Find Us On Social Media :

Mengenal Tradisi Rabu Wekasan, Hari Rabu Terakhir Di Bulan Safar

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 13 September 2023 | 11:17 WIB

Tradisi Rabu Wekasan, tradisi masyarakat Jawa di Rabu terakhir bulan Safar, salah satu bulan tahun HIjriah.

Tradisi Rabu Wekasan, tradisi masyarakat Jawa di Rabu terakhir bulan Safar, salah satu bulan tahun HIjriah.

Intisari-Online.com - Masyarakat Jawa Islam punya tradisi menarik setiap hari Rabu terakhir di bulan Safar, salah satu bulan di kalender Hijriah.

Namanya tradisi Rabu Wekasan.

Kenapa tradisi ini dilakukan di Rabu terakhir bulan Safar?

Tahun ini, Rabu Wekasan jatuh pada 13 September 2023.

Tradisi Rabu Wekasan merupakan akulturasi budaya Jawa dan Islam yang dilaksanakan untuk menolak bala dan sebagai ungkapan rasa syukur.

Tradisi Rabu Wekasan sudah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa, Sunda, Madura,dan lainnya.

Kegiatan yang dilakukan saat Rabu Wekasan di antaranya yakni memanjatkan doa, melaksanakan sholat sunnah hingga bersedekah.

Untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam mengenai tradisi Rabu Wekasan, simak penjelasan berikut ini sesuai syariat yang telah ditetapkan.

Pandangan Islam Terkait Rabu Wekasan

Dikutip dari laman Tebu Ireng, Islam menyikapi tradisi Rabu Wekasan dengan sudut pandang sebagai berikut:

1. Suatu Ilham Tidak dapat Dijadikan Dasar Hukum

Sebagian ulama sufi atau Waliyullah didasari pada ilham.

Ilham merupakan bisikan hati yang datangnya dari Allah atau semacam inspirasi bagi masyarakat umum.

Menurut mayoritas ulama Ushul Fiqh, ilham tidak dapat menjadi dasar hukum.

Ilham tidak dapat menjadikan suatu hukum wajib, sunnah, makruh, mubah, atau haram.

2. Peristiwa Rabu Wekasan Tidak Berkaitan dengan Hukum Syariat

Ilham yang diterima para ulama tidak menghukumi tetapi hanya informasi dari alam ghaib.

Oleh karena itu, anjuran Rabu Wekasan tidak mengikat karena tidak berkaitan dengan hukum syariat.

3. Ilham Tidak Boleh Diamalkan Sebelum Dicocokkan dengan Al Qur'an dan Hadist

Ilham yang diterima oleh wali tidak boleh diamalkan sebelum dicocokkan dengan Al Qur'an dan Hadist.

Jika sesuai dengan Al Qur'an dan Hadist, maka ilham dapat dipastikan kebenarannya.

Namun, jika bertentangan maka ilham harus ditinggalkan.

Terdapat hadist dla'if yang menjelaskan tentang Rabu Wekasan atau Rabu terakhir di Bulan Shafar, namun hadist ini dhaif atau lemah hukumnya.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: آخِرُ أَرْبِعَاءَ فِي الشَّهْرِ يَوْمُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ. رواه وكيع في الغرر، وابن مردويه في التفسير، والخطيب البغدادي..

“Dari Ibn Abbas ra, Nabi Saw bersabda: “Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya naas yang terus-menerus.”

HR. Waki’ dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam at-Tafsir, dan al-Khathib al-Baghdadi. (dikutip dari Al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, juz 1, hal. 4, dan al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari, al-Mudawi li-‘Ilal al-Jami’ al-Shaghir wa Syarhai al-Munawi, juz 1, hal. 23).

Selain dla'if, hadist ini tidak berkaitan dengan hukum wajib, halal, haram, dan lainnya, namun hanya bersifat peringatan.

Hukum Meyakini

Hukum meyakini peristiwa Rabu Wekasan telah dijelaskan pada hadist shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم.

“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang,” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Hadist ini menjelaskan jika bulan shafar sama seperti bulan-bulan lainnya dan tidak memiliki keistimewaan khusus.

Hadist ini juga merupakan respon Nabi Muhammad SAW terhadap tradisi yang berkembang di masa jahiliyah.

Banyak orang awam meyakini datangnya sial pada bulan shafar, dan melarang bepergian pada bulan itu.

Meyakini hal tersebut termasuk jenis thiyarah atau meyakini pertanda buruk yang dilarang.

Dengan demikian, tradisi Rabu Wekasan bukan bagian dari syariat islam.

Akan tetapi, dapat dijadikan tradisi yang positif karena menganjurkan banyak berdo'a, beribadah kepada Allah, mengajurkan banyak sedekah dan menghormati para wali yang mukasyafah.

Baca juga: Asal Usul Tradisi Rebo Wekasan, Pandangan Islam serta Hukum Shalat Rebo Wekasan

Hukum Ibadah saat Rebo Wekasan

Apabila niatnya adalah ibadah Rabu Wekasan secara khusus maka hukumnya tidak boleh dilakukan.

Karena dalam syariat Islam tidak pernah mengenal adanya ibadah Rabu Wekasan.

Apabila niat dan pelaksanaan sesuai dengan syariat hukumnya boleh, tetapi jika terjadi penyimpangan baik dalam keyakinan maupun caranya hukumnya haram.

Mengenai penjelasan adanya kesialan pada kahir bulan shafar seperti angin topan yang memusnahkan kaum 'aad yang tertulis di QS. Al Qamar: 18-20, maka hal itu merupakan salah satu peristiwa saja yang tidak terjadi terus menerus.