Find Us On Social Media :

Sosok Jenderal Soedirman di Balik Perintah Gencatan Senjata 3 Agustus 1949

By Afif Khoirul M, Kamis, 3 Agustus 2023 | 16:10 WIB

Jenderal Sudirman di balik peristiwa Genjatan Senjata 3 Agustus 1949.

Intisari-online.com - Pada tanggal 3 Agustus 1949, Indonesia dan Belanda menandatangani Perjanjian Roem-Roijen yang mengatur tentang gencatan senjata antara kedua belah pihak.

Perjanjian ini merupakan hasil dari perundingan yang dilakukan oleh Mohammad Roem dan Johannes van Roijen di Singapura sejak bulan Juni 1949.

Salah satu isi perjanjian ini adalah penghentian tembak-menembak di wilayah Jawa dan Sumatra mulai tanggal 11 Agustus 1949.

Perintah gencatan senjata ini kemudian disampaikan oleh Jenderal Soedirman, Panglima Besar TNI, kepada seluruh komandan TNI di Jawa dan Sumatra.

Jenderal Soedirman mengeluarkan perintah ini meskipun ia sedang sakit parah dan harus beristirahat di rumah sakit.

Ia juga menghadapi tantangan dari beberapa pihak yang tidak setuju dengan gencatan senjata.

Indonesia dan Belanda kemudian sepakat untuk melakukan perundingan di Singapura sebagai tempat yang netral dan aman.

Singapura dipilih karena dekat dengan Indonesia dan memiliki fasilitas yang memadai.

Selain itu, Singapura juga merupakan wilayah jajahan Inggris yang bersahabat dengan Indonesia dan tidak ingin terlibat dalam konflik antara Indonesia dan Belanda.

Perundingan di Singapura dimulai pada tanggal 14 April 1949 dengan dihadiri oleh Mohammad Roem dan Herman van Roijen sebagai pemimpin delegasi masing-masing pihak.

Perundingan ini berjalan sangat alot karena banyak perbedaan pendapat antara kedua belah pihak.

Baca Juga: Bagaimana Seorang Pelajar Memaknai Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia?

Isi perjanjian ini adalah sebagai berikut:

- Penghentian tembak-menembak di wilayah Jawa dan Sumatra mulai tanggal 11 Agustus 1949.

- Pembebasan semua tawanan politik Indonesia, termasuk Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan Agus Salim.

- Pengembalian kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta.

- Pembentukan Komisi Tiga Negara yang terdiri dari Australia, Belgia, dan Amerika Serikat untuk mengawasi pelaksanaan gencatan senjata.

- Penyelenggaraan Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada bulan Agustus 1949 untuk membahas masalah-masalah lain seperti status Papua Barat, bentuk negara Indonesia, hubungan ekonomi antara Indonesia dan Belanda, dan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda.

Reaksi dari pihak-pihak lain terhadap perjanjian ini adalah bervariasi.

PBB menyambut baik perjanjian ini sebagai langkah menuju penyelesaian damai konflik antara Indonesia dan Belanda.

Saat perintah genjatan senjata, Batalyon Siliwangi yang menolak untuk menghentikan perlawanan terhadap Belanda.

Namun, Jenderal Soedirman tetap berpegang pada prinsip bahwa gencatan senjata adalah langkah strategis untuk mencapai kemerdekaan Indonesia secara utuh.

Ia berpendapat bahwa gencatan senjata akan memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk memperkuat posisi diplomasi dan militer di mata dunia internasional.

Baca Juga: Pernah Rebut Markas OPM, Sosok Jenderal Kopassus Richard Tampubolon Diberi Jabatan Baru

Ia juga berharap bahwa gencatan senjata akan mempercepat proses pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda.

Perintah gencatan senjata Jenderal Soedirman ini akhirnya berhasil dilaksanakan oleh sebagian besar pasukan TNI di Jawa dan Sumatra.

Meskipun ada beberapa insiden pelanggaran gencatan senjata yang terjadi, namun secara umum situasi menjadi lebih tenang dan damai.

Perintah gencatan senjata ini juga membuka jalan bagi terbentuknya Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada bulan Agustus-Desember 1949.

Pada akhirnya menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.

Jenderal Soedirman adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Ia tidak hanya memimpin TNI dalam menghadapi agresi militer Belanda, tetapi juga berperan dalam menegakkan kedaulatan Indonesia melalui jalur diplomasi.

Perintah gencatan senjata 3 Agustus 1949 adalah salah satu bukti dari kebijaksanaan dan keberanian Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI.