Penulis
Intisari-online.com - Pulau Bali, yang dikenal sebagai Pulau Dewata, memiliki sejarah yang panjang dan kaya.
Bali merupakan salah satu wilayah yang pernah menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit, kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Nusantara yang berdiri pada abad ke-13 hingga abad ke-16.
Namun, setelah runtuhnya Majapahit, Bali tidak ikut masuk ke dalam pengaruh Kerajaan Mataram, kerajaan Islam yang muncul sebagai penerus Majapahit di Jawa.
Bagaimana Bali bisa mempertahankan identitasnya sebagai kerajaan Hindu di tengah-tengah perubahan agama dan politik di Nusantara?
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberlangsungan agama dan budaya Hindu di Bali adalah hubungan erat antara Bali dan Jawa.
Sejak zaman prasejarah, kedua pulau ini sudah memiliki kontak dan pertukaran budaya.
Bahkan, menurut beberapa sumber sejarah, nama Bali berasal dari kata "Wali" atau "Wari", yang berarti "saudara" dalam bahasa Jawa Kuno.
Selain itu, banyak raja-raja Bali yang berasal dari Jawa atau memiliki hubungan darah dengan raja-raja Jawa.
Misalnya, Sri Kesari Warmadewa, pendiri Kerajaan Bali pada abad ke-9, diyakini sebagai keturunan Wangsa Sailendra dari Jawa.
Demikian pula, Sri Aji Kresna Kepakisan, raja Bali yang menentang invasi Majapahit pada abad ke-14, adalah putra dari Raden Wijaya, pendiri Majapahit.
Hubungan erat antara Bali dan Jawa juga tercermin dalam pengaruh budaya dan sastra.
Baca Juga: Mengenal Kerajaan Bedahulu, Kerajaan Kuno di Pulau Bali yang Berpusat di Pejeng
Banyak karya sastra klasik Bali yang merupakan adaptasi atau terjemahan dari karya sastra Jawa Kuno atau Jawa Tengahan.
Misalnya, Kakawin Ramayana, Kakawin Bharatayuddha, Kakawin Arjunawiwaha, Kakawin Smaradahana, dan lain-lain.
Selain itu, banyak pula unsur budaya Jawa yang diterima dan dilestarikan oleh masyarakat Bali.
Misalnya, seni pertunjukan wayang kulit, seni tari gambuh dan topeng, seni musik gamelan, sistem kasta triwangsa (brahmana, ksatria, waisya), sistem penanggalan Saka-Wuku, dan lain-lain.
Namun, hubungan erat antara Bali dan Jawa tidak selalu harmonis. Terdapat pula konflik dan persaingan antara kedua pulau ini.
Salah satu konflik terbesar adalah invasi Majapahit ke Bali pada tahun 1343.
Invasi ini dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada dan Adityawarman sebagai bagian dari upaya melaksanakan Sumpah Palapa, yaitu sumpah untuk menaklukkan seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit.
Invasi ini berhasil mengalahkan raja Bali saat itu, Sri Asta Asura Ratna Bumi Banten, yang dikenal sebagai raja yang hina dan jahat.
Sebagai akibatnya, Bali menjadi bawahan Majapahit dan harus mengirimkan upeti berupa emas, perak, kain sutra, rempah-rempah, dan budak.
Meskipun demikian, invasi Majapahit tidak menghapuskan agama dan budaya Hindu di Bali.
Malahan, invasi ini justru memperkuat pengaruh Hindu-Buddha di pulau ini.
Baca Juga: Pusaka Sakti Majapahit, Jadi Bukti Kejayaan dan Kebesaran Kerajaan Nusantara
Hal ini karena banyak rakyat Majapahit yang beragama Hindu-Buddha yang melarikan diri ke Bali setelah runtuhnya Majapahit akibat serangan Kerajaan Demak pada abad ke-16.
Mereka membawa serta pengetahuan dan tradisi Hindu-Buddha yang kemudian bercampur dengan kepercayaan lokal Bali, seperti animisme dan dinamisme.
Dari sinilah muncul agama Hindu Bali, yang memiliki ciri khas tersendiri, seperti pemujaan terhadap dewa-dewa lokal, leluhur, dan roh alam, serta praktik upacara dan ritual yang beragam dan kaya.
Selain itu, Bali juga berhasil mempertahankan identitasnya sebagai kerajaan Hindu dengan cara menolak pengaruh Kerajaan Mataram, kerajaan Islam yang muncul sebagai penerus Majapahit di Jawa.
Kerajaan Mataram, yang dipimpin oleh Sultan Agung, berambisi untuk menyamai kejayaan Majapahit dengan menaklukkan seluruh Nusantara, termasuk Bali.
Namun, upaya ini gagal karena perlawanan sengit dari rakyat Bali yang tidak mau meninggalkan agama dan budaya mereka.
Salah satu peristiwa yang menggambarkan perlawanan ini adalah Perang Bubat pada tahun 1633, yaitu pertempuran antara tentara Mataram dan rombongan pengantin putri Bali yang akan dinikahkan dengan Sultan Agung.
Pertempuran ini berakhir dengan kematian massal dari pihak Bali, yang memilih untuk gugur dengan hormat daripada tunduk kepada Mataram.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Bali mempertahankan identitasnya sebagai kerajaan Hindu dengan cara menjaga hubungan erat dengan Jawa, tetapi juga menolak pengaruh yang bertentangan dengan agama dan budaya mereka.
Bali juga menerima dan melestarikan unsur-unsur budaya Jawa yang sesuai dengan tradisi lokal mereka.
Dengan demikian, Bali menjadi contoh bagaimana suatu wilayah bisa mempertahankan identitasnya di tengah-tengah perubahan agama dan politik di Nusantara.