darussalam.

Ia dimakamkan di sebuah kompleks makam yang dikenal sebagai Makam Sultan-Sultan.

Ia digantikan oleh putranya, Sultan Salahuddin, yang melanjutkan kebijakan ayahnya dalam memperkuat dan memperluas Kesultanan Aceh Darussalam.

Sultan Ali Mughayat Syah adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Aceh dan Indonesia.

Ia adalah pendiri dan sultan pertama Kesultanan Aceh Darussalam, sebuah kerajaan Islam yang berdiri selama lima abad di ujung Sumatera.

Kemudian juga adalah panglima perang yang menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya dan melawan penjajahan Portugis.

Beliau juga adalah pemimpin yang bijaksana dan visioner, yang meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama bagi kerajaannya.

Ia adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang patut dihormati dan diteladani.

Artikel Terkait