Saat merayakan tradisi maulid Nabi Muhammad, masyarakat Aceh akan memasak kuah beulangong.
Intisari-Online.com -Sebagai wilayah pemeluk Islam yang taat, Aceh selalu merayakan tradisi maulid Nabi Muhammad dengan meriah.
Ketika merayakan maulid Nabi, masyarakat Aceh akan mengeluarkan kekayaan kuliner mereka.
Salah satunya adalah kuebeulangong.
Kuah beulangong adalah makanan khas Aceh berupa kuah merah sejenis gulai yang menggunakan daging sapi atau kambing dan nangka muda.
Makanan ini disebut kuah beulangong karena proses memasaknya menggunakan belanga atau kuali besar yang dalam bahasa Aceh disebut beulangong.
Tak hanya saat Maulid Nabi, sajiak ini juga muncul saat para petanu mengadakan kenduri saat panen.
Selain di Aceh, ini ada beberapa tradisi Maulid Nabi Muhammad di tempat lain di Indonesia.
1. Weh-wehan
Warga Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, punya cara tersendiri untuk merayakan Maulid Nabi.
Mereka melakukan tradisi weh-wehan atau ketuin yaitu saling menukar makanan antartetangga.
Awalnya, weh-wehan hanya dilakukan oleh warga Desa Krajan Kulon dan Desa Kutoharjo, Kaliwungu.
Namun belakangan kebiasaan ini meluas ke seluruh kecamatan. Antropolog Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang Ibnu Fikri menjelaskan, tradisi weh-wehan sudah dijalankan masyarakat selama ratusan tahun.
Diawali dari salah satu penyebar agama Islam di Kaliwungu, Kiai Haji Asyari atau Kiai Guru.
Kala itu ia memberi makanan kepada masyarakat kampung pesantren sebagai wujud kebahagiaan atas kelahiran Nabi Muhammad.
“Makanan khasnya adalah sumpil, seperti ketupat, tapi kalau sumpil bentuknya segitiga, ukurannya kecil-kecil, dan dibungkus dengan daun bambu. Cara memakannya dengan sambal kelapa,” ujar Fikri.
2. Garebek maulid
Di Solo ata tradisi Garebek Maulid yang biasanya digelar dihalaman Masjid Agung Surakarta, Solo, Jawa Tengah.
Masyarakat akat berebut gunungan yang telah disediakan. Ada dua pasang gunungan jaler (laki-laki) dan estri (perempuan) yang diperebutkan warga.
Keluarnya gunungan itu menandai puncak tradisi Sekaten yang diselenggarakan Keraton Kasunanan Surakarta untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Gunungan jaler berisi hasil bumi, seperti kacang panjang, wortel, terong, cabai, telur asin dan klenyem (makan terbuat dari singkong).
Sementara gunungan estri berisi intip (makanan yang terbuat dari nasi). Gunungan itu diarak oleh para abdi dalem, sentana dalem Keraton Surakarta dari Kori Kamandungan menuju halaman Masjid Agung Surakarta.
Mereka melewati rute Kori Kamandungan - jalan Sampit Urang Barat - menuju Masjid Agung Surakarta.
3. Endog-endogan
Masyarakat Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, memiliki tradisi khusus untuk menyambut perayaan Maulid Nabi yakni Muludan Endog-endogan.
Sejarawan lokal Banyuwangi Suhailik mengatakan bahwa tradisi endog-endogan ini telah ada sejak akhir abad ke-18.
“Endog-endogan ini masuk setelah Islam masuk ke wilayah Kerajaan Blambangan. Kenapa harus telur? Karena telur merupakan simbol dari sebuah kelahiran,” kata Suhailik kepada Kompas.com, Rabu (15/1/2014).
Telur jadi simbol kelahiran Nabi Muhammad SAW. Uniknya, kembang menjadi simbol pemujaan pada zaman jahiliyah.
Tradisi ini tak hanya dilaksanakan serentak sekali saja pada tanggal 12 Rabiul Awal. Namun menurut Suhailik, tradisi ini biasanya dilaksanakan bertahap selama satu bulan penuh.
“Hari ini bisa di kampung A, besok di kampung B. Pokoknya selama satu bulan penuh di Banyuwangi akan banyak pawai endog-endogan,” tutur dia.
4. Masak ketupat dan diserahkan ke pesantren
Di Kabupaten Sampang, Madura adanya tradisi membuat ketupat tidak hanya dilakukan saat Hari Raya Ketupat.
Tampak, warga Dusun Laeran, Desa Daleman, Kecamatan Kedungdung, Sampang bergotong royong membuat ketupat menjelang Maulid Nabi Muhammad SAW, Minggu (17/9/2023).
Dalam proses perbuatannya, warga tetap mempertahankan menggunakan cara tradisional artinya, tidak dibuat dari plastik namun, dari daun kelapa muda atau janur.
Salah satu warga setempat, Mistirah mengatakan bahwa tradisi membuat ketupat itu rutin dilakukan setiap tahun untuk menyambut bulan kelahiran baginda Nabi Muhammad SAW.
"Kalau tujuannya ya untuk selamatan saja karena bulan ini bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW,” ujarnya.
Menurutnya, hasil pembuatan ketupat tidak hanya dikonsumsi sendiri, melainkan warga berbondong-bondong mengantarkan ke pondok pesantren terdekat.
Kemudian, Ponpes yang diantarkan ketupat serentak mengumandangkan sholawat untuk menyambut bulan kelahiran Nabi.
"Jadi kami serahkan selamatan kami ke pondok tersebut supaya bisa dikasihkan terhadap santri-santrinya," pungkasnya.
5. Ampyang Maulid
Ampyang Maulid adalah salah satu tradisi perayaan Maulid Nabi yang setiap tahunnya dilakukan oleh masyarakat Desa Loram Kulon dan Desa Loram Wetan, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Masyarakat akan mengarak tandu berisikan nasi kepel yang dibungkus daun jati.
Selain tandu berisi nasi, ada pula gunungan yang berisikan buah-buahan dan hasil sayuran lainnya.
Nasi bungkus dalam ampyang berisi nasi lengkap dengan kerupuk dan sayur yang dibungkus daun jati.
Setelah jadi dan ditata dalam gunungan, ampyang kemudian diarak dalam tradisi kirab dan didoakan oleh tokoh pemuka dan sesepuh agama Islam di Loram Kulon.
Setelahnya, barulah ampyang dibagikan pada warga. Tradisi pembagian ampyang ini jadi puncak acara setelah kirab berakhir.
Tradisi kirab Ampyang Maulid dipusatkan di halaman Masjid Wali At-Taqwa, Desa Loram Kulon yang berjarak sekitar tiga kilometer sebelah selatan kota Kudus.
6. Nasi suci ulam sari
Warga Pacitan, Jawa Timur punya kuliner khas untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW yakni nasi suci ulam sari.
Menurut Traveling Chef Wira Hardiyansyah, dalam satu paket nasi suci ulam sari ini terdapat dua elemen utama yakni nasi uduk dan ayam tukung.
Keberadaan keduanya bisa dirunut jauh bahkan hingga masa Pra-Islam.
“Kitab Ramayana saja jauh sebelum Islam tiba di Nusantara telah menyinggung tentang wudhuk/uduk,” kata Wira ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (28/10/2020).
Nasi uduk yang berwarna putih dan berbau harum dianggap sebagai nasi yang suci.
Warnanya yang putih dan aroma yang wangi jadi simbol menyerupai bayi yang terlahir kembali.
“Makanya Sunan Kalijaga mengibaratkan wudhuk dengan wudhu (bersuci dalam Islam),” tutur Wira.
Nasi uduk yang berwarna putih dan berbau harum dianggap sebagai nasi yang suci. Warnanya yang putih dan aroma yang wangi jadi simbol menyerupai bayi yang terlahir kembali.
Sementara ayam tukung yang direbus biasanya disajikan utuh di atas nasi suci ulam sari.
Ayam tukung ini juga telah terdapat dalam catatan sejarah Pra-Islam di Jawa. Buku Atlas Walisongo dalam bab Pra-Islam menyebut “agama kapitayan”.
7. Panjang jimat
Keraton Kasepuhan Cirebon memiliki tradisi pajang jimat untuk merayakan Maulid Nabi.
Tradisi ini dirawat sejak ratusan tahun lalu. Ada tiga keraton yang merayakan tradisi tersebut yakni Keraton Kasepuhan Cirebon, Keraton Kanoman Cirebon, dan Keraton Kacirebonan.
Arak-arakan dimulai sejak berada di Bangsal Prabayaksa Keraton Kasepuhan menuju Langgar Agung yang berjarak sekitar 100 meter.
Abdi dalem akan berbaris membawa peralatan upacara lengkap seperti obor, tunggul manik, dan lilin sebagai simbol kelahiran nabi di malam hari.
Ada juga yang membawa manggaran, nadan, dan jantungan yakni simbol yang melambangkan kebesaran dan keagungan yang diiringi dengan pembacaan shalawat Nabi.
Ada juga yang membawa air merah dan kembang goyang dengan isi boreh yang melambangkan air ketuban sebelum bayi lahir dan ari-ari setelah bayi lahir.
Kelompok lainnya membawa air serbad (air dari gula aren) dalam guci yang melambangkan darah ketika bayi lahir.
Selanjutnya ada pula perlengkapan upacara yang menjadi simbol empat unsur manusia, angin, tanah, api dan air.
Tak lupa, mereka juga membawa piring-piring pusaka peninggalan Sunan Gunung Jati yang berisi nasi dan lauk-pauk.
Kalau dijumlahkan ada 7 jenis makanan yang menyimbolkan jumlah hari dalam satu minggu.